19. Masih Mengecewakan

1125 Words
Selama dua hari ini, Ralin selalu diantarkan oleh supir pribadinya ketika berangkat sekolah. Itu semua karena sejak tiga hari lalu, Ralph tak menunjukkan batang hidungnya. Gadis itu kepikiran yang macam-macam tentang keadaan pemuda yang menjabat sebagai kekasihnya tersebut. “Mungkin lagi ada acara keluarga.” Bahunya mengedik mencoba berpikiran positif. “Alin, ayo berangkat,” seru Brisia. Gadis itu membawa kotak bekal berisi sandwich untuk dirinya sendiri dan ketiga sahabatnya. Ralin mengangguk kemudian bangkit. “Vero sama Jeno mana?” “Masih makan. Tadi kata Papi Mores disuruh berangkat duluan aja,” tutur Brisia. “Terus mereka berdua?” Sebelah alis Ralin terangkat. “Entah.  Papk cuma ngasih persen gitu aja.” Ralin mengangguk kemudian melenggang menuju mobil diikuti Brisia di belakangnya. Sepanjang perjalanan, Ralin disibukkan dengan memakan sandwich yang tadi sudah disiapkan oleh Brisia. Keduanya seolah melupakan jika cemilan itu seharusnya untuk empat orang. Selesai menyantap cemilannya, Ralin langsung mengeluarkan realfood seperti biasanya karena tak ingin badannya melar. “Alin, Bris lupa!” heboh Brisia membuat Ralin hampir tersedak karena kaget. “Apaan sih, lo? Apanya yang lupa?” kesal gadis itu. “Ini harusnya kan ... kita makan berempat?” Brisia mengangkat kotak makannya yang hanya tersisa satu buah sandwich. Mendengar itu, Ralin langsung mendengus. “Jangan kayak orang susah!” tukas Ralin tajam. “Lo gak ada duit buat beliin mereka?” “Eum ... Bukan gitu.” Brisia ragu untuk mengutarakan maksudnya. Gadis itu gelisah dengan memilin jemarinya hingga Ralin jengah sendiri. “Terus apa?” tanya Ralin ngegas. “Di kotak tadi, ada 10 sandwich dan Alin sudah makan ... empat,” cicit Brisia di akhir kalimat. Mata gadis itu sudah terpejam karena hafal dengan ... “KOK LO GAK NGOMONG KALAU GUE MAKAN BANYAK????” Bukan hanya Brisia, supir yang mengantar keduanya turut terkejut karena teriakan Nona mudanya. Pria paruh baya itu mengelus dadanya kaget. Untung saja jalanan tidak sedang macet. *** Selama di sekolah, Ralin terlihat menjauh dari ketiga sahabatnya membuat Alvero dan Jeno yang tak mengetahui turut dibuat bingung. “Heh, Bris, kenapa si Ralin tuh?” tanya Jeno seraya menyenggol lengan gadis di sebelahnya. Kepala Brisia yang tadinya fokus menunduk karena menikmati makanan, langsung mendongak. “Ngambek dia.” “Kenapa?” Kali ini si Alvero nimbrung. “Gara-gara sandwich tadi pagi,” jelas Brisia jujur. “Emang tuh makanan kenapa, kok bikin Ralin ngambek?” komentar Jeno karena sejujurnya dia benar-benar bingung. Brisia mendekatkan dirinya kepada Jeno kemudian berbisik. “Soalnya dia makan empat.” Tawa Jeno seketika pecah karena penuturan Brisia. Alvero sebisa mungkin tak mengeluarkan tawanya meskipun ia sudah tak tahan. “Ehem.” deheman Alvero bermaksud menghentikan tawa tak jelas sahabatnya. “Kenapa Vero?” heran Brisia. “Jangan ketawa, entar dia ngambek.” “GUE DENGER LO BERTIGA GIBAHIN GUE!” *** Ralph baru saja selesai membuatkan sarapan untuk Chloe meskipun sebenarnya saat ini sudah cukup siang untuk disebut sebagai sarapan. “Sorry, gue cuma bisa buat begini,” sesal Ralph karena hanya membuatkan nasi goreng dengan telur untuk mantan rekan kerjanya. “Nggak masalah, Cleon. Aku nggak rewel soal makanan kok,” balas Chloe lembut. Ralph mengangguk pelan, cukup bersyukur karena gadis itu tak meminta dibuatkan aneh-aneh mengingat kepribadian nya yang sederhana. Chloe mulai menyuapkan sendok demi sendok nasi goreng buatan pemuda yang dua hari ini berada di dekatnya. Ia tak mau banyak bertanya karena takut dianggap 'ikut campur' oleh Ralph. “Rencana, lo bakal libur berapa hari Chloe?” tanya Ralph disela keheningan. “Sepertinya aku besok sudah sekolah.” “Apa kaki lo bener-bener udah sembuh? Gue gak masalah kalau harus jaga lo dulu.” Pemuda itu merutuki bibirnya yang asal mengambil keputusan. Bagaimana mungkin dia berencana izin lagi disaat tanggung jawab untuk sekolah belum terselesaikan? Disaat Ralph merutuk, Chloe justru tersenyum bahagia karena ujaran Ralph. “Kamu serius, Cleon? Gak masalah kalau harus jaga aku lagi?” ucap Chloe kelewat bahagia. Menyadari jika ia sudah menjanjikan, akhirnya Ralph dengan terpaksa mengangguk. Sepertinya tak masalah jika menambah libur sehari lagi. Wush Tak Badan Chloe menegang saat ekor matanya melirik di sebelah kirinya ada sebuah anak panah yang sudah menancap pada tembok kontrakan nya. Tak hanya Chloe, Ralph turut dibuat tersentak karena anak panah itu secara tiba-tiba sudah menancap di tembok. “C-Cleon? Siapa yang melakukan ini?” gagap Chloe takut. Sedikit saja ia bergeser, bisa dipastikan jika anak panah itu akan menembus kepalanya. Tak menjawab, Ralph bangkit mengambil anak panah itu dan menemukan sebuah surat yang menempel pada ujungnya. Sepertinya benda itu sengaja dikirim sebagai perantara mengirim pesan. “Ada surat,” kata Ralph menyerahkan kertas itu kepada Chloe. Gadis itu sungguh penasaran hingga akhirnya membaca kata demi kata yang membuatnya bingung. Dear my Amour Kau tau bukan, jika ucapanku tak main-main? Dan sekarang, aku sudah berada semakin dekat denganmu Tak perlu berlaku seolah tak saling mengenal Kau bahkan selalu menyebut namaku disetiap desahan suaramu Tangan yang sebelumnya membaca surat, kini bergetar karena isi dari surat tersebut. Chloe takut dengan ancaman pada surat itu, meskipun ia tak tau apa kesalahannya. “Ada apa Chloe?” tanya Ralph setelah mendapati raut gelisah temannya. Karena tak mendapatkan jawaban, Ralph akhirnya merampas paksa surat tersebut lalu membacanya. “Lo –” “Enggak, Cleon. Aku sungguh tak mengenal dan mengerti maksud dari surat itu,” sergah Chloe sebelum Ralph berpikiran macam-macam. “Kalau memang ada sesuatu, cerita aja sama gue.” Chloe mengangguk karena ucapan Ralph. Gadis itu sedikit tenang karena merasa ada yang membelanya. Dibalik jendela, sepasang menatap penuh benci kepada seseorang yang berada di ruangan tersebut. “Kau terlalu bermain-main, Chloe. Tunggu saja kehancuran akibat perbuatan mu.” Setelah itu, seseorang yang tadi mengintip Chloe langsung berjalan santai meninggalkan kontrakan berukuran kecil tersebut. *** Cut “Ralin, pindah ke seat sebelah Utara,” titah Bos Andro. Ralin menurut, gadis itu berjalan menuju seat yang sudah ada manager nya disana. “Neng, minum dulu,” kata Mbak Debi menyerahkan sebotol minuman. Ralin menerima itu kemudian menenggaknya hingga sisa setengah. “Apa Papi ada telfon Mbak?” tanya Ralin setelah mendudukkan dirinya. Mbak Debi ikut bergabung dengan bos nya. “Tadi ada chat aja. Katanya, Tuan Mores Hari ini ada meeting di luar kota.” Mendengar itu, Ralin mendengus. Papinya selalu sibuk. Mata gadis itu terpejam menikmati hembusan angin yang terasa menyegarkan. “Si besalus, gak ada kabar?” “Nggak ada neng. Mas Ralph gak ada balas pesan yang Mbak kirimkan,” jujur Mbak Debi. Dia sendiri bingung dengan keberadaan bodyguard majikannya yang menghilang secara mendadak. “Kalau memang dia gak niat kerja, pecat!” tegas Ralin namun dari suaranya tersirat sekali jika gadis itu marah. “Ta-tapi, dia kan pacar Eneng?” ujar Mbak Debi hati-hati. “MANA ADA PACAR YANG MENGHILANG, JUSTRU PERGI SAMA CEWEK LAIN?” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD