30. Tetap Pada Pilihan

1187 Words
Keadaan kantin menjadi hening saat seorang gadis cantik yang merupakan ketua dari ekstra kurikuler cheers nimbrung diantara pertengkaran Rab'J dan segala permasalahannya. Gadis pendiam yang begitu dikagumi seisi sekolah karena prestasi dalam bidang Cheers tersebut pada akhirnya mengeluarkan argumen demi membantu seseorang yang bahkan tak pernah bertegur sapa dengannya. Maranatha Elvira Denasthase, biasa dipanggil Elvira oleh anggotanya. Cantik, serta memiliki prestasi di bidang akademik menjadi nilai plus untuk Elvira. Sayangnya gadis itu jarang menampakkan diri di depan umum karena kepribadiannya sebagai Introvert. Meski begitu tak dapat dipungkiri jika warga SMA Bengawan mengenal sosok Elvira sebagai gadis yang memiliki banyak kelebihan. “Maaf jika aku menyela ... Namun saat pertengkaran antara dua gadis ini, bukan salah keduanya karena tiba-tiba saja gadis penderita Parkinson itu masuk ke dalam arena.” Penjelasan dari Elvira membuat kantin yang tadinya hening seketika ricuh kembali. Bisikan demi bisikan mulai terdengar dari murid-murid pembawa gosip yang kebetulan berada disana. Kenapa Elvira jelasin gitu? Lo yakin dia jujur? Elvira bukan cewek munafik yang harus nimbrung demi perhatian “Maksud lo apa?!” seru Cindy karena tak terima ada yang membela rivalnya dalam mendekati Ralph. Cindy ingin jika Ralin dibenci satu sekolah, namun selalu saja ada penghalangnya. Elvira tersenyum manis hingga lesung pada pipi kanannya terlihat nyata. “Aku hanya menjelaskan sesuai apa yang aku lihat.” “Lo gak punya bukti!” tukas Cindy. “Aku berani berargumen karena memiliki bukti. Silahkan kalian lihat sendiri di grup sekolah atau langsung dari ponselku.” Elvira mengeluarkan ponsel berwarna gold kesayangannya dan menunjukkan rekaman pada seluruh orang yang berada di kantin. Sebelum itu, dia mengirimkan terlebih dahulu pada grup sekolahnya supaya tidak berebutan. Murid-murid yang mendengar itu langsung mengambil ponselnya masing-masing. Mereka penasaran dengan apa yang terjadi. Itu anak baru sengaja gak sih? Dia buat apa kayak gitu? Caper? Aneh-aneh aja kelakuan mereka “Lo pasti yang edit ini kan?” kekeh Cindy masih mengelak. Kening Elvira mengerut karena bingung. Gadis itu menggaruk kepalanya sebagai jawaban jika ia tak paham. Mendadak predikat murid cantik dan berprestasi pada dirinya musnah begitu saja hanya karena pertanyaan tidak berbobot yang dilontarkan oleh Cindy. “Aku gak paham apa maksud ucapanmu. Tujuanku kesini karena ingin meluruskan persoalan yang selama beberapa hari ini bikin telingaku tercemar. Permisi.” Elvira meninggalkan mereka semua yang saat ini hanya bisa melongo. Mereka pikir setelah ini Elvira akan unjuk penampilan karena mau menonjolkan dirinya di hadapan publik. Ternyata tidak! “Ssshhhh ...” Mendadak Chloe memegangi kepalanya yang terasa sakit. Efek penyakit Parkinson ternyata membuatnya menderita. Jika seperti ini, bagaimana caranya ia bisa bekerja seperti biasa? “Lo kenapa hei?” Terlihat dari raut wajahnya, Ralph benar-benar khawatir dengan keadaan temannya. Rasa bersalah pada dirinya semakin timbul hingga melupakan bahwa ada hati yang terluka saat ini. Di tempatnya Ralin mati-matian menahan diri untuk tidak menghantam wajah gadis yang menjadi tanggung jawab Ralph saat ini. Dia tidak mau masa bertanggung jawab Ralph semakin lama dan mereka semakin lama pula berdekatan. “Ralph!” seru Ralin mencoba mengalihkan perhatian Ralph dari murid baru itu. “Diem dulu Class, gue mau bawa Chloe dulu. Dia kayak gini juga karena kesalahan lo dan Cindy.” Setelah mengucapkan hal menyakitkan tersebut Ralph langsung membawa Chloe pergi dari kantin. Seorang penderita Parkinson tidak bisa terlalu lama berkerumun seperti ini. Maka dari itu Ralph dengan segala perhatiannya langsung paham. Dia tidak peduli mengenai penjelasan gadis yang diketahui bernama Elvira tadi karena ia tetap pada pendiriannya untuk bertanggung jawab. See? Ralin tertawa miris karena Ralph tidak mau mendengarkan dan melihat bukti yang diberikan oleh Elvira. Gadis itu berlalu meninggalkan kantin yang masih saling berbisik. Alvero yang melihat sahabatnya berlalu langsung mengepalkan kedua tangannya hingga buku jarinya memutih. Pemuda itu berniat menghampiri Ralin namun ternyata Januar sudah terlebih dahulu berlalu. Maka dari itu Alvero membiarkan saja karena ia tau jika Januar tak akan menyakiti Ralin. *** Di kelas 11 IPA 1, Ralph sedang menyuapi Chloe yang sibuk memijit kepalanya sendiri. Gadis itu sesekali mendesis karena kepalanya terasa sakit. “Apa gue perlu anterin lo pulang sekarang? Gue takut sakit lo tambah parah kalau kayak gini terus. Atau ke rumah sakit aja?” tawar Ralph setelah menyuapi Chloe. Chloe tersenyum meyakinkan seraya menggelengkan kepalanya. “Gak usah, Cleon. Aku baik-baik saja.” “Tapi sakit lo?” Ralph menatap Chloe tak yakin karena ia tau jika gadis itu berpura-pura kuat supaya tidak merepotkan dirinya. “Udah ... Mending sekarang gue anter lo pulang. Gue yang bakal izinin lo sama Pak Anggoro.” Pemuda itu bangkit dari duduknya, membuat Chloe hanya bisa pasrah mengekor. Saat tiba di pintu, keduanya berhenti karena kedatangan Zigo yang membawa soda di salah satu tangannya. Kening Zigo mengernyit heran karena kedua orang itu membawa tas sedangkan bel pulang belum berbunyi. “Lo berdua mau kemana?” todong Zigo penuh selidik. “Gue mau anter Chloe pulang. Kepalanya sakit terus dan gue gak tega.” Zigo menatap keduanya menelisik kemudian tersenyum jahil. “Langgeng deh!” Merasa jika ucapan Zigo tak penting, Ralph langsung menarik tangan Chloe membuat gadis itu tersentak kaget. Beruntung langkahnya bisa mengimbangi sehingga tak terjatuh di depan kelas yang bisa membuatnya ditertawakan satu sekolah. Di pertengahan lapangan langkah kedua orang itu kembali terhenti saat Ralin menghadang keduanya. Gadis dengan kepribadian angkuh itu menatap tajam Ralph dan Chloe yang terlihat terburu-buru. Tak peduli jika Ralph mungkin akan memarahinya. “Kenapa lagi, Class? Gue sama Chloe lagi buru-buru ini. Lo bisa lihat kan kalau wajah Chloe pucet?” Dengan sabar Ralph berujar sembari menjelaskan. Pemuda itu tak bisa memarahi gadisnya hanya karena ini. “Kenapa?” Pertanyaan yang begitu ambigu itu membuat Ralph semakin heran. “Kenapa apanya?” ulang Ralph. “Kenapa peduli sama dia?” kata Ralin tajam. Tak peduli jika saat ini mereka bertiga tengah dikelilingi murid-murid SMA Bengawan yang sedang penasaran. Mendengar lanjutan pertanyaan yang begitu lucu itu, Ralph terkekeh kecil. Pemuda itu melepaskan cekalan tangannya pada Chloe dan mempersempit jaraknya dengan Ralin. “Lo tau gue gimana kan, Class? Gue gak mungkin pergi dari tanggung jawab apalagi kesalahan itu dilakukan sama gadis gue sendiri,” jelas Ralph penuh kesabaran. Pemuda bucin itu selalu bersikap baik pada gadisnya. Penjelasan itu benar-benar membuat darah Ralin mendidih. Matanya bergeser menatap Chloe dengan penuh permusuhan. “APA YANG LO KASIH SAMA RALPH, SAMPAI DIA SEGITUNYA BELAIN LO? TUBUH? MAHKOTA? IYA? MURA—” “CUKUP CLASSICA!” sentak Ralph sebelum pacarnya itu semakin berucap ngawur dan berakhir menyakiti hati orang lain. Sudah cukup luka yang diberikan Ralin untuk Chloe hingga menyebabkan gadis itu terkena penyakit yang tak bisa disembuhkan hingga berdampak pada kehidupannya. Mata Ralin membelalak kaget karena nada bicara Ralph yang terbilang sangat keras tersebut. Namun dibalik mata yang terbuka lebar itu, ada genangan yang sudah siap meluncur karena sakit yang menyeruak pada dadanya. “DENGAN LO YANG KAYAK GINI, GUE JADI SEMAKIN YAKIN KALAU GUE BAKAL TETEP SAMA PILIHAN GUE, DAN PILIHAN ITU BERTANGGUNG JAWAB JAGAIN CHLOE!” Setelahnya Ralph langsung menggandeng tangan Chloe, meninggalkan Ralin yang tercenung menahan sakit. Chloe hanya diam mengikuti langkah Ralph. Matanya berpendar hingga mendapati Januar yang menatapnya sembari menyunggingkan senyuman. Hanya dia dan Januar yang tau, arti dari senyuman itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD