Berusaha menggapai

1747 Words
“Mau dimasakin lagi?” tanya Rebecca begitu mereka di ruang makan. “Gak usah, yang ada aja.” Sebelum Malihah pergi, dia berpesan pada Rebecca dan Rama untuk makan dulu. Masakannya tidak jauh beda dari buatan Rebecca, jadi Rama menikmatinya. Rebecca yang mendapati itu berinisiatif memberikan daging miliknya ke piring sang suami. “Buat Mas tersayang, hehehehe. Dimakan ya.” “Kenapa kamu gak makan daging?” “Buat Mas aja.” “Ini bagian kamu. Makan.” Mengembalikannya ke piring Rebecca. “Kalau kamu lapar nanti rewel.” “Ishhh romantic banget gak mau istrinya rewel.” Rebecca menempelkan pipinya sesaat pada lengan sang suami. Tahu Rama tidak menyukai itu, dia langsung menariknya lagi dan duduk tegak. Setelah siap, Rebecca menaikan cadarnya sebelum keluar rumah. “Mas, mau liat rumah kita dulu gak? Kata Abi kalau mau didesain sendiri bisa.” “Dari sini juga keliatan,” ucapnya pada rumah yang paling ujung. Berhadapan dengan rumah Kakak pertamanya, dan bersebelahan dengan Kakak keempat. “Yaudah, mau kesana?” “Gak jadi, ayok berangkat aja.” Langsung menarik tangan Rama begitu melihat Haniah, dia tidak mau sang suami tergoda oleh perempuan itu. “Jangan narik saya kayak gitu.” “Mas kan buru-buru ke kantor ‘kan? Ayok.” Tidak mengizinkan Rama untuk menoleh ke belakang. “Kakak-kakak juga ada acara, jadi gak usah pamitan.” Baru bernafas lega begitu keluar dari area pesantren. Ini menjadi kesempatan Rebecca untuk mewawancarai suaminya. “Mas?” “Gak.” “Ihh belum juga ngomong, lagian aku bukan mau minta jatah kok, main bilang enggak aja,” ucapnya menggoda yang tidak ditanggapi Rama. “Mas kenapa sih gak mau nidurin aku? Kan kita suami istri harus ibadah bareng-bareng, gimana kita saling kenal kalau tidur aja kepisah loh.” “Pertanyaan kamu mengganggu saya, dan kesepakatan kita adalah kamu gak ganggu saya.” “Maksudnya gak ada penjelasan yang spesifik loh, Mas. Gak ada salahnya kita membangun rumah tangga. Masa lalu aku ya?” “Saya sedang nyaman sendiri dan dipaksa nikah. Terlebih pernikahan ini tidak lebih dari transaksi jual beli. Kamu dijual keluarga untuk ditukarkan dengan tanah.” “Kalau pembelinya kayak Mas mah aku rela jual diri gratis.” Rama sampai pusing, dia diam saja daripada menanggapi Rebecca. Rasa senang Rebecca memuncak saat Rama mengantarkannya sampai parkiran FKIP. “Ihhhh… Mas manis banget deh nganterin aku sampe sini.” Tahu-tahu dia keluar lebih dulu dan langsung disambut kepala Prodi. Oalahhh, lupa kalau Rama itu dosen tamu disini. “Rebecca!” panggil seseorang. “Nah inimah bener, daritadi gue manggil cewek bercadar.” “Kenapa?” “Gue mau ikut organisasi ikatan masjid, hehehe.” “Insyaf lu?” “Lu juga insyaf ya, masa lu doang yang masuk surga.” Rama melihat kedekatan Rebecca dengan dua pria itu. “Pak Rama?” panggil sang kepala prodi. “Iya, saya ikut.” Melangkah mengikuti sang ketua prodi. Perkuliahan Rebecca sampai sore, begitupula dengan Rama yang memiliki urusan di kampus. Baru juga dirinya akan mengirim pesan menyuruh Rebecca memanggil supir, perempuan itu lebih dulu mengirimkan, “Mas, aku pulangnya agak lama. Mas duluan aja, ada acara di masjid.” Letak masjid di depan Rektorat. Rama kesana menggunakan mobil, berhenti di dekatnya dan melihat kegiatan Bersama dengan anak yatim. Rebecca tampak sibuk sambil sesekali berteriak, “Lu jangan kayak gitu dong!” Sisi liarnya masih ada meskipun tertutup kerudung. Rama sampai mematung melihat Rebecca mengangkat angkong berisi sampah yang menumpuk. “Wah…” Drrrttt…. “Hallo, Ra?” Rama keluar dari mobil karena tidak mendapatkan sinyal. Tidak menyadari kedatangan pengendara sepeda yang BRUK! Menabraknya. “Loh, Mas?” **** Meskipun acara berlangsung, Rebecca tidak bisa jauh-jauh dari suaminya. Membawa beberapa makanan juga sekalian sholat maghrib disini nantinya. Barulah saat acara selesai, Rama dan Rebecca akhirnya pulang Bersama. “Becc, makasih banyak ya. Kapan lu datang ke party mingguan di rumah gue?” “Baru juga lu taubat udah maksiat lagi. Astagfirullah, hampir aja gue ngumpat,” ucapnya sambil mengelus daada. “Gak bisa, gue udah lama pensiun apalagi sekarang punya suami. Hihihi, mau kenalan gak?” “Udah kenal, Pak dosen tamu di Fakultas Hukum. Hehehe, saya temen SMA nya Becca, Pak.” Terlihat tidak nyaman dengan keberadaan Rama. “Permisi, Pak.” “Dia temen yang dulu sering nakal sama kamu?” “Dia sama aku dijebak loh, Mas. Yang bawa narkooba itu yang dipenjara.” “Tetep aja pada nakal.” “Sekarang kan udah enggak, udah jadi istri idaman yang sholehah,” ucapnya sambil bersandar di bahu sang suami. “Harus gini biar keliatan romantic di depan orang ‘kan?” “Udah ayok pulang,” ajaknya berdiri hingga Rebecca hampir jatuh. Kaki Rama sedikit lecet karena tertabrak sepeda, beruntung Rebecca sudah mengobatinya. “Biar aku aja yang nyetir ya, Mas.” “Emang kamu bisa?” “Dih… Mas belum tahu ya kemampuan aku? Sini, aku udah punya sim jadi terpercaya kok.” Rebecca bahkan menunjukannya. Rama sendiri sudah Lelah, dia ingin segera berbaring di apartemennya. Kunci mobil diberikan pada Rebecca, hujan deras membuat Rama semakin mengantuk. “Mas tidur aja, kalau udah sampe nanti dibangunin.” Melihat Rama yang tertidur, Rebecca berkendara lebih pelan. Hujan yang melanda membuat jalanan macet, Rebecca jadi berinisiatif mengambil jalan alternatif. Ternyata jalanan itu sudah jelek, beberapa kali mobil bergoyang sampai Rama bangun. “Ini kemana?” “Hehehe, dulu aku sama temen-temen sering jalan kesini, Mas. Ternyata sekarang jalanannya udah jelek.” “Putar balik ke jalan biasa.” “Macet, Mas. Kasihan kamu kecapean mending jalan pintas aja.” “Ini bukan jalan pintas, Rebecca.” “Percaya deh sama aku,” ucapnya mulai tegang, apalagi rumah disepanjang jalan ini sudah ditinggalkan. Begitu bertemu jalan buntu, Rebecca menelan salivanya kasar. “Mas tidur aja lagi, aku mau parkir.” Helaan napas Rama membuat Rebecca gugup, dia memundurkan mobil tanpa focus. “MEOWW!” “Aaaa!” BRUK! Rebecca seketika menginjak gas karena kaget hingga mobil menabrak pohon. Kepala keduanya terkantuk ke dashboard. “Eunghhh… Mas gak papa? Kayaknya aku hampir geleng kucing deh.” Dengan kepala yang terasa pusing, Rama keluar dari mobil. “Cepet kamu keluar.” Karena aroma terbakar yang begitu menyengat ditakutkan akan membakar mobil. Menggenggam tangan Rebecca dan berlari untuk berteduh di depan salon rambut yang sudah ditinggalkan. “Maaf, Mas,” ucapnya menyesal. “Aku hubungi supir dulu ya.” “Saya aja.” Nada suaranya begitu dingin. Rebecca lebih takut pada Rama daripada petir dan kilat yang menghiasi langit gelap. Jalanan becek dan tidak ada satupun yang lewat. Air hujan diterpa angin mengarah pada mereka. “Berteduh di dalam.” “Emang gak dikunci?” Rebecca berbalik, melihat Rama yang sudah masuk lebih dulu. **** Dingin, gelap, berdebu dan lembab. Rama dan Rebecca duduk di bangku dipan dekat jendela. Pencahayaan berasal dari ponsel. Sebelumya Rama mencoba untuk melihat keadaan mobil, tapi asap terus keluar. Benturannya keras hingga kening keduanya juga terluka. Rama yang agak parah sampai mengeluarkan darah. Ini mungkin hari sialnya, Rama terus saja mendapatkan luka. “Bangunin saya kalau supirnya datang.” “Maaf, Mas.” Rebecca membuka cadar, memperlihatkan wajahnya yang menyesal. “Istirahat.” Hanya berucap demikian karena terlalu Lelah untuk berdebat. Rama ingin memejamkan matanya sebentar, sementara Rebecca terus memperhatikan sang suami. Menghalangi nyamuk yang datang. Ketika Rama terlihat kedinginan, Rebecca membuka blazernya dan menyelimuti sang suami. Dia hanya memakai gamis tipis. Jalanan yang becek, jelek dan gelap membuat sang supir lama datang kesini. Rebecca akhirnya ikut tertidur, terlalu lelap sampai dia tidak sadar supir sudah tiba. Rama yang bangun lebih dulu, mendapati dirinya diselimuti blazer. “Pak Rama?” “Saya disini,” ucapnya membangunkan Rebecca. “Bangun, Becca. Udah dateng supirnya.” “Hngghhh…” “Becca?” Tangan Rama terasa panas Ketika menyentuh kening istrinya. “Astaga.” Dia buru-buru menyelimuti Rebecca dan menggendongnya. “Ke klinik dulu. Dia demam.” “Baik, Pak.” Dalam perjalanan pun, Rebecca sudah tidak sadarkan diri. Rebecca langsung ditangani begitu sampai di klinik terdekat. Rama mengambil waktu untuk membersihkan luka di keningnya juga. Rasa lega memenuhinya Ketika mendengar keterangan dokter kalau sang istri baik-baik saja, hanya terkena demam biasa. “Maaf, Mas.” Dua kata yang diucapkan Rebecca saat Rama masuk ke ruangannya. “Aku baik-baik aja. Ayok pulang.” “Lain kali… jangan ngeyel, jangan…” “Nanti nurutin apa yang Mas omongin, udah ya ayok pulang. Aku bikinin makanan kalau udah sampe apartemen,” bujuknya berusaha membuat sang suami tidak kesal. Tidak banyak yang dikatakan Rama, dia membiarkan saja Rebecca tetap bergelayut manja. “Lain kali jangan buka baju kamu buat saya.” “Huh? Kan Mas suami aku, nanti aku dapet pahala kalau gak pake baju di depan Mas.” “Bukan gitu.” “hehehe… iya gak gitu lagi…” Rama sudah membayangkan Kasur yang nyaman di apartemen. Tapi sepertinya tertahan Ketika melihat Kakek Ismail yang duduk di loby apartemen pribadi Rama Bersama dengan ajudannya, mereka minum kopi disana. “Kakek?” “Wahhh… pantesan baru pulang, abis kencan dulu?” Kakek Ismail tampak senang melihat Rebecca yang bergelayut manja pada Rama. “Kakek kok kesini gak bilang sih? Udah lama nunggu diluar?” tanya Rebecca. “Lumayan, tapi Kakek yang harusnya sadar kalau kalian pengantin baru, pasti maunya berduaan,” goda Kakek Ismail. “udah ah ayok masuk. Kakek mau dibikinin teh hangat?” “Gak usah, Kakek mau nawarin kalian tiket.” Duduk di sofa ruang keluarga. Melihat Rebecca yang cekatan menyiapkan camilan untuk tamu, bangga karena Rama menikah dengan perempuan yang tepat. “Tiket apa?” Rama duduk di dekat Kakeknya. Tidak akan dia biarkan Kakek dan Rebeca hanya berdua. “Tiket bulan madu kalian. Buat minggu depan. Kakek lihat kamu gak ada jadwal sidang, sama becca juga lagi gak ada ujian. Pas buat habisin waktu berdua. Mau kemana?” “Rama sibuk, Kek.” “Kakek maksa, pengen kalian maen berduaan di Negara luar. Cuma liburan, gak ada kerjaan.” “Disini juga bulan madu kok, Kek.” Rebecca berusaha membantu sang suami. “Gak ada perbedaan.” “Kakek pengennya kalian maen, kalau gak gitu pasti Rama bakalan sibuk sama kerj¾” “Jepang aja. Rama bakalan kesana.” Memotong pembicaraan Kakek. “Kakek gak akan lama ‘kan? Rama mau istirahat.” Senyuman Rebecca merekah Ketika sang suami pergi. “Ke Jepang katanya, kek. Hehehehe, minggu depan ‘kan?” Begitu di kamar, ponsel Rama berbunyi. Dia mengangkatnya. “Hallo? Iya minggu depan ke Jepang.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD