Prolog

1124 Words
CALVIN!!! Teriakan itu menggema di mansion keluarga Abraham, hingga membuat seorang wanita paruh baya yang masih cantik dan segar menghampiri. "Dad, apa apa?" tanyanya pada sang suami. "Honey, hari ini ada tiga wanita datang padaku, dan mengaku tengah hamil anak Calvin." "Apa?" Anna menutup mulutnya terkejut. "Andai aku tak punya kemampuan, mungkin aku sudah menjadikan mereka semua menantuku," geramnya. Ya, beruntungnya Roland tahu caranya mencari tahu kebenaran tentang mereka, yang kebanyakan ingin menjadi menantunya karena status mereka yang kaya dan salah satu orang terkaya di Negara Amerika. Hingga mereka memanfaatkan Calvin yang pernah meniduri mereka. Dan yang membuat Roland geram bukan hanya kali ini saja wanita- wanita itu datang, hampir setiap bulan Roland kedatangan mereka dan membuatnya geram bukan main. Apa anaknya memang tak bisa tertolong? "Dimana anak itu?" "Di kamarnya, dia baru saja pulang mungkin sedang tidur." "Bagus sekali dia bisa tidur dengan tenang setelah membuat kekacauan ," ucap Roland yang melanjutkan langkahnya untuk ke kamar Calvin. Dengan tergesa Anna mengikuti langkah Roland sebelum suaminya itu membuat anaknya babak belur. "Dad, jangan terlalu keras padanya, maksudku jangan menggunakan kekerasan," sergah Anna, wanita itu meralat ucapannya. Roland masih mengeraskan rahangnya, tak peduli ucapan sang istri, dia benar- benar dibuat geram dengan tingkah Calvin. Bagaimana tidak dulu di usia Calvin Roland bahkan sudah memiliki perusahaan sendiri, tapi anak itu hanya tahu main saja. "Ingat dia mengikuti sikap siapa?" Anna masih berusaha menahan Roland dia tak mau terjadi sesuatu yang buruk pada keluarganya. Roland menghentikan langkahnya "Dengar Honey, dulu aku memang nakal, tapi aku tak lupa dengan kewajibanku." ya, saat itu Roland bahkan sudah tak mengandalkan orang tuannya. "Baiklah, anggap begitu, tapi tetap saja dulu kamu juga suka bermain wanita." Ya, Roland akui, dan dia berubah sejak bertemu Anna, dan Anna mampu merubahnya menjadi lebih baik. "Marahi dia, tapi jangan melakukan kekerasan!" Anna mengusap d**a Roland. Rolan menghela nafasnya berkali- kali agar menjadi lebih tenang. "Bangunkan dia, suruh keruanganku." akhirnya Roland mengalah. Anna mengangguk. "Aku akan membangunkannya." baru saja Anna akan pergi, Roland menarik kembali istrinya itu. "Maaf, sudah marah- marah," ucapnya penuh penyesalan. "Tidak apa, tapi kamu harus tenang, ingat kesehatanmu." Roland mengangguk lalu mengecup bibir Anna, barulah Anna pergi memasuki kamar Calvin. *** Calvin Zain Abraham pria berusia 26 tahun itu melangkah gontai ke ruang kerja sang daddy. Setelah Anna membangunkannya agar dia segera menemui Roland. "Dad," sapanya saat memasuki ruang kerja Roland. Roland menghela nafasnya saat melihat penampilan Calvin, wajah kuyu dan rambut berantakan menandakan jika Calvin benar- benar baru bangun tidur. Dan lihatlah penampilan anaknya itu, bocah itu bahkan berkeliaran dengan hanya mengenakan celana bokser dengan d**a yang di biarkan telanjang. "Kau tidak malu berpenampilan seperti itu." Calvin berdecak "Tidak ada siapapun di rumah Dad, jadi tak masalah." "Apa pelayan bukan manusia?" Roland menatap tajam Calvin, ya ... meski tak ada orang lain, tapi banyak pelayan yang berkeliaran, apalagi beberapa di antara pelayan adalah perempuan, bagaimana jika mereka juga di jerat olah Calvin dan berakhir tersakiti oleh putranya itu. Roland tidak suka jika pelayan di rumahnya di anggap remeh, mengingat dulu Anna istrinya juga pernah menjadi pelayan membuat Roland lebih memanusiakan mereka, terlebih dia juga takut menyinggung Anna. "Ya, Sorry." Roland menghela nafasnya "Kemasi barangmu, pergi ke Indonesia." Calvin yang sedang menguap pun menghentikan mulutnya hingga mulutnya terbuka. "Berapa hari Dad?" tanya nya tenang, Roland memang terbiasa meminta mereka pergi untuk mengunjungi orang tua mommynya Anna alias nenek dan kakek mereka. "Jangan pulang sebelum kau bisa merubah sikapmu." Roland bicara dengan tegas hingga Calvin tahu jika Daddynya itu bicara serius. "A-apa?" "Tidak mau, dad ... disana membosankan," tolaknya, apalagi pemikiran kakek dan neneknya yang kolot, dia tidak akan bisa bebas menjalani harinya. "Lalu kamu akan tetap disini dan tidak merubah kelakuanmu, kau tahu apa yang harus Daddy hadapi, berapa wanita yang mengaku hamil karenamu?" "Tapi dad, aku selalu menggunakan pengaman, jadi itu berarti mereka bohong. " "Astaga, bukan itu ..." Rolan menghela nafasnya. "Baiklah, hanya ada dua pilihan, pergi ke Indonesia, atau menikah dengan Amanda!" Calvin semakin membelalakan matanya "Apa? kau pasti bercanda Dad, ayolah ... menikah? tentu saja aku tidak mau, dan Amy ... ayolah Dad, dia itu anak ingusan." Amanda yang biasa mereka panggil Amy, adalah putri dari sahabat Roland, Alden. Dan Amanda adalah anak emas yang di jaga ketat oleh pamannya bernama Alan, hingga Calvin yakin bocah itu tak tahu caranya berciuman meski usianya sudah 19 tahun. "Kalau begitu tak ada pilihan lain." Roland menyandarkan punggungnya dan melipat tangannya di d**a. "Baiklah," ucap Calvin lesu. "Jadi." "Aku akan menemui Amy, tapi bagaimana jika Amy tidak mau, itu berarti aku juga tidak akan menikah, kan?" "Siapa bilang?" Roland menyeringai, dan Calvin menyadari dia memang harus tetap mengikuti Daddynya. **** Bukan Calvin namanya jika takut ancaman Roland, pria itu justru membuat Alden sahabat sang Daddy murka, sebab hampir menodai Amanda saat Calvin menemuinya. Bukan hanya itu dia juga di hajar Alan adik Alden si penjaga keponakan, saat memergoki dirinya mengungkung Amanda yang tengah kehilangan kesadarannya karena mabuk. "Kau, benar- benar!" Raung Roland murka, dan kali ini Anna tak bisa lagi mencegah Roland untuk melayangkan pukulan di rahangnya, hingga wajahnya yang sudah babak belur semakin tak enak di pandang. Anna sungguh kecewa, sebab Calvin melakukannya pada Amanda putri dari sahabat suaminya sekaligus sahabatnya sendiri, jadi Anna hanya bisa memalingkan wajahnya saat ini. "Kemasi barangmu sekarang juga!" Calvin berjalan dengan wajah menunduk hingga dia memasuki kamarnya, barulah wajah murungnya tersenyum. Tidak masalah, dari pada menikah dia lebih baik di kirim ke Indonesia, setidaknya dia masih bisa mencari kesenangan disana, meski tak sebebas di Negara asalnya, tapi dia masih melajang. Calvin menarik kopernya keluar dari kamar, dan menatap Anna yang masih diam enggan melihatnya. "Mom, sorry." meski Calvin nakal tapi dia tetap mencintai mommynya yang selalu saja membelanya meski Calvin tak pernah berubah, dan ada setitik rasa bersalah sebab sudah membuat mommynya bersedih. "Pergilah Nak, semoga kamu bisa berubah, dan dengarkan kata Nenek dan kakek." Calvin mengangguk, lalu beralih pada Roland yang menyerahkan sebuah tiket pesawat. "Apa ini Dad, pesawat komersil?" Roland mengangguk. "Bukankah kita punya jet sendiri," keluhnya dia tak ingin ikut mengantri hanya untuk menaiki pesawat. "Kamu harus belajar sejak detik ini juga." Roland menepuk pundak Calvin. "Apa? Dad, kau serius?" Roland menghiraukan dan pergi meninggalkan Calvin, tentu saja dengan Anna yang ia giring agar tak terkena bujukan Calvin. Dan disinilah Calvin sekarang di dalam pesawat kelas ekonomi dengan tempat duduk yang tak ada jarak dan penuh sesak penumpang "Oh, shit." umpatnya saat dirinya bahkan tak bisa meluruskan kakinya. Di sebelahnya ada seorang gadis yang tersenyum malu- malu, tapi terang- terangan memperhatikan. Menatap dengan kagum sosok Calvin pria yang tampan dan menawan. Calvin melihat dari atas ke bawah, memperhatikan bentuk tubuh bahkan wajah gadis itu, "Lumayan," gumamnya, lalu senyum seringai terbit di bibirnya. "Hay, baby ... aku Calvin, mau ke toilet?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD