59. Penyelesaian Pihak Sekolah

1271 Words
Suasana di ruang BK kali ini terasa menegangkan karena Bu Menik selaku guru BK hanya menatap intens pada satu titik, Chloe. Tidak hanya Bu Menik, bahkan Dokter Risa yang tadi memeriksa Chloe juga berada disana sebagai saksi. Untuk kegiatan di kelas-kelas masih terus berlanjut karena takut jika kenyataannya masih banyak siswi yang mengalami hal serupa. Untuk Ralph, lelaki itu berada di ruang kepala sekolah untuk dimintai keterangan tentang benar atau tidaknya jika dia yang menghamili Chloe. “Kamu sudah menikah?” tanya Dokter Risa mengawali pembicaraan sekaligus memutus ketegangan yang terjadi. “Belum ...” cicit Chloe menggerakkan jemarinya gugup. Dokter Risa menghela nafas panjang, “Banyak kemungkinan yang terjadi jika berhubungan badan dengan lawan jenis. Meskipun hanya dilakukan sekali, itu tidak menutup kemungkinan jika si perempuan akan hamil. Sama sepertimu. Bukan hanya hamil, resiko berhubungan badan dengan lawan jenis juga bisa menimbulkan penyakit dan nyawa Ibu hamil yang terancam karena usia masih terlalu muda.” Chloe semakin ketakutan kala Dokter Risa menjelaskan resiko-resiko dari hamil muda. Tetapi dia tidak salah disini. Jika menjelaskan seluruhnya, pasti Ralph akan dikeluarkan dari sekolah. “Maaf ...” “Permintaan maaf yang kamu ucapkan, tidak termasuk dalam aturan sekolah untuk membebaskan kamu dari kasus ini,” seloroh Bu Menik. Dia tidak ingin jahat, namun ketegasan perlu dilakukan mengingat jaman semakin tidak karuan. “Saya tau, Bu,” ucap Chloe dengan kepala semakin menunduk. Tok! Tok! Obrolan itu terhenti kala mendengar ketukan pada pintu ruangan. Bu Menik sebagai pemilik ruangan langsung menuju pintu dan membukanya. Terlihat seorang wanita dandanan sederhana masuk dan menatap penuh kearah Chloe. Bu Menik yang sepertinya peka langsung menyadari jika wanita itu merupakan wali dari Chloe. “Chloe?” panggil wanita itu. Chloe mendongak dengan mata memerah. Kedua tangannya saling meremas karena takut membuat malu wanita baik di depannya. “Tante ...” Andara, wanita itu datang ke sekolah sebagai wakil dari Ralph juga Chloe. Sebelumnya Andara menemui sang putra di ruang kepala sekolah namun kata putranya, Chloe lebih membutuhkan dirinya karena mulut sesama wanita lebih jahat ketika menghakimi daripada sesama pria. “Gak apa, ada Tante yang bakal selalu sama kamu,” tutur Andara menenangkan. “Maaf udah bikin Tante malu,” bisik Chloe kala merasakan sapuan lembut pada rambutnya. Andara mengangguk sebagai jawaban kemudian melepaskan pelukannya dan menatap Bu Menik serta Dokter Risa bergantian. “Saya wali yang bertanggung jawab untuk Chloe. Saya juga sudah mengetahui apa yang terjadi dengan gadis di sebelah saya. Semoga Ibu dan Dokter yang mengetahui ini tidak menghakimi Chloe,” tegas Andara tak main-main. Mental Ibu hamil tidak stabil, dia takut jika kedua wanita di depannya sibuk mempermasalahkan ini dan membuat Chloe tertekan. Sebelum itu terjadi, Andara lebih baik mengeluarkan pendapatnya terlebih dahulu. Dokter Risa menghampiri Andara dan mengambil duduk di sebelahnya. “Apa Ibu akan tetap baik-baik saja setelah apa yang terjadi dengan putri Ibu?” “Apa maksud Dokter?” sergah Andara yang merasa nada bicara Dokter Risa mengintimidasi dirinya. “Seperti yang Ibu ketahui, hamil di usia belia pasti akan mendapatkan banyak gunjingan. Mak—” “Tugas Ibu sebagai Dokter hanyalah memeriksa dan memberikan laporan kepada pihak sekolah, bukan untuk menggurui saya sekalipun saya bukanlah seorang Dokter. Satu lagi, ini adalah accident dan pihak wanita adalah korban. Kenapa Dokter tidak berpikir dari sisi sesama wanita jika itu terjadi dengan anak Dokter? Pikirkan ucapan saya baik-baik dan saya permisi. Ayo Chloe,” potong Andara. Wanita itu merangkul bahu Chloe untuk segera keluar dari ruangan yang menurutnya lebih mirip sebagai neraka tersebut. Selepas kedua orang itu pergi, Bu Menik mendekati Dokter Risa dan berkata. “Ucapan Ibu Andara ada benarnya. Seharusnya Dokter Risa tidak berkata macam-macam yang nantinya akan membuat Chloe tertekan.” Bu Menik segera keluar dari ruangannya meninggalkan Dokter Risa yang terdiam membisu. *** Di ruang kepala sekolah ... Setelah Andara sempat datang kesana untuk beberapa saat, kini di ruangan itu Ralph hanya berdua saja dengan Pak Deo. Kedua lelaki berbeda generasi itu masih duduk saling berhadapan. Pak Deo sebagai orang tua pengganti di sekolah, agaknya ingin membuat pemuda di depannya lebih santai. “Apa yang terjadi denganmu, Ralph, sampai akhirnya memutuskan untuk melakukan hubungan terlarang seperti itu? Dengan gadis lain pula. Padahal seingat Bapak, kamu pacarnya anak Pak Mores, Kan?” Selorohan Pak Deo kali ini lebih mirip seperti sahabat yang ingin tau keadaan sahabatnya. Bukan kepala sekolah dengan muridnya karena akan sulit berbincang jika seperti itu. “Ya, saya memang dulu menjalin hubungan dengan Ralin. Namun sejak adanya kejadian ini, saya menjadi ragu untuk melanjutkan atau tidak. Hingga ucapan terakhir saya, membuat Ralin beserta Tuan Mores pergi meninggalkan Indonesia.” Pak Deo sebenarnya tau dengan apa yang terjadi karena sebelum mengajukan surat pengunduran diri dari sekolahnya, Mores sempat menjelaskan segala kejadian yang terjadi pada gadis itu. Tidak disangka jika kerumitan ini karena kesalahan salah satu murid kebanggaannya. “Posisi Bapak saat ini tidak untuk menghakimi kamu. Bapak hanya ingin mendengar kejujuran kamu dan ternyata penjelasanmu sama dengan apa yang Pak Mores jelaskan sehari sebelum kepindahannya,” ucap Pak Deo. Ralph terkesiap tak percaya karena ternyata ceritanya ini sudah diketahui oleh sang kepala sekolah. “Maaf atas segala kesalahan saya, Pak,” sesal Ralph malu. “Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Yang harus dilakukan adalah berubah dan tidak mengulangi hal yang sama lagi. Saya percaya kamu tidak ada maksud untuk melakukan itu,” kata Pak Deo diiringi senyuman hangatnya. Hingga suara ketukan pintu membuat Pak Deo mengakhiri pembicaraan tersebut. “Sepertinya itu Mama kamu. Saya izinkan kamu untuk pulang lebih cepat daripada teman-temanmu. Untuk Chloe, sepertinya tidak bisa melanjutkan bersekolah seperti yang sudah dewan guru dan para petinggi rapatkan beberapa hari lalu. Sedangkan kamu boleh bersekolah karena kamu adalah pihak laki-laki yang pastinya membutuhkan ijazah untuk mencari pekerjaan.” Ralph tersenyum lebar dan mengangguk semangat kemudian menyalami Pak Deo karena urusannya sudah selesai. “Sudah selesai, kan?” tanya Andara saat mendapati putranya keluar dari ruangan kepala sekolah. “Sudah, Ma.” Mata Ralph melirik Chloe yang ternyata menatap lapangan dengan pandangan kosong. “Anterin Chloe ke dokter kandungan ya, Ma. Nanti Ralph ikutin pake motor di belakang.” Mendengar namanya disebut, Chloe segera mengalihkan pandangannya. “Gak usah, dokter kandungan mahal.” “Eh iya bener. Setelah masalah tadi, Mama mau calon cucu Mama baik-baik aja. Ya udah ayo Chloe Tante pesen taksi dulu.” Andara membawa Chloe menuju gerbang sekolah sementara Ralph menuju parkiran untuk mengambil motornya. *** Mata cantik itu terbuka perlahan karena terasa lengket. Netra gadis cantik yang saat ini terbaring di atas ranjang itu berusaha untuk menyesuaikan dengan cahaya yang masuk. Kedua tangan gadis itu memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Gadis itu bahkan terkejut ketika tangannya menyentuh rambutnya yang terasa kusut tak terawat. Karena merasa tenggorokannya kering, gadis itu menjulurkan tangannya yang masih kaku untuk meraih gelas kaca berisikan air minum. Prang! Karena memang kekuatannya belum stabil, gelas kaca itu justru terjatuh dan hancur berkeping-keping hingga membuat para bodyguard yang berjaga di luar segera masuk dan mengecek. Kelima orang itu terkejut karena mendapati anak bosnya sudah tersadar, lebih cepat dari prediksi. “KABARI DOKTER!” perintah salah satunya sedangkan lainnya membantu gadis itu untuk kembali terlentang. Tidak lama kemudian tim dokter memasuki ruangan dengan berbagai peralatan yang nantinya dibutuhkan untuk mengecek kondisi gadis itu. “Nona Ralin, bisa mendengar saya?” ucap Dokter Ander sebagai ketua dokter. “Jika bisa, kedipkan mata, ya.” Ralin yang paham langsung mengedipkan matanya dua kali sebagai jawaban sedangkan Ander justru mematung kala melihat mata indah itu berkedip padanya. Detak jantungnya tanpa diperintah langsung berguncang sangat cepat. Bekerja dengan benar, Ander karena nyawamu berada di tangan Tuan Mores. Detik itu juga khayalan Ander kalah dengan hatinya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD