72. Sebuah Alasan

1147 Words
Mores baru saja keluar dari kamar mandi dengan bathrobe yang menutup tubuh kekarnya. Pria itu berjalan menuju walk in closet karena dia belum menyiapkan pakaian. Tangannya dengan cekatan mulai memasang pakaian sampai suara ketukan pada pintu kamarnya membuat Mores semakin cepat dalam mengancingkan kemejanya. Dirasa pakaiannya sudah rapi, pria itu berjalan menuju pintu guna melihat siapa yang sedang memanggilnya. Cklek! Terlihat Aksa yang saat ini tengah tersenyum sungkan karena waktu memang masih terlalu pagi. Mata Mores melirik jam yang ada di dinding, masih pukul 6 pagi. “Ada apa Aksa?” “Nona Ralin mencari anda, Tuan,” ucap Aksa menyerahkan ponselnya. Mendengar itu, Mores buru-buru mengambil ponsel asistennya kemudian kembali masuk ke kamar. “Halo.” “Ralin, ada apa sayang?” “Papi kapan pulang? Ralin kangen Papi.” Dari tempatnya, Mores mengulas senyum. Dia juga merindukan putrinya, tapi dia juga harus pergi supaya bisa membawa Ibu dari Ralin. “Sabar ya cantik, Papi masih menyelesaikan sesuatu.” “Selamat siang Nona, waktunya makan siang.” “Nanti dulu, saya masih telfon.” Mores mendengar jika ada suara perawat menginterupsi. Supaya anaknya itu mau makan, jalan satu-satunya Mores Harus mematikan sambungan teleponnya. Tut Pria itu segera memode pesawat ponsel Aksa dan meletakkannya di meja. Jika ia mengembalikan kepada Aksa, pasti asistennya itu akan kembali mengangkat telepon dari Ralin. “Biarkan seperti ini saja. Kalau aku tidak mematikan telepon, pasti dia tidak akan mau makan.” Senyum kecil terbit di bibir Mores karena mengingat tingkah putrinya. *** Sekarang ini Ralph sedang berada di kamar seorang diri. Hingga kedatangan Andara membuat Ralph bangkit dari tidurnya. “Mama,” sebut Ralph. Andara tersenyum kemudian duduk di sebelah putranya. “Kamu sekarang sudah bahagia, nak?” “Aku selalu bahagia, Ma,” jawab Ralph sembari mengernyit heran. Tangan Andara terulur mengusap rambut lebat anaknya. Memiliki anak seperti Ralph merupakan suatu kebahagiaan bagi Andara. Dan Andara tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan kasih untuk merawat Ralph, anaknya. “Disaat kemarin ada masalah datang, apa kamu juga bahagia?” Ralph bergeming atas pertanyaan tersebut. Dia tidak bisa menjabarkan perasaannya saat masalah besar seperti kemarin tiba. Namun satu yang perlu Ralph ingat bahwa ada Tuhan yang selalu menyertai tiap langkah dan perjalanan hidup kita. “Ralph bahagia karena ternyata bisa memberi Mama cucu, meskipun itu hanya bentuk fitnahan dari Chloe. Terkadang kita perlu menerima dengan lapang dadaa masalah yang sudah Tuhan tetapkan buat hidup kita,” tutur Ralph bijak. “Tapi Ralph juga sedih. Karena masalah itu, Ralph harus kehilangan gadis yang Ralph cintai.” Kepala pemuda itu menunduk lesu setelah bercerita pada Mamanya. Senyum yang tadinya terpatri di bibir Andara seketika itu juga musnah saat melihat wajah lesu putranya. Ini tidak bisa dibiarkan! “Ralph masih berhubungan dengan gadis itu?” tanya Andara yang dibalas tatapan bingung oleh Ralph. “Gadis itu siapa, Ma?” “Ralin?” Andara berkata ragu, takut salah nama. “Enggak.” Jawaban dari Ralph membuat Andara mengembuskan napasnya lega. “Tapi kalau dia kembali, Ralph bakal kejar dia lagi dari awal.” “Jangan!” sergah Andara panik. Melihat kepanikan dari wajah Mamanya, Ralph semakin heran. Dia tau jika Mamanya tidak suka jika dia bekerja sebagai Bodyguard lagi. Tetapi kan kedekatan mereka kemudian hari bukan sebagai Bodyguard! “Kenapa sih, Ma? Ralph anak Mama ini cinta loh sama Classica,” ucap Ralph berusaha tenang dan tidak menunjukkan ekspresi kecewa. “Mama gak suka kamu pacaran dan akhirnya membuat nilai kamu turun. Kamu tau kan, kalau beasiswa yang kamu dapatkan bisa buat kamu mendapatkan kesempatan kuliah di luar negeri?” Saat ini Andara tidak dapat menjawab alasan kenapa dia menolak adanya perempuan di hidup anaknya. Tetapi tentu saja setiap Ibu hanya ingin anaknya bahagia. Maka sebisa mungkin Andara menjauhkan yang namanya sakit hati dari Ralph. “Ma ... Classica itu kebahagiaan Ralph ... dia gak akan bikin sekolah Ralph terganggu ...” Ralph masih mencoba meyakinkan Mamanya. Namun yang namanya Andara, wanita itu langsung menggeleng dengan tegas dan mencoba tidak terkecoh dengan wajah putranya. “Enggak Ralph ... Mama harap kamu dengerin Mama kali ini.” Andara bangkit dari duduknya. Sebelum keluar, Andara mengelus rambut Ralph terlebih dahulu. Setelah Mamanya keluar, Ralph kembali menidurkan badannya di kasur. Helaan nafas lelah terlontar dari bibir Ralph. Rumit! *** Seorang pemuda tiba di depan sebuah rumah mewah sembari melihat alamat yang tertera. Berbekal kertas yang di dapatkan dari sahabatnya, Jeno memantapkan diri untuk mendatangi rumah tersebut. Ting! Tong! Jeno menekan bel yang berada di sebelah pintu. Sembari menunggu pintu dibuka, Jeno mengecek ponselnya barangkali ada sesuatu yang penting. Cklek! Mendengar suara pintu yang terbuka, Jeno segera menegakkan badan sembari tersenyum paksa kepada orang dibalik pintu tersebut. “Siapa kamu?” Terdengar bariton tegas dari seorang pria yang bertanya kepada Jeno. “Sa—saya Jeno.” Pria itu terdiam kemudian mengangkat sebelah tangannya dan ... Bugh! Jeno yang tidak siap dengan keadaan langsung jatuh tersungkur setelah mendapatkan pukulan dari pria itu. Ringisan keluar dari bibirnya kemudian menatap heran pria dewasa di depannya. “Kamu yang sudah menghamili putri saya?” Sekarang ini Jeno tau jika ternyata pria di depannya adalah Ayah dari Chloe. Sebisa mungkin Jeno tidak mencaci pria di depannya. “Saya dijebak putri anda!” tegas Jeno tak terima dituduh. Mahendra sebagai seorang Ayah tentu tidak terima. Sekalipun anaknya bersalah, tetap saja akan dia bela. Saat akan kembali melayangkan pukulan, suara teriakkan putrinya menghentikan pergerakan Mahendra. “DADDY STOP!” Dari dalam rumah, Chloe sedikit berlari sembari menyanggah perutnya yang semakin membesar. Jeno tertegun dibuatnya karena di perut wanita itu, ada anaknya. Tidak, Jeno tidak boleh terlena dengan hal itu. “GARA-GARA KAMU ANAK SAYA HARUS MENANGGUNG SEMUANYA!” Bentakan itu menyadarkan lamunan Jeno. Pemuda itu menatap Mahendra dengan rahang yang mengeras. “GARA-GARA ANAK ANDA JUGA, MASA DEPAN SAYA HANCUR!” teriak Jeno balik. Chloe yang melihat perdebatan itu langsung menutup kedua telinganya. “KALIAN BERDUA JANGAN BERTENGKAR!” *** Setelah pertikaian tadi, sekarang Jeno sudah berada di ruang tamu keluarga Sliendtvi. Pemuda itu tengah diberikan obat luka oleh Chloe yang sesekali meringis melihat wajah jelekk Jeno. “Muka lo tambah jelekk,” komentar Chloe. Mata Jeno membola tak suka. Berani sekali wanita itu menghinanya! “Gak usah banyak bachot!” sarkas Jeno. “Suka-suka gue lah!” sahut Chloe cuek. Mahendra yang melihat itu langsung menghela nafasnya. Kedua muda-mudi di depannya ini membuat kepalanya pening. “Kalian bisa diam, tidak?” Keduanya langsung bungkam dengan kepala menunduk. “Jeno, apa rencanamu selanjutnya untuk bentuk pertanggungjawaban?” tanya Mahendra yang sudah mendinginkan kepalanya. “Tidak ada.” Sebisa mungkin Mahendra tidak kembali mengeluarkan amarahnya kala mendengar jawaban Jeno. “Kamu tidak mau menikahi Chloe?” Bukan hanya Jeno yang terkejut, Chloe juga sudah membuka mulutnya lebar-lebar. “Chloe gak mau!” tolak Chloe sinis. “Gue juga ogah nikah sama lo!” “Apalagi gue!” “Gu—” “STOP!!!!!” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD