bc

Lakuna

book_age12+
0
FOLLOW
1K
READ
alpha
others
goodgirl
sweet
bxg
campus
highschool
first love
friendship
Writing Academy
like
intro-logo
Blurb

Perasaan manusia adalah hal yang sangat tidak pasti. Tuhan maha membolak – balikkan hati, bukan? Sama seperti perasaan sepasang manusia ini. Berawal dari pertengkaran setiap kali bertemu, bersahabat dan sekarang mereka saling jatuh cinta. Namun, persahabatan antara Serenata dan Dikara berubah menjadi boomerang bagi mereka.

Kekhawatiran muncul pada diri mereka masing – masing. Tidak ada keberanian sebesar itu untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Tidak memiliki keberanian untuk mencoba mempercayai apa yang mereka rasakan. Takut. Mereka berdua takut jika saja mereka salah paham dan hanya merusak hubungan yang telah ada selama ini. Memendam perasaan bukan hal yang buruk, pada awalnya. Selama masih bisa bersama dan sedekat ini tidak akan masalah, pikir mereka.

Hingga keadaan tiba – tiba berbalik, menjadi rumit. Harusnya semuanya mudah saja. Hanya saja mereka terlambat. Terlambat menyadari apa yang sebenarnya mereka rasakan, terlanjur mempercayai apa yang mereka ingin percaya. Kini, semua keputusan tampak berat. Pilihan mana yang akan mereka pilih? Bagaimana dengan penyesalan yang akan hadir esok?

chap-preview
Free preview
01
----- Author PoV----- “Adekkkkkk” Teriak seorang wanita dewasa di depan pintu kamar yang bertuliskan Princess Room’s. “…” Tidak ada sahutan dari dalam sana. Langsung saja sang ibu masuk ke dalam dan mencoba membangunkan si princess rumah ini. “Bangun, udah siang.” Ucapnya sekali lagi dan menarik selimut yang menutupi tubuh gadis itu, tampak hangat. “Hmm” Gadis kecil itu mengeluh pelan, udara dingin tiba – tiba menyentuh kulitnya. Mengganggu tidurnya. “Kamu tuh habis sholat subuh gak usah tidur lagi kenapa sih.” Lanjut si ibu dengan tetap berusaha menarik selimut berwarna maroon yang tampak sangat tebal dan hangat. “Hmmm” Ucap gadis ini dengan nada yang masih sama malasnya, masih sangat mengantuk. Semalam dia tidur tepat waktu tapi tetap saja dia tidak bisa tidak tidur setelah sholat subuh. “Udah jam berapa ini?” Tanya ibunya pada si gadis manis yang kini menyerah menarik selimut dari ibunya. “Berapa?” Tanya balik. “Jam 6.” Gadis itu langsung membuka matanya dan mendudukkan diri. Sudah jam 6 dan dia masih belum bersiap – siap. Gadis itu berusaha langsung bangun dan berlari menuju kamar mandi yang ada didalam kamarnya. “Cepetan mandinya.” Seru sang ibu dan hanya menggelengkan kepalanya. Keluar dari kamar itu dan melanjutkan kegiatannya setiap pagi. Menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Brak Gadis itu membuka pintu kamar mandinya dengan keras. Buru – buru. Dia mandi dengan sangat buru – buru. Sebenarnya bisa saja dia tidak mandi, hanya saja rasanya akan aneh. Mengingat hari ini kemungkinan dia akan pulang sore hari. Pasti tidak nyaman jika dia tidak mandi sekarang, pikirnya. Gadis itu mulai mengeluarkan bajunya dari dalam lemari miliknya yang berdiri sangat tinggi setelah memastikan seluruh kulitnya sudah kering dan hanya terasa lembab sekarang. Gadis itu mulai berpakaian dan bersiap untuk segera keluar dari sana lalu menyambut hari barunya. “Bun, nggak usah sarapan deh.” Ucapnya saat menuju dapur dan mencari botol minumnya. “Kenapa?” Tanya si ibu padanya. “Nanti telat, bekal aja deh.” Jelasnya sembari memasukkan botol minum yang sudah diisi penuh dengan air, dia tebak ayahnya yang menyiapkan minumnya. “Masuk jam berapa sih?” Tanya gadis muda dari arah belakang yang tampak sudah rapi. “Jam 7 sih harusnya udah disana.” Ucapnya menjawab pertanyaan dari sang kakak yang kini ikut mengambil botol minum lain yang sedari tadi berdiri disamping botolnya. “Lah kenapa berangkat sekarang deh?” Tanya kakaknya sekali lagi. “Udah siang.” Jawabnya cepat. “Masih jam setengah 6 adek.” Ucap lelaki dewasa yang kini sedang menimang kucing dan berjalan ke arah mereka. “Hah?” Princess kita ini tampak bingung sekarang. “Diboongin bunda kamu tuh.” Ucap si kakak pada akhirnya. Gadis itu langsung meraih tangan kakaknya, melihat ke arah jam yang sekarang melingkat ditangan kakaknya itu dengan indah. “BUNDA IH.” Gadis itu tampak kesal. Sekarang masih menunjukkan pukul 05:35 WIB. Masih sangat pagi. “Kamu sih bobo terus.” Ucap ibunya pada dirinya dengan tetap santai. “Kasihan sekali adikku ini.” Ucap si kakak yang kini sedang menikmati makannya. “Kalo udah jam 6 lewat mah kakak udah berangkat kali dek.” Ucap Ayahnya. Kakaknya kuliah dan setiap hari ada kelas pagi, yang paginya benar – benar kelewatan. “Pagi amat kak.” Ucap gadis itu. Si kakak hanya mengangguk dan melanjutkan makanya. Dia harus berangkat sekarang juga. “Adek gak mau kuliah di tempat kakak pokoknya.” “Kenapa?” Tanya ayahnya. “Males, berangkatnya subuh.” “Ye, ntar kamu masuk kampus kakak mampu.” Ucap kakaknya dan langsung berpamitan pada bunda mereka, setelah membersihkan alat makannya. “Gak gak, aku mau cari kampus yang masuk siang – siang terus aja.” Ucapnya dan mencium tangan kakaknya. “Heleh, iya deh. Kakak berangkat dulu ya. Assalamualaikum.” Ucap Kakak dan pergi meningglkan dapur mereka diikuti oleh ayah dan bunda. Keluarga yang hangat, bukan? Cukup lama kedua orang tua gadis itu pergi meninggalkan dirinya. Dia tetap berada disana dan menghabiskan sarapannya. Gadis itu mengambil handphone yang berada di tasnya. Mencoba melihat apakah ada pesan masuk atau apapun itu. Tidak ada. Cih, yang benar saja tidak ada yang mengajaknya berangkat bersama. Ya sudah, hari ini dia diantar ayah saja. “Yah.” Panggilnya saat si ayah sudah berada disana bersama bunda dan sedang memakan sarapan mereka. “Hmm?” Sahut ayahnya dan menolehkan kepala ke arah gadis itu. “Anterin adek ya?” Tanyanya. “Kan hari ini emang dianterin ayah.” “Eh?” “Kamu kemarin kan bilang, temen – temen semua dianterin jadi adek mau dianter juga. Lupa?” Gadis itu mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat apa yang barusan dikatakan ayahnya. “Oh iya. Pantesan aja gak ada yang sms adek.” “Hih lupaan. Berangkat jam berapa nanti?” Tanya ayahnya sekali lagi. “Nanti aja jam 7- an.” Jawabnya. “Eh kok jam 7, kan masuknya jam 7 lebih 15. Habis makan ini aja Yah langsung anterin adek.” Sahut bunda, si ayah melihat ke arah princess mereka dan gadis itu hanya menganggukkan kepalanya menyetujuhi ucapan bundanya. “Buruan habisin.” Ucap Ayahnya dan dia menyimpan ponsel miliknya dan memfokuskan dirinya pada makanan yang ada diatas piringnya. Tidak butuh waktu lama untuk gadis itu menghabiskan makanan yang ada disana. “Ayo Yah.” Ucap gadis itu saat suapan terakhir masuk ke dalam mulutnya. “Bentar kali dek, ayah masih belum habis nih makannya.” Ucap Bunda yang kini melihat ke arah piring suaminya, masih tersisa sedikit makanan dan pria dewasa itu masih mengunyah. “He he, aku pake sepatu dulu ya.” Pamitnya dan langsung menuju ke depan, tempat dimana seluruh sepatu di rumah ini berada. Selesai dengan sepatunya, gadis ini langsung menuju ke teras. Mencoba menghirup udara segar. Selesai sudah liburan panjangnya. Kini dia harus memulai kehidupannya lagi. Semoga saja kali ini lebih baik dari sebelumnya. Tidak banyak yang dia harapkan, dia hanya ingin hidup dengan tenang, tanpa gangguan dan tentu saja dia berharap dia bisa santai ho ho ho. “Ayo dek.” Ucap ayah yang kini sudah berada di depannya. “Malah ngelamun. Udah sana berangkat.” Kini giliran bunda yang mengusirnya. “Iya iya. Berangkat ya bun. Assalamualaikum.” Ucap gadis itu dan mencium tangan bundanya. “Waalaikumsalam, hati – hati ya. Have fun.” Dia hanya tersenyum dan pergi menuju ayahnya yang sudah siap diatas motornya untuk mengantar princess mereka ke tempat baru. “Ngebut gak nih dek?” Tanya ayahnya, sedari tadi gadis ini tampak diam dan menikmati jalanan. “Sedengan aja deh.” Jawabnya. “Oke.” “Ihh Ayah, kok malah ngebut sih.” Protes gadis itu yang kini langsung mengeratkan pelukannya. “Kamu sih bengong aja, kenapa deh?” Tanya Ayahnya. “Ngantuk adek tuh.” “Heleh kamu tidur terus aja.” “Hmm, males banget.” “Hih. Udah bangun cepetan mau sampe nih.” “Cepet banget sih.” “Jarak dari rumah ke sekolah kamu nih cuma seupil dek, ya kali 1 jam perjalanan.” “…” “Turun dimana dek?” Tanya ayahnya. “Di depan gerbang aja Pak.” Jawabnya. “Dikira ojek apa ya. Oke mbak.” Sahut ayahnya, berhasil membuat gadis itu tersenyum. Akhirnya. “Hati – hati ya dek.” Ucap si Ayah padanya saat dia turun dan mencium tangan lelaki dewasa itu. “Heem.” Jawabnya singkat. “Senyum kenapa sih, sapa tau ntar dapet pacar.” Godanya pada anak bungsunya itu. “Heh, males banget.” Jawabnya dengan mencebikkan bibirnya. “Awas aja ya nanti kalo punya pacar.” Jawab Ayahnya dengan cekikikan. “Oke deh aku cari pacar aja, ntar aku mau ganti – ganti aja cowonya.” “Idih.” “Ha ha ha. Udah ih, adek mau masuk. Telat nih.” “Iya deh, udah sana adek masuk dulu.” “Bye ayah, makasih.” Ucapnya sembari melambaikan tangannya pada sang ayah yang juga melakukan hal yang sama. Manis sekali. “Iyaaa.” Jawabnya dengan tersenyum. Kini princess kecilnya sudah jauh dari pandangannya. Sudah besar sekarang princessnya, mana mau cari cowo lagi ya ampun. Gadis itu tampak terdiam sejenak, menatap gedung yang menjulang lumayan tinggi di depannya. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Gadis itu tampak menghembuskan nafasnya berkali – kali. Entah apa yang membuatnya merasa sangat berat dan tidak nyaman. Entah apa yang kini berada dipikirannya. Hari ini, hari pertama dia masuk sekolah lagi setelah sekian lama dia liburan. Entah berapa bulan dia libur. benar – benar libur, tidak ada kegiatan sama sekali. Entah lah, yang pasti hari ini adalah hari pertama dia memulai kegiatan belajarnya lagi. Hari ini dia resmi menjadi siswi SMP. Yap, hari ini adalah hari pertama dia MOS. Masa Orientasi Siswa. Dia hanya berharap kakak kelasnya tidak aneh dan tidak ada perpeloncoan. ----- Serenata PoV--- HUFT~ Hari ini sudah mulai saja. Sudah tidak ada lagi rumah yang tenang sepanjang hari. Kini dia harus memulai hari – harinya yang melelahkan. Aku hanya berharap aku berada di kelas yang menyenangkan. Tidak perlu ada drama kekanakan lagi dan aku berharap semuanya menyenangkan. So, aku harus kemana sekarang. Aku benar – benar tidak tahu tempat ini. Asing sekali rasanya. Harusnya tadi berangkat bersama teman – teman saja, setidaknya akan ramai dan aku tidak sendirian. Terus sekarang bagaimana, apa aku harus keliling saja atau bertanya pada kakak kelas yang tampak mengerikan didepan? Ya. Aku lebih baik keliling saja, baru nanti kalo sudah terseset aku tanya pada mereka. Sepertinya seperti itu lebih baik dari pada aku harus bertanya sekarang pada manusia – manusia yang tampak sangat mengerikan disana. Semoga saja nanti aku bertemu kakak kelas yang lebih ramah dan mau mengantarku ke kelas. Sudah cukup lama gadis ini berkeliling, mengelilingi tempat yang sama saja sebenarnya. Dia sudah berkali – kali mengelilingi sekolah ini. Sayap kanan, sayap kiri, depan dan juga belakang bahkan gadis ini sudah mencapai parkiran belakang sekolah tapi dia tetap tidak bisa menemukan kelasnya. Entah apa yang salah dengan dirinya dan parahnya dia tidak bertemu teman – teman dari SD – nya sama sekali. Dan sekarang sudah jam 7 lebih 12 menit, mantab. Kini tidak ada lagi kakak kelas yang berkeliaran disekitarnya. Orang – orang sudah memasuki kelas mereka masing – masing. Hanya dia yang tersisa. Harusnya dia menelfon temannya saja tadi. Pasti sekarang mereka semua tidak memeriksa ponselnya. Duh~ “Dek.” Seseorang menepuk pundakku. “Iya kak?” sahutku setelah melihat gadis yang ku tebak adalah salah satu panitia MOS tahun ini. “Kok masih di luar?” Tanyanya. “Iya kak, kelasnya belum ketemu.” Jawabku sambil tersenyum. “Loh. Gugus berapa?” Tanyanya sekali lagi. “Gugus 3 kak.” Jawabku cepat. “Wah didepan dong. Bentar – bentar.” Jawab kakak itu buru – buru dan sekarang celingukan, seperti mencoba menemukan seseorang. “Eh, ANDI!” Teriaknya saat matanya menangkap seorang lelaki yang sedang berjalan ke arah berlawanan dengan mereka sekarang. “APA?” Jawab si Andi dengan balik berteriak. “SINI.” Entah kenapa kakak ini masih terus saja berteriak, padahal tidak usah berteriak juga pasti sudah bisa terdengar. “Apa?” Tanya lelaki itu saat sudah berada di hadapan mereka. “Lu jaga gugus 3 kan?” Tanyanya memastikan. “Iya, kenapa?” Tanya lelaki itu tidak sabaran. “Nih, tersesat adiknya.” Jawab gadis itu dan kedua kakak kelas itu mengarahkan padangannya kepadaku. Tentu saja aku langsung nyengir. “Ye dek, gugus 3 mah didepan, ngapain ke belakang sini?” Tanyanya padaku. Kan aku nggak tahu denahnya kak. Jawabku dalam hati. “Nyasar kak.” Jawabku. “Ye. Ya udah deh ayo sama aku.” “Iya kak.” Jawabnya dan lelaki itu langsung berjalan mendahuluiku. “Eh kak, terima kasih.” Ucapku pada kakak yang tadi menemukanku. “Iya, udah sana buruan.” “Iya kak.” Idih, si kakak itu malah ninggalin aku sekarang. “Ayo dek, ntar nyasar lagi kamu.” Teriak lelaki yang kini mengentikan langkah kakinya, menunggu dirinya disana. “Iya.” Aku berlari, tidak ingin semakin terlambat. “Nama kamu siapa?” Tanyanya saat aku berada tepat disampingnya. “Eta kak.” Jawabku singkat. “Eta siapa?” Tanyanya sekali lagi. “Serenata.” “Bagus namanya.” Ya iya lah, dikasih ayah aku. “Makasih kak.” Butuh waktu yang cukup lama bagi mereka untuk sampai di kelas tempat gugus 3 berada. Oh iya, gugus ini tuh berdasarkan nilai hasil ujian nasional pas SD. Aku masuk gugus 3, pinter memang aku nih. “Tuh kelasnya, kamu besok kalo dari gerbang langsung lurus aja ikutin jalan utama sampai ngelewatin kolam ikan terus belok kanan sampe ngelewatin taman sama ruang guru nah itu udah sampai di gugus 3.” Baik juga kakak ini. Pantas saja tadi rasanya jauh sekali, bukannya lurus aku malah muter ke jalan belakang. Dah lah. “Pantesan tadi nggak ketemu kak.” “Kamu lewat belakang sana ya?” Tanya kakak itu padaku. “Iya he he.” “Pantes aja sampe sana tadi. Jauh ya?” “Iya.” Aku tersenyum. “Serenata Nirmala Sarayu?” Oh oh. Namaku sudah diabsen dan aku masih berada di depan pintu. “Hadir hadir ini hadir Serenata.” Ucap kakak itu dengan heboh. Membuat semua orang yang ada didalam kelas menolehkan kepalanya ke arah kami, pintu. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku, malu sekali semua orang memandang ke arahku. Disana ada 2 kakak kelas, perempuan dan laki – laki. “Loh kok baru dateng?” Tanya kakak laki – laki yang ada disana, lelaki itu beranjak dari duduknya dan menghampiri kami. Grep Hah. Kakak yang sedari tadi berjalan denganku menarik tanganku dan mengajakku masuk. Bukannya duduk tapi berdiri didepan papan tulis. “Nyasar tadi adiknya.” Ucap kakak itu dan masih belum melepaskan tanganku. “Kok ketemu sama lo?” Kini kakak perempuan itu bertanya kepadanya. “Ketemu di belakang.” Jawabannya. Aku masih diam dan mencoba menolehkan kepalaku ke arah anak – anak baru disana. Ican. Itu dia, lelaki itu sedang tersenyum kepadaku. Mengarahkan tangannya dan menujukkan tempat duduk disampingnya yang kosong. “Ayo perkenalan.” Kata kakak itu padaku. Aku menolah dan menganggukkan kepalaku padanya. Lah. Baru aja sampai ya kali langsung perkenalan sih. “Ayo cepetan.” Ucap kakak laki – laki yang sekarang sudah duduk kembali. “Iya kak.” Aku melangkahkan kakiku ke depan, untungnya si kakak sudah melepaskan tangannya dariku. “Hallo, selamat pagi.” Ucapku, entah kenapa suaraku terdengar cukup keras. “Pagi!!!” Ucap teman – temanku, eh calon teman – temanku. “Perkenalkan saya Serenata Nirmala Sarayu, bisa dipanggil Eta.” Ucapku lancar. Aku tersenyum diakhir. “Hai Eta.” Ucap para kakak kelas yang kini sedang menatapku, lagi. “Hai Eta!!!” Anak – anak lain juga melakukan hal yang sama dan aku hanya tersenyum. ----- Author PoV----- Semuanya tampak memandang ke arah gadis itu, Eta. Namanya adalah Eta. Gadis kecil dengan pipi gembul itu bernama Eta. Semua orang kini sedang memandang ke arahnya. Dia hanya tersenyum membalas sapaan dari semua orang yang berada di kelas itu. Sesi perkenalan itu berjalan cukup singkat, mengingat disini ada puluhan anak tentu saja perkenalan tiap individu dilakukan dengan cepat agar tidak melebihi waktu yang sudah ditentukan. Setelah melakukan perkenalan singkat itu, Eta segera menghampiri Ican yang tampaknya sudah mempersiapkan bangku untuk dirinya. Teman yang baik memang. Ican adalah temannya dari Sd. Tidak – tidak, dari TK mereka sudah berteman baik dan sekarang mereka berada di gugus yang sama. Lelaki itu tampak menyesal karena dia tidak menunggu Eta hingga gadis itu tersesat dan akhirnya terlambat masuk ke dalam kelas. “Maaf ya Ca.” Ucap Ican padanya. “Hah?” sahutnya. “Maaf kenapa deh?” Tanyanya. “Maaf tadi gue duluan, jadi lonya nyasar.” Ucap Ican. “Nyantai aja kali, sekarang udah nyampe juga.” Jawabnya dengan senyuman, membuat Ican ikut tersenyum. Gadis itu tidak marah padanya. Sebenarnya banyak sekali anak dari SDnya yang masuk di sekolah ini, namun hanya dia dan Ican yang berada di gugus 3, yang lain ada di gugus 1 dan 2 ha ha ha. Kegiatan MOS hari pertama ini tidak terlalu berat. Hanya berisikan perkenalan dan game – game ringan. Tidak ada perpeloncoan, setidaknya tidak hari ini. Hari ini sungguh menyenangkan. “Udah inget nama – namanya belum?” Tanya Ican pada Eta. “Udah, dikit sih.” Jawabnya. Gadis ini kesulitan mengingat nama dan wajah seseorang. Tidak sesulit itu sebenarnya hanya saja dia merasa kesulitan karena tidak bisa melakukannya dengan cepat. “Ntar istirahat kita latihan.” Ucap Ican, lelaki itu baik sekali hari ini padanya. Eta tersenyum dan menganggukkan kepalanya pada Ican. “Habis ini nanti kita ke lapangan ya.” Ucap kakak perempuan yang tadi. “Iya kak.” Jawab semua anak. “Sekarang kalian kenalan dulu deh sama ya.” Ucapnya dan mereka meninggalkan kelas. Mungkin ada sesuatu yang harus segera diurus. “Iyaa.” Sekali lagi anak – anak menjawab dengan kompak. “Hai.” Belum juga Eta menutup mulutnya, lelaki didepannya menolehkan kepalanya dan say hi padanya. Gadis itu langsung tersenyum dan menjabat tangan lelaki yang sedari tadi duduk didepannya tapi dia sudah lupa bagaimana wajahnya. “Hai.” Jawabnya dengan senyum lebar. “Aku Zidan. Kamu Eta kan?” Lelaki itu memperkenalkan dirinya. “Hai Zidan, iya aku Eta.” Eta masih tersenyum. “Boleh minta nomer telepon kamu gak?” Tanyanya pada Eta dan gadis itu langsung memberikan nomernya pada Zidan. Itung – itung teman baru, pikirnya. “Makasih Ta.” “Sama – sama Zi.” Jaman sekarang semua orang menggunakan SMS untuk berbagi kabar. Didukung dengan promo menarik dari setiap provider, misalnya setelah mengirim 500 SMS akan mendapatkan bonus 500 SMS gratis ke seluruh operator. Kan lumayan. Perkenalan itu terus berlanjut. Selain bertukar nama mereka juga bertukar nomor telepon. Sekelas. Semua anak melakukan hal yang sama. Menyenangkan, hanya saja Eta sudah lupa siapa saja tadi yang sudah berkenalan dengan dirinya. Sudah lah, nanti lama – lama juga akan hafal dengan sendirinya bukan? Ya, tentu saja. Gadis itu menjawab dalam hatinya. Suasana kelas berubah menjadi lebih ramai, menyenangkan. para kakak kelas sudah kembali sedari tadi namun mereka hanya membiarkannya saja karena mungkin mereka juga berpikir yang kami butuhkan sekarang selain materi adalah perkenalan seperti ini. “Adek adek.” Ucap kakak yang tadi bersama dengan Eta, membuat seluruh kelas menjadi kondusif lagi. “Ayo ke lapangan sekarang.” Ucapnya. Eta, Ican, Zidan dan teman – teman yang langsung berdiri dan membuat barisan yang rapi, keluar dari kelas dan langsung menuju ke lapangan bersama dengan siswi baru dari gugus lainnya. MOS dilakukan selama 3 hari. Dalam aturannya perpeloncoan dalam betuk apapun dilarang, MOS harus berguna dan bermanfaat, kegiatan MOS harus berisikan seminar – seminar tentang sekolah dan remaja yang mana narasumbernya adalah para guru SMP mereka sendiri. Jauh lebih baik dari tahun – tahun sebelumnya yang mana masih banyak kasus perpeloncoan dengan berbagai macam bentuk. Semoga saja mulai tahun ini tidak akan ada lagi kasus – kasusu perpeloncoan seperti yang sudah – sudah pada tahun sebelumnya. Semua siswa – siswi baru dan juga para kakak pembina sekarang sudah berada di lapangan. Berdiri sesuai dengan barisan yang sudah ditentukan sebelumnya. Didepan mereka kini sudah ada kepala sekolah yang tampak siap memberikan berbagai macam wejangan kepada mereka. Mereka dipersilahkan untuk duduk. Cukup lama waktu yang dibutuhkan untuk kepala sekolah dan jajarannya untuk menyampaikan materi. Tidak terasa Eta tertidur sejenak. Mengantuk sekali rasanya. Untung ada Ican yang duduk didepannya, jadi Eta bisa bersandar dipunggung lelaki itu dengan nyaman. “Ta, bangun.” Ucap seseorang padanya dari arah samping, Ican juga menggerak – gerakkan tubuhnya berusaha membuat sahabatnya ini segera terbangun. “Hmm?” Eta mengangkat kepalanya dan mulai membuka matanya. “Bangun Ta.” Ucap Sisil. “Udah selesai?” Tanya Eta. “Diliatin sama kakak kelas noh.” Lanjut Ican menjelaskan pada Eta. “Ya ela, ngantuk banget nih.” Keluhnya. “Tahun dulu bentar, abis gini juga pulang.” Jelas Sisil pada Eta dan gadis itu hanya menurut, mencoba membuka matanya dan menyimak apa yang dijelaskan bapak guru yang sedang berada di depan sana. “Beneran habis gini pulang?” Tanya Eta sekali lagi pada Sisil. “Iya beneran.” “Alhamdulillah, ngantuk banget nih.” Jawab Eta. “Sabar – sabar, bentar lagi kok.” Eta mengangguk dan mencoba memfokuskan dirinya pada apa yang sedang terjadi di depan sana. Benar apa yang dikatakan Sisil padanya. Kini setelah kepala sekolah kembali menutup pidato terakhirnya, mereka dipersilahkan untuk kembali ke kelas dan langsung pulang, tidak boleh ada perkumpulan apapun lagi. Syukur deh, bisa langsung tidur siang. Pikir Eta. “Pulang sama siapa Ca?” Tanya Ican padanya. “Nah iya, ayah belum pulang nih pasti masih siang gini.” Jawabnya dan mulai berpikir dengan siapa dia pulang hari ini. “Ya udah sama gue aja deh.” Ucap Ican. “Lu bawa sepeda berapa?” Tanyanya. “LIMA. Ya satu lah Ca.” Jawabnya dengan malas. “Terus gue?” Tanya Eta sekali lagi. “Gue bocengin.” Jawabnya dan Eta setuju. “Lu kok nggak bilang sih kalo bawa sepeda, tau gini kan gue bawa sepeda aja.” Eta mencebikkan bibirnya. “Ya udah besok aja lo gue jemput ya, bawa sepeda.” Ucap Ican. “Kirain lu boncengin gue lagi Can.” Ucap Eta dengan cekikikan. “Yeu, mampus gue tiap siang goncengin dugong.” Plak Eta menepuk pundak Ican lumayan keras. “AW!!” Ican mengeluh. “SAKIT!” Ucapnya. “Ya elu!” Balas Eta tidak terima. “Ca.” Panggil Ican setelah sekian lama mereka terdiam. “Hm.” Sahutnya asal – asalan. “Habis gini lu pacaran gak?” Tanya Ican padanya. “Mana ada yang suka sama gue, gendut gini.” Ucapnya tidak percaya diri. “Lu gendut – gendut gini cakep Ca aslinya mah.” Bagaimanapun menurut Ican, Eta sangat cantik. Gadis ini memang cantik, mungkin dia bukan gadis tercantik di sekolah tapi tetap saja dia sangat cantik, baginya, “Hmm, boong terus tuh mulut.” “Dibilangin malah kaga percaya lu.” Ucap Ican. Jujur saja, gadis ini sangat cantik. “Hmm, gatau ah nanti dulu. Gue mau cari temen dulu aja.” Jawab Eta padanya. “Gue kan temen lo Ca.” “Ya nambah la, ya kali sama lu mulu.” Eta memutar bola matanya malas, tidak habis pikir dengan temannya ini. “Kenapa emang kalo sama gue doang?” “Lo mau ke toilet sama gue?” Tanya Eta. “Kaga apa – apa sih Ca kalo lo maksa mah” Ucap Ican cekikikan. “Minta digampol nih anak.” “Ha ha ha. Udah diem lu, nanjak nih.” “Kuat gak lo?” Tanya Eta. “Diem makanya.” “Idih.” “HAH” Ican menghela nafasnya keras. Mereka sudah melewati tanjakan. “Ca.” Panggi Ican sekali lagi. “Apa?” “Ntar kalo lo punya pacar kita tetep temenan gak?” Tanyanya dengan suara pelan. “Ya elah, belum aja gue punya gebetan lo udah parnoan aja.” Eta tersenyum, lucu juga temannya ini. “Hmm kan gue khawatir Ca.” “Khawatir apa?” Tanya Eta padanya. “Khawatir kalo lo ntar disakitin.” “Coy.” Eta tertawa, bisa – bisanya dia berpikir seperti itu. Mereka berdua tertawa diatas sepeda ditengah jalan disiang hari yang panas. “Pokonya beneran ya Ca, kita kudu tetep berteman meskipun ntar lo punya pacar.” Ucap Ican, Eta hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju. “Gue terus, emang lo gak Can?” Tanya Eta. “Gak tau, liat ntar aja.” “Heleh, palingan ntar lo punya banyak cewe. Yakin dah gue.” “Hmm liat aja sih.” Mereka terdiam, melihat jalanan yang kini dipenuhi oleh anak – anak SMP. Banyak ada dari sekolah lain yang berada di jalur berseberangan dengan mereka. Ramai sekali jalanan ini. dari sekian banyak anak yang ada dimuka bumi ini Eta harus bersama dengan Ican. Entah kemana teman – teman perempuannya, kenapa dia tidak pulang dengan teman perempuannya saja ya? Entah lah, tadi tidak ada pikiran untuk mencari mereka. Pacar? Pacaran? Tidak mungkin. Rasanya tidak mungkin saja dia memiliki pacar. Dia tidak cukup percaya diri dengan tubuhnya. Dia merasa tidak secantik anak – anak lainnya. Tapi, memang sih sedari TK selalu ada teman laki – laki yang menyukai dirinya, tapi tetap saja rasanya dia masih terlalu muda untuk melakukan hal – hal seperti itu. Sudah lah, biarkan saja. Yang terjadi nanti biar saja terjadi.    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Perfect Honeymoon (Indonesia)

read
29.6M
bc

A Boss DESIRE (Ganda - Gadis)

read
984.6K
bc

CRAZY OF YOU UNCLE [INDONESIA][COMPLETE]

read
3.2M
bc

Istri Muda

read
392.1K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

PASSIONATE LOVE [INDONESIA] [END]

read
2.9M
bc

HELP ME - BAHASA INDONESIA (COMPLETE)

read
10.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook