23. Bertemu Chloe

1148 Words
Bel pulang sekolah sudah menggema seantero SMA Bengawan. Murid-murid mulai berhamburan keluar dari kelas. Tak terkecuali Rab'J yang juga keluar dari kelasnya sembari berbincang kecil. Kebiasaan mereka sejak dahulu yang akhir-akhir ini tak bisa dirasakan karena kesibukan masing-masing. “Udah lama banget kita gak ngobrol gini,” celetuk Jeno sembari menyedot susuu coklatnya. Mata Alvero memutar malas kemudian berujar, “Lebay!” Jeno memeletkan lidahnya dengan wajah menyebalkan membuat Alvero ingin sekali membogem wajah itu. Hingga seseorang membuat perbincangan mereka terhenti. “Class!” panggil Ralph lembut. “Yaelah, lo lagi,” sinis Jeno. Entahlah dia tak suka jika sahabatnya harus berhubungan dengan makhluk sejenis besalus. “Hai Ralin.” Kali ini Januar juga menyapa bersama dengan Samuel. Ralin menanggapi dengan deheman singkat. Gadis itu melenggang menuju motor Ralph berada. “CEPETAN RALPH!” teriak Ralin membuat Ralph segera menyusul. Mereka yang menyaksikan itu langsung mengelus dadanya masing-masing. Entah pelet apa yang digunakan Ralin hingga membuat Ralph bucin seperti itu. “Mampir dulu Ralph!” kata Ralin berteriak. “KEMANA?” Angin yang berhembus kencang membuat suara keduanya teredam. “Supermarket.” Ralph mengangguk dan melajukan motornya menuju arah supermarket terdekat. Tak lama mata tajamnya melihat bangunan bertuliskan 'Indoagustus'. Segera saja pemuda itu menepikan motornya dan melepaskan helm. “Bantuin gue,” ucap Ralin yang tanpa sengaja suaranya seperti merengek. Sekeras apapun usaha Ralph untuk tidak tersenyum, nyatanya wajah merengek Ralin terlihat sangat menggemaskan di matanya. Setelah helm tersebut berhasil terlepas dari kepala Ralin, dengan beraninya Ralph mengecup pelipis Ralin hingga mata gadis itu membulat. “HEH! CARI KESEMPATAN YA LO!” Tanpa disadari kini kedua orang itu kejar-kejaran hingga memasuki supermarket dan mengabaikan tatapan dari para pengunjung. “Aduh!” Ringisan Ralin membuat Ralph yang akan kembali berlari, mengurungkan niatnya. Pemuda itu menghampiri Ralin yang tersungkur di lantai. “Duh ... Bisa digetok sama Tuan Mores nih gue,” gumam Ralph mengangkat tubuh Ralin. Seseorang yang tadi tabrakan dengan Ralin seketika mendongak saat mendengar suara yang tak asing di telinganya. “Cleon?” Ralph yang sibuk membersihkan kotoran di seragam Ralin, mengalihkan pandangannya. “Oh, lo ternyata Chloe.” Gadis yang dipanggil Chloe tadi tersenyum manis dan mengangguk. “Maaf ya ... Aku gak sengaja nabrak kamu,” sesal Chloe saat mendapati lutut Ralin memerah. “Makanya jalan pake kaki, lihat pake mata!” ketus Ralin. “Sssttt ... Udah ya ...” Ralph mengelus punggung Ralin guna menenangkan. Chloe yang mendengar tanggapan Ralin hanya bisa tersenyum maklum. Ralin jatuh karena dirinya, wajar saja jika gadis itu marah. “Lo sama siapa kesini? Mau gue cariin taksi?” tawar Ralph tak tega. “Heh! Gak ada ya cari-cariin segala!” sela Ralin tak suka. Tanpa sadar tangannya memeluk lengan Ralph erat. “Gak usah Cleon. Kamu antar dia aja,” balas Chloe sembari melirik Ralin. Ralin menggoyangkan lengan Ralph membuat pemuda itu bingung sendiri. “Kenapa sih?” “Belanjanya pake trolly aja ya? Gue duduk disana?” pinta Ralin mengedipkan matanya. Gadis itu seolah melupakan tabiatnya sebagai makhluk judes ciptaan Tuhan. “Iya, Class,” jawab Ralph. Pandangannya menatap Chloe. “Gue mau cari barang dulu Chloe. Hati-hati.” Setelah itu keduanya berlalu meninggalkan Chloe yang menghela nafasnya panjang. Kakinya juga sakit, namun ia tak ingin menyusahkan orang lain. Apalagi efek tabrakan waktu itu masih terasa. Kini sepasang kekasih itu melintasi rak demi rak yang menjual cemilan ringan. Entah sengaja atau bagaimana yang pasti Ralin selalu meminta jajan dengan posisi paling atas. Beruntung Ralph yang memiliki tinggi berlebih sehingga tak terlalu kesulitan. “Lo mau yang mana Class?” Ralph berkacak pinggang menatap bungkusan cemilan yang berjajar pada bagiannya. Pemuda itu mengambil dua bungkus tanpa persetujuan Ralin. “Lah? Gue belum nyuruh lo!” sinis Ralin. “Gue mau beli buat seseorang.” Jawaban itu membuat mata Ralin memicing penuh curiga. “Lo ... Selingkuh?” Dan tudingan itu membuat Ralph benar-benar meledakkan tawanya. Dia tak habis pikir dengan segala tingkah laku gadisnya. “Cie ... Lo cemburu ya?” goda Ralph. Tangannya menoel-noel pipi Ralin hingga sang empu mencebik geli. “Apaan sih!” tepis Ralin. “Enggak Class ... Ini buat Adek gue,” kata Ralph memasukkan bungkusan itu ke dalam trolly. “Lo punya Adek?” Sembari mengobrol Ralph mendorong trolly tersebut menuju rak lain sesuai yang diminta Ralin. “Punya. Cakep dia, kayak lo.” Tak dapat dipungkiri jika pipi Ralin memerah karena hal tersebut. “Lebay!” Kini mereka berada di depan freezer yang berisikan berbagai jenis Ice Cream Dan Frozen Food. Mata Ralin berbinar melihat es yang membuatnya tanpa sadar meneguk ludah. “Lo mau es krim?” tanya Ralph saat menyadari tatapan Ralin. “Enggak kok,” elak Ralin. Pandangannya beralih dari makanan menggiurkan itu. Dia tak boleh gegabah hingga menyebabkan badannya melebar. Melihat jika Ralin sengaja menghindari apa yang ada di hadapannya, Ralph langsung berjongkok di depan gadis itu. “Kalau lo pengen berat badan terjaga, olahraga. Bukannya gak makan, Class.” *** “Hufffttt ...” Sudah sejak satu jam yang lalu Ralin berada di rumah mewahnya, dan sudah satu jam pula dia kebosanan. Minggu ini dia sedang libur shooting, jadi otomatis kegiatannya hanyalah berdiam diri di rumah. Memang rumahnya itu lengkap dengan segala fasilitasnya hingga lantai 10. Namun apalah daya jika dia sendirian? “Lo bosen ya?” pancing Ralph ingin kejujuran dari gadis itu. “Menurut lo?” Ralph memposisikan diri di sebelah Ralin membuat gadis itu mengernyit. “Ngapain lo?” “Sini.” Ralph menarik kepala Ralin untuk bersandar di bahunya. Awalnya Ralin menolak, namun karena kegigihan Ralph akhirnya penolakan itu tak dapat dilakukan. “Lo tidur aja, biar gue usap-usap,” kata Ralph. Tangannya tak henti mengusap kepala Ralin hingga gadis itu perlahan memejamkan mata. “WOI! NGAPAIN LO BERDUA?” Teriakan itu membuat Ralin terlonjak. Kepalanya terasa pusing karena ia baru tidur sebentar. “Ngggghhhh ...” Ralin memijit kepalanya pusing. Alvero melotot dan memukul kepala Jeno hingga si empu bersungut. “Apaan heh!” “Jeno berisik!” Melihat tatapan tajam yang dilayangkan Alvero, Jeno langsung beringsut mundur karena menyadari kesalahannya. “Maaf ...” *** Di salah satu perumahan mewah, dua orang pemuda sedang duduk berhadapan. Wajah keduanya saling bersitegang setelah mendapatkan berita itu. “Jadi ... Mereka mengirim gadis murahann itu?” tanya Januar dengan raut yang datar. “Benar, Alpha. Dari info yang saya dapat, mereka juga mengincar Nyonya Resia.” Kedua tangan Januar mengepal kala mengetahui jika mereka mengincar 'Resia'. Januar tentu saja tak mungkin membiarkan wanita tercintanya kembali menderita karena ulah manusia itu. “Aku ingin menghabisi mereka dengan cakar-cakarku, namun aku masih memegang teguh prinsip werewolf jika tak boleh menyerang manusia,” dengus Januar. Ini alasannya tidak bisa gegabah menyerang. Mereka semua manusia. “Kita membutuhkan manusia lain untuk menghabisi mereka, Alpha.” Dan saat itu juga sudut bibir Januar terangkat. Januar tau apa yang harus dia lakukan sekalipun harus menumbalkan orang lain. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD