Rhea 5

1794 Words
“Ini ngga yang kaya lo kehilangan kemampuan bahasa Java lo, ‘kan, Dri?” tanya seseorang setelah menepuk pundak Adrian Russel yang sedari tadi menatap kosong pada layar komputer. Layar komputer yang berisi simbol-simbol aneh bagi orang yang tak mengerti bahasa pemrograman. “Hah?” “Ngelamunin apa?” tanya pria itu lagi sambil menunjuk jam dinding, menjelaskan bahwa sudah saatnya makan siang. “Siapa yang ngelamun?” kekeh Drian sambil memijat leher bagian belakangnya. Kemudian senyum aneh temannya itu membuat Drian langsung berceletuk. Agak-agaknya Drian sudah tau kenapa Zaki menghampirinya. “Gangguin orangnya langsung, Ki. Lo salah besar kalo lo pikir bisa dapetin Audi dengan baik-baikin sepupunya.” Zaki memutar bola matanya kesal. “Ini alasan kenapa gue ga pernah cerita kalo gue naksir sepupu lo, Dri. Lo jadi mikir selalu ada motif di balik ketulusan gue,” ungkap Zaki dramatis. “Jadi ga ada?” tanya Drian yang langsung mencibir mendengar kata tulus keluar dari mulut sang sahabat. “Ya..” Zaki menggaruk belakang kepalanya, “Pasti gue punya maksud lain waktu ikut lo ke rumahnya Audi.” Drian terkekeh kemudian gantian menepuk pundaknya Zaki. “Ki, gue cuma sepupunya. Gue ga bisa milihin suami buat Audi jadi lo harus usaha sendiri. Maksud gue,” ucap Drian sebelum Zaki kembali memotongnya, “Maksud gue adalah gue tau lo udah usaha, tapi yang bold dong. Yang terang-terangan. Lamar dia.” Setelah mengatakan nasehatnya untuk sang rekan kerja sekaligus sahabat, Drian berjalan meninggalkan kubikelnya. Senyum geli yang ia tunjukkan pada Zaki langsung hilang begitu Drian memberikan punggungnya pada sang sahabat. Drian mencibir pada dirinya sendiri yang tidak berada pada posisi untuk memberikan nasehat. Seolah rumah tangganya benar saja. Seharian Drian memikirkan apa yang telah terjadi dan apa yang selanjutnya akan terjadi padanya, pada Rhea dan pada Ale. “Apa? Setelah barusan nyuruh lamar, apa sekarang lo mau nyuruh gue langsung nikahin Audi?” tanya Zaki pada temannya yang kembali mendekat setelah berjalan menjauh. “Audi bukan Rhea dan gue bukan Adrian Sialan Russel yang beruntung banget karena dapetin cewek cantik itu sebagai istri tanpa usaha berarti,” cibir Zaki. “Sejak kapan lo punya pikiran begitu?” tanya Drian. Kalimat Zaki barusan membuatnya melupakan apa yang hendak ia katakan pada teman nya itu. Dan rasanya sesuatu tersebut tidak lebih penting dari jawaban yang harus ia dapatkan saat ini juga dari Zaki. “Bahwa lo beruntung punya istri cantik kaya Rhea?” “Bahwa Rhea cantik,” ucap Drian menjelaskan maksud pertanyaannya beberapa saat yang lalu. Tiba-tiba saja ia tidak suka mendengar kata cantik keluar dari mulut Zaki dan ada nama istri Drian tersemat di dalamnya. Dua kali dong, ya, kata cantik dan nama istrinya disebut oleh Zaki. “Sejak dia muncul di ruang serba guna fakultas kita dan mulai ngekorin lo. Ayolah Drian, semua orang punya mata dan semua orang juga pasti bilang begitu. Dan yang paling penting adalah semua orang juga akan melakukan hal yang sama kaya yang gue lakuin, yaitu engga mengganggu Rhea karena dia cuma tertarik sama elo seorang.” Zaki terus mengoceh mengingat bagaimana Drian dengan mudahnya mendapatkan istrinya yang cantik, menikah di usia yang muda dan memiliki putri yang menggemaskan. Sementara Zaki menyebut bagaimana mudahnya Dian mendapatkan Rhea, Drian justru terbayang dengan bagaimana mudahnya ia menghancurkan rumah tangganya sendiri dan sekarang hal paling tidak masuk akal menimpa istrinya sendiri. “Ikut gue pulang?” “Apa?” Hanya itu yang bisa Zaki ucapkan mendengar ajakan yang terdengar sangat tidak normal barusan. Jika ada yang mendengar, mereka pasti bisa berpikir Drian dan Zaki punya hubungan yang sangat tidak biasa dan menentang norma-norma yang ada. Ini juga belum jam pulang ngantor. Dan ternyata ada yang lebih tidak normal dari sekedar ajakan pulangnya Adrian Russel. Zaki tidak bisa melepaskan pandangannya pada perempuan yang makan seperti gembel di hadapan dirinya saat ini. Tidakkah istri Drian terlalu mungil? Tanya Zaki membatin dan kenapa Rhea terlihat seperti tidak mengenalinya sama sekali? Sementara itu tak jauh dari Rhea yang kelaparan ada Drian yang menimang Ale sambil mondar mandir. “Anu..” ucap Zaki bingung. Satu kata yang ia ucapkan itu membuat sepasang suami dan istri di depannya menoleh dan memberikan perhatian penuh untuknya. “Sejak kapan Ale minum s**u bantu?” Dan sejak kapan Drian bisa menimang-nimang anaknya? Zaki kemudian sadar bahwa anak tersebut adalah anak Drian. Tentu saja dia bisa menimang anaknya sendiri. “Jadi Ale beneran ada Mamanya? Om kenal?” tanya Rhea setelah melirik ke arah Ale yang ada di gendongan Om Drian dan kemudian kembali pada pria di depannya itu. “O.. Om?” ulang Zaki. Beberapa bulan tidak bertemu, apa Zaki jadi setua itu? Ia akui pernah tinggal kelas dua kali tapi jika ia berdiri bersama suami Rhea yang tampan itu, semua orang juga tidak akan menyadari bahwa Zaki lebih tua dua tahun darinya. Dan Om? Tidak kah kata itu terlalu berlebihan? Rhea mengangguk. “Nama Om siapa?” Zaki meneguk ludahnya kasar. Bolehkah ia berkata-k********r pada istrinya Drian walaupun mereka tidak terlalu akrab? Drian melihat semuanya. Saat ini Rhea masih dalam tubuh remajanya dan ada Zaki bersama mereka. Hal ini hanya merujuk pada dua hal bahwa Drian tidak gila. Dan satu hal lainnya yang paling penting dan terdengar sangat gila adalah istrinya yang kembali pada bentuk dirinya beberapa tahun sebelum mereka mengenal satu sama lain adalah kenyataan. Drian ingat bagaimana ia dan Zaki sampai di apartemen ini satu jam yang lalu. Ia meminta temannya itu untuk beristirahat sementara Drian mengecek keadaan Rhea dan Ale. Ia menemukan anak dan istrinya di masa lalu, Drian tidak tau bagaimana harus menyebut Rhea, tidur sambil saling berpelukan. Hal yang sebenarnya cukup mengejutkan. Rhea punya kesempatan untuk kabur kemana pun yang ia inginkan tapi gadis itu tetap bersama putrinya Drian. Apakah karena sebenarnya dia adalah Mamanya Ale? Makanya ia tidak tega meninggalkan putrinya seorang diri tanpa ada yang menjaga? Jika biasanya Drian akan memastikan keadaan Ale terlebih dahulu setiap kali ia pulang bekerja, kemudian menciumi seluruh wajah putrinya itu baru kemudian menanyakan kegiatan Rhea seharian, kali ini Drian menatap lama tepat ke arah Rhea remaja yang tertidur pulas. Omongan Zaki mengenai kecantikan istrinya berputar memenuhi otak Drian. Setelah sekian lama barulah ia menyadari bahwa dirinya beruntung, memiliki istri yang cantik, mencintainya dan memberikan Ale dalam kehidupannya. Seketika Drian menjadi sangat merindukan istrinya. Ia bersedia melakukan apapun demi melihat wanita itu lagi. Kenapa Rhea-nya berubah menjadi gadis remaja? Apa yang harus dilakukannya dengan Rhea yang ini? Mungkin Ale bisa merasakan kehadiran sang Papa. Anak itu bangun, mengerjap-ngerjapkan mata, menggeliat dan segera setelah sepasang matanya menemukan sang Papa, bayi itu mengangkat kedua tangannya. Minta digendong oleh Papa. Ale sama sekali belum berada dalam gendongan Papanya hari ini dan ia yang selalu mendapatkan perhatian Papanya itu langsung merasakan tubuhnya melayang. “Hai, Sayang,” ucap Drian miris. Biasanya saat ia pulang bekerja, Drian akan menemukan Ale dengan wajah segar dan wangi. Namun kali ini baju yang dikenakan putrinya masih baju yang semalam. Drian juga bisa merasakan getaran yang berasal dari perut putrinya itu. “Ale belum makan, Sayang,” ucapnya penuh penyesalan. Cepat-cepat Drian membawa Ale ke luar kamar namun ketika dirinya hendak menutup pintu agar Rhea bisa tetap tidur, remaja itu justru sudah bangun dan duduk di atas ranjang sambil mengucek kedua matanya. “Lapar, Om,” ujarnya pada Drian. Itu lah alasan kenapa saat ini Rhea makan dengan sangat berantakan di meja makan dan disaksikan oleh Zaki. “Aku akan siapkan makanan. Kamu bisa mandi dulu.” “Aku ga punya baju ganti.” “Baju Rhea banyak.” “Tapi-” “-Rhea! Semua yang kamu perlukan ada di dalam lemari. Handuk bersih juga ada di sana.” Dan Drian meninggalkan perawan Rhea begitu saja. Drian kemudian membawa Ale keluar. Barulah ia sadar bahwa ada Zaki yang ia ajak pulang. Karena kedua pria itu sebenarnya juga belum mendapatkan makan siang, Drian meminta Zaki untuk memesan makanan untuk tiga orang. Sementara itu Drian membiarkan Ale duduk di depan tivi dan menyetel video yang anaknya sukai sementara ia menyiapkan makanan. Drian menjadi sibuk sendiri menyiapkan makanan untuk Ale, beruntung ia sering memperhatikan Rhea memasak, sampai tidak menyadari bahwa dirinya menginjak tangan anaknya sendiri. Ale merangkak menuju Papanya seolah ia sudah tidak bisa menunggu lagi. “Sayang, Ale kenapa ga bersuara? Gimana kalo ketendang Papa?” ucap Drian setelah menggendong Ale dan memeriksa tangan putrinya. “Bukannya lo gue suruh jagain anak gue?” tanya Drian pada Zaki yang membelakanginya dan menghadap langit yang dihiasi awan hitam. “Gue barusan ditelfon sama Mas Ojol-nya. Makan siang kita udah ada di depan pintu.” Buru-buru Zaki membukakan pintu dan mengambil makan siangnya tak lupa mengucapkan terima kasih. Zaki melihat kantong belanjaan itu dan senyum lebarnya terkembang. Makan siang kali ini di danai oleh Adrian Russel. Kapan lagi ia bisa menikmati makanan dari restoran mewah satu ini, bukan? “Bini lo mana? Kok dari tadi ga keluar kamar?” tanya Zaki yang sudah mendahului. Kemudian di sini lah dia sekarang dengan Rhea yang menanyakan nama Zaki dan temannya itu yang tidak menyadari apa-apa tentang siapa yang sedang berhadapan dengannya. Drian yang tadinya mondar-mandir berhenti kemudian membuka keran wastafel sehingga air tersebut memenuhi wadah yang digunakannya untuk membuatkan makanan Ale yang gagal total. Drian tidak ingin putrinya keracunan sehingga ia memilih untuk memberikan s**u saja pada putrinya. “Kamu sudah selesai, ‘kan, Rhe?” “Belum, Om, aku masih-” “-Kamu sudah selesai. Nanti tambah lagi.” “Om?!” ulang Zaki. Tapi tidak ada yang memberikannya perhatian karena Rhea dan Drian sedang sibuk bicara. Drian akhirnya menang dan membuat Rhea menggendong Ale. Keduanya sekarang sedang menonton tivi dengan volume yang terlalu nyaring. “Lo ga bilang istri lo kecelakaan dan amnesia,” tuntut Zaki pada temannya itu. Ia akui Drian cenderung menyimpan semua masalahnya sendiri tapi tidakkah ini keterlaluan? Atau hanya Zaki saja yang menganggap pria ini teman baiknya? “Ki, gue ga butuh drama lo karena ada drama fantasi yang jauh lebih epic disini,” ucap Drian. Makan siang di depannya menjadi sangat tidak menarik sama sekali padahal perutnya lapar. “Rhea yang lo temui hari ini jauh lebih kecil dari yang lo temuin beberapa bulan yang lalu. Lo ga sadar?” tanya Drian dengan ekspresi takjub. Jika Rhea perawan sejenis keajaiban maka Zaki mungkin lebih dari sekedar keajaiban itu sendiri karena reaksi yang ia berikan sejak Rhea keluar dari kamar sama sekali jauh dari ekspektasi. “Apanya yang kecil?” tanya Zaki kemudian menoleh ke arah Rhea yang memeluk Ale sambil terus memastikan botol s**u formulanya tidak lepas dari mulut bayi berumur kurang dari satu tahun itu. “Oke stop! Jangan pandang bini gue!” ucap Drian penuh peringatan. Apa yang Zaki lakukan sekarang? Memindai tubuh Rhea dan mencari apa yang kecil pada tubuhnya? Yang Drian maksud adalah Rhea yang ini jauh lebih muda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD