58. Terungkap

1392 Words
Andara yang baru selesai menyiram tanaman dibuat terkejut saat melihat wajah muram Chloe. Wanita berstatus Ibu dua anak itu segera menghampiri Chloe yang sedang mengandung calon cucu pertamanya. “Ada apa cantik?” tanya Andara setelah mengambil duduk di sebelah Chloe. Agaknya Chloe sedang melamun karena saat Andara memanggil, calon Mama muda itu tersentak kecil. “Nggak ada apa-apa, Tante,” balas Chloe santai supaya Andara tidak khawatir. Sudah cukup bersyukur dia diizinkan tinggal disini. Maka dari itu Chloe tidak ingin membebani Andara dengan kejadian di sekolah tadi. Sementara itu, Andara yang tidak percaya langsung menatap Chloe menyelidik. Ditatap seperti itu tentu saja membuat Chloe gugup karena gadis itu hampir tidak pernah berbohong. “Kalau ada apa-apa, cerita sama Tante, oke?” bujuk Andara yang masih tidak percaya dengan jawaban Chloe tadi. Chloe tersenyum manis dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Menyadari jika anaknya tak berada di rumah, Andara segera mengajukan pertanyaan, “dimana Ralph? Tante gak lihat dia daritadi.” “Cleon tadi izin mau ada kerja kelompok, Tante,” bohong Chloe. Dalam hati, wanita itu merutuki dirinya sendiri yang sudah dua kali berbohong di hadapan Andara. Tidak mungkin Chloe menjelaskan jika Ralph sedang menemui Brisia karena kejadian tadi. “Duh ... Panggilan sayangnya manis banget.” Andara menggoda karena saat pertama kali mendengar wanita di depannya ini memanggil anaknya dengan panggilan berbeda, Andara lupa untuk menggodanya. “A—apa sih Tante,” alih Chloe dengan pipi merona. Bahkan rona merah itu sudah menjalar hingga ke telinga. “Oh iya, dimana Sela? Chloe gak lihat anak manis itu sejak pulang sekolah tadi.” Sengaja Chloe mengalihkan pembicaraan supaya tidak digoda lagi. “Sela lagi diajak main sama Mamanya Seli.” Setelah menjelaskan, Andara kembali terdiam kala ingatannya mengarah kepada sosok gadis berstatus sebagai kekasih anaknya, dahulu. Andara harus menjauhkan Ralph dari gadis tersebut, apalagi saat mengetahui bahwa Ayah gadis tersebut adalah Mores Millano. *** Langkah kaki Ralph tampak ragu memasuki resto tempatnya membuat janji. Mungkin jika ada yang tau, dia akan disebut sebagai makhluk aneh karena yang membuat janji adalah dirinya sendiri. “So-sorry lama,” gugup Ralph kala berhadapan dengan ketiga sahabat Ralin. “Gak usah basa-basi. Apa tujuan lo minta kita bertiga kesini?” Alvero dan Jeno menatap Brisia terkejut karena baru ini mereka mendengar langsung sahabatnya berbicara kasar. Biasanya gadis itu akan berbicara seperti seorang Adik. Ralph menelan kalimatnya bulat-bulat saat mendapati raut Brisia yang terlihat sangat marah. Bahkan semua kata-katanya yang sudah disusun rapi, hilang begitu saja dari ingatan. “Gue minta maaf karena udah nyakitin Classica.” Apa? Mereka tidak salah dengar, kan? Jauh-jauh ketemu hingga memotong jam bersantai, hanya untuk meminta maaf? “Lo cuma bisa bilang maaf?” ujar Jeno dengan suara rendahnya. Di balik meja, kedua tangan pemuda itu mengepal sangat kuat demi menahan emosinya. “Setelah apa yang lo perbuat sama sahabat kita, hanya maaf? Iya?” Saat ini Jeno masih berusaha untuk meredam segala emosinya supaya tidak menghajar manusia di depannya tersebut. “Bukan-bukan!” Ralph menyergah sembari mengibaskan tangannya. “Gue minta maaf karena bikin kalian berpisah.” Alvero berdecih sinis saat menyadari tidak ada ketulusan dari ucapan itu. Daripada membuang waktu sia-sia, lebih baik ia segera mengeluarkan pertanyaan. “Lo yakin, di perut Chloe itu darah daging lo?” Keadaan menjadi hening setelah Alvero mengeluarkan pertanyaannya. Brisia dan Jeno menggaruk keningnya bingung, sementara Ralph mengernyit karena pertanyaan itu. “Tentu anak gue. Meskipun gue gak ngerasain kejadian yang sebenarnya, tapi gue merasa ada ikatan batin sama anak di perut itu.” “Itu karena lo ngerasa bersalah sama dia!” dengus Brisia kesal. Tidak ada bukti, tapi sudah mempercayai. “Cari bukti dulu, biar gak ada rasa menyesal di kemudian hari.” Brisia menatap takjub sahabatnya karena berani berucap sepanjang itu dalam beberapa menit terakhir. Sementara Jeno masih mencerna maksud dari perkataan Alvero yang seolah mengetahui segalanya. *** Senin pagi ini seluruh murid SMA Bengawan berkumpul di lapangan upacara. Selain melakukan kegiatan wajib sebagai bentuk meneruskan perjuangan para pahlawan, murid-murid yang berada di lapangan akan diberikan pengumuman penting oleh pihak sekolah. “Ngapain pake kumpul segala, sih?” bisik Jeno yang kebetulan bersebelahan dengan Brisia. “Lah? Mana Bris tau,” jawab Brisia malas. Pertanyaan Jeno sangat tidak masuk akal karena posisinya di hanyalah seorang murid. Bibir Jeno mengerucut karena tak mendapatkan jawaban sesuai keinginannya. Namun itu tidak berlangsung lama karena Pak Deo mulai membuka suara. “Selamat pagi seluruh murid SMA Bengawan???” Pak Deo menyapa murid-muridnya dengan raut tegas. “Pagi, Pak ...” Pak Deo di balik podium tersenyum kecil karena mendapati keantusiasan para muridnya. Hingga kehadiran Bu Menik yang membisikkan sesuatu, membuat murid-murid yang berada di barisan peserta heran. Ada apa nih? Kayaknya bakal lama upacaranya Bu Menik ngapain sieee Bisikan demi bisikan membuat Bu Menik geram. Tidak bisakah mereka semua tenang? “Silahkan Ibu memberikan pengumuman selaku guru konseling,” titah Pak Deo sopan. Bu Menik menunduk sebentar kemudian menaiki podium. “Selamat pagi anak-anakku sekalian,” ucap Bu Menik mengawali. “Pagi ... Bu ...” “Sesuai dengan rencana pihak sekolah bagi para siswi di sekolah ini dan berdasarkan rapat bersama yang diadakan minggu lalu, saya sebagai konseling untuk kalian akan mengumumkan bahwa akan dilakukan pemeriksaan oleh dokter kandungan bagi murid perempuan. Pemeriksaan ini dilakukan setelah ada laporan dari salah satu siswi jika ada murid perempuan di sekolah ini mengandung di masa sekolah. Demi menjaga kebaikan semuanya serta mengurangi aksi kenakalan remaja, dimohon untuk mengikuti kegiatan ini sampai selesai. Sekian informasi dari saya, terima kasih.” Bu Menik mengakhiri pengumuman dengan disambut kericuhan murid-murid karena lumayan kaget dengan berita yang disampaikan. Di barisannya, Chloe sudah berkeringat dingin karena pengumuman tersebut. Sama halnya dengan Ralph yang bingung harus melakukan apa. *** Dua dokter wanita memasuki kelas 11 IPA 1 dengan berbagai peralatannya. Kelas tersebut sudah steril dari murid laki-laki dan itu akan berlangsung selama beberapa jam kedepan atau sampai selesainya pemeriksaan. Dokter Vera mengecek Abela yang terlihat santai seakan tak pernah memiliki beban. Gadis itu bahkan sesekali terkekeh karena gurauan Dokter Vera. Abela duduk bersandar di kursinya dengan tangan Dokter Vera yang menempelkan sesuatu pada perutnya. Kening Dokter Vera mengerut karena mendengar bunyi dari perut Abela. “Maaf, Dok, saya lapar hehe ...” Abela tersenyum malu karena suara perutnya cukup keras. Wanita setengah baya itu tersenyum lembut, “Sudah selesai dan bukan kamu gadis yang dimaksud, pertahankan, ya!” Abela tersenyum lebar dan mengangguk dengan cepat. “Siap, Dokter!” Di deretan belakang, Dokter Risa menghampiri Chloe yang wajahnya sudah pucat. “Kamu sakit? Muka kamu pucat,” ucap Dokter Risa khawatir. Chloe menggeleng kaku. “Ya sudah, saya periksa sebentar ya. Jangan takut karena ini tidak sakit,” tutur Dokter Risa yang mengira wajah pucat Chloe karena ketakutan. Saya takut kehamilan saya diketahui! Pekik Chloe dalam hati. Dokter Risa meletakkan sesuatu pada perut dengan satu tangan lainnya menyentuh punggung. Keringat dingin semakin mengucur pada kulit putih Chloe. “I—ini?” Dokter Risa tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Bu Menik yang kebetulan berada tak jauh langsung menoleh karena mendengar suara aneh Dokter Risa. Segera guru menyebalkan itu menghampiri. “Ada apa, Dokter?” seru Bu Menik. “Di perut Adik ini terdapat tanda-tanda kehidupan lain. Saya akan mengecek melalui alat di depan kelas untuk membuktikan.” Bu Menik mentitah Chloe yang masih terduduk kaku di tempatnya. Dengan langkah berat, wanita itu berjalan ke depan kelas menuju alat yang biasa dipergunakan untuk mengecek kehamilan. Seluruh murid perempuan di kelas itu langsung terdiam mendengarkan karena juga penasaran sekaligus menatap rendah Chloe. Setelah mengatur alat-alatnya, Dokter Risa mengoleskan gel dan menempelkan alat penghubung ke mesin USG. Benar! Di layar itu terdapat gumpalan yang membuat mereka semua menutup mulutnya shock. “JADI KAMU YANG DIHAMILI RALPH??!!” Suara Bu Menik mengejutkan semuanya karena akhirnya mereka tau skandall yang terjadi hingga Brisia menampar pemuda itu. Dasar perebut! Penggoda laki orang Pergi lo dari sini Jalangg!!! Hinaan semakin keras terdengar membuat Chloe menutup telinganya dengan kedua tangan. Kenapa disaat seperti ini, selalu pihak perempuan yang disalahkan? Brak! “AAAKKHHHH!!!” Para murid perempuan karena dobrakan pada pintu membuat mereka yang sedang diperiksa kaget. Bahkan ada yang tanpa sengaja mendorong Dokter Vera karena ingin menutupi tubuhnya sendiri. Ralph tidak peduli dengan teriakkan itu, dia langsung menghampiri Chloe yang berjongkok dan membawanya keluar. Sepertinya hanya ruang BK yang aman sampai saat ini. “Ada gue, jangan takut.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD