21. Penjelasan

1169 Words
Setelah beberapa hari tak menunjukkan batang hidungnya, kini Ralph sudah kembali menginjakkan kakinya di SMA Bengawan. Namun entah mengapa, pemuda itu justru merasa asing dengan lingkungan sekolahnya. Dari kejauhan matanya menangkap siluet seseorang yang sangat dikenalinya, sedang berjalan berdampingan dengan seorang pria yang tak dikenalinya. Demi apapun, Ralph merasakan darahnya mendidih kali ini. “Gue kira lo udah gak minat buat sekolah disini, Ralph.” Sebuah seruan membuat atensi Ralph teralih. Di sebelahnya ada Zigo yang menatapnya mengejek dan itu semakin membuatnya kesal. “Apaan lo, Zig,” balas Ralph dengan nada yang sangat kentara kesal. “Siapin hati lo. Udah beberapa hari ini mereka deket kayak prangko,” tutur Zigo. Tak ada maksud mengompori, hanya saja ia sedang menyindir sahabatnya yang mendadak sekali hilang dari peradaban. “Mereka ... deket?” Ralph bertanya ragu. Tanpa ragu Zigo mengangguk, membuat Ralph diam-diam mengepalkan kedua tangannya. Tanpa mengucap sepatah katapun, Ralph berjalan lurus menghampiri seseorang yang menjadi pembahasan nya tadi. “Classica.” Ralin yang tadinya asik mengobrol dengan Januar langsung menoleh kala pendengarannya menangkap suara yang beberapa waktu ini tak didengarnya. Matanya memutar malas saat melihat seonggok daging yang sudah beberapa hari ini tak dilihat olehnya. “Masih hidup lo?” Pertanyaan bernada sarkas itu membuat Ralph meneguk ludahnya kasar. Ia sadar jika selama beberapa hari ini sudah membuat kesalahan besar dengan Ralin. “Maaf.” Ralin menganga tak percaya. Setelah menghilang berhari-hari, pemuda di hadapannya ini hanya bisa berkata maaf? “Lo berhari-hari lalai dari tanggung jawab, sekarang cuma bisa bilang maaf? Apa otak lo sebagai murid besalus gak bisa dipakai buat berpikir?” Januar yang memang tidak tau apa-apa hanya bisa diam menyimak. Namun matanya menatap Ralph tajam. “Gue ada tanggung jawab buat bantu orang yang jadi korban dari kesalahan gue sendiri,” jelas Ralph. Kepalanya menunduk tak sanggup menerima amukan dari gadisnya. “Tanggung jawab? Lo hamilin cewek?” Mata Ralin semakin melotot karena terkejut. “Eh—bukan gitu,” sela Ralph karena tau jika gadisnya berpikir macam-macam. “Gue waktu itu nabrak orang dan akhirnya mau gak mau harus tanggung jawab sampai dia sembuh.” “Susah ngomong dulu? Bokap ngira kalau gue yang ngelarang lo, asal lo tau!” tukas Ralin melenggang. Gadis itu tak mau mendengarkan penjelasan Ralph yang menurutnya terlalu memuakkan. Selepas Ralin pergi, Januar langsung mendekati Ralph dan membisikkan sesuatu yang membuat Ralph mengerang geram. *** Ralph memasuki kelas 11 IPA 1 dengan wajah lesunya. Hal tersebut membuat Zigo senang sekaligus heran. Pemuda itu segera menghampiri sahabatnya yang sudah beberapa waktu ini tak bersekolah. “Kemana aja lo? Mana gak ada izin ke wali kelas,” kata Zigo merangkul bahu Ralph. “Gue habis nabrak orang—” “APA??? NABRAK ORANG???” Teriakan itu membuat seisi kelas menoleh dan menatap sang pelaku dengan tajam. Sementara Ralph hanya mengangguk. “Gimana bisa sih? Terus lo gak kenapa-kenapa kan?” Ralph sedikit heran dengan reaksi sahabatnya yang berlebihan sekali. Matanya memicing curiga hingga Zigo sendiri bingung. Hingga sebuah pertanyaan membuat Zigo benar-benar mendelik tak habis pikir. “Lo berlebihan gini, bukan karena suka sama gue kan?” “Gak waras! Ogah banget gue suka sama lo!” tukas Zigo dongkol. “Ya mungkin aja,” ucap Ralph acuh tak acuh. Perbincangan keduanya terpaksa harus terhenti saat mendapati Pak Sarif memasuki kelas dengan membawa tumpukan buku. “Hari ini saya akan mengadakan ulangan harian. Saya beri kalian waktu selama 10 menit untuk belajar terlebih dahulu,” tutur Pak Sarif. Pak kenapa mendadak? Iya nih kita belum belajar Suka banget tiba-tiba ujian Gerutuan murid di kelas saling bersahutan tak terima saat dengan mendadak guru pria itu memberikan pengumuman mengenai ulangan harian. “Gunakan waktu dengan sebaik-baiknya.” Pak Sarif benar-benar tak memberikan toleransi untuk mereka semua. *** Di bangku deretan belakang, Ralin terlihat sibuk dengan laptopnya. Hari ini ada kerjaan yang tak dapat diganggu gugat membuatnya harus membawa kerjaan itu ke kantor. Jeno yang posisinya gabut, langsung menghampiri sahabatnya itu dengan cengiran khas-nya. “Ralin,” panggil Jeno manis “Hm.” Mendengar balasan singkat itu, Jeno langsung mengulum bibirnya cemberut. “Kok lo cuekin gue sih?” rajuk Jeno. Brisia menggeplak kepala sahabatnya itu, memberikan kode supaya tak menggoda Ralin. Ralin masih fokus dengan laptopnya hingga sebuah suara menginterupsi kegiatannya. Kepala gadis itu mendongak dan mendapati Januar tengah menatapnya. “Apaan?” Ralin bertanya malas. Respon malas tersebut tak membuat senyum Januar luntur. Malah pemuda itu semakin semangat mendekatinya. “Kau baik-baik saja?” Pertanyaan itu membuat alis Ralin menukik. Dia tak paham inti dari obrolan tersebut. “Lelaki tadi, kekasihmu?” tanya Januar hati-hati. Hati Ralin berdesir mendapat pertanyaan seperti itu, namun tak ayal juga menganggukkan kepalanya. Pandangan mata Januar meredup karena pengakuan tersebut. “Katakan padaku, jika dia menyakitimu.” Kekehan mengejek terlontar dari bibir Ralin. Gadis itu menggeleng tak habis pikir dengan tingkah berlebih Januar. “Lebay!” Samuel yang mendengar itu langsung melotot. Giginya bergemelatuk tak terima dengan ucapan penuh ejekan yang dilayangkan untuk Alpha-nya. “Kau! Jangan bicara sembarangan!” “Sam,” peringat Januar dengan suara Alpha-tone nya. Seisi kelas yang mendengar suara berat Januar langsung menunduk takut. Kecuali Rab'J yang memang tak kenal takut. “Suara lo apaan banget dah? Sok-sokan biar keliatan serem gitu? Aduh!!!” Jeno kembali memekik karena Brisia yang memukul kepalanya. “Apa sih Bris?” “Jeno Jangan bikin rusuh!” tekan Brisia. Mengetahui jika tak ada yang memihak dirinya, Jeno hanya bisa misuh-misuh. *** Mores melihat jam pada pergelangan tangannya dan menghela nafasnya berat. Siang ini dia ada meeting diluar namun dengan proses terjun langsung di lapangan untuk meninjau lokasi. “Tuan, hari ini anda ada jadwal terjun lokasi. Apa anda ingin digantikan oleh tim lain?” tanya Aksa selaku tangan kanannya dengan sopan. “Tidak. Saya yang akan meninjau lokasi secara langsung,” balas Mores sebelum akhirnya berjalan menuju parkiran. Di belakangnya, Aksa dengan sigap mengikuti bos nya sembari membawa barang-barang yang nantinya akan digunakan untuk peninjauan. Sepanjang perjalanan, Mores hanya terdiam sembari menikmati jalanan Ibukota yang terlihat lenggang. Tidak seperti biasanya yang akan selalu padat merayap. Sekitar 45 menit akhirnya Mores tiba di sebuah tanah lapangan yang kosong serta luas. Mata Mores berpendar guna mengecek keadaan lokasi yang akan dia pergunakan untuk membangun sesuatu. Bruk! Atensinya beralih saat telinganya menangkap sebuah objek yang sepertinya terjatuh. Benar saja, dari jaraknya berdiri Mores bisa melihat seorang wanita tersungkur dengan barang belanjaannya. Entah apa yang ada di pikiran pria itu saat ini karena mendadak hati nurani nya justru berperilaku baik. “Mari saya bantu.” Uluran tangan Mores membuat wanita tersebut mendongak. Mores tak dapat melihat wajah wanita itu karena mengenakan topi serta masker rapat. Namun dari matanya, Mores seperti mengenalinya. Tanpa diduga wanita itu justru berlari menjauh dengan raut ketakutan, membuat Mores menggaruk kepalanya heran. Apa gue menakutkan? “Tuan, apa yang terjadi?” Aksa menghampiri dengan wajah khawatir. “Tidak ada, Aksa. Hanya saja aku seperti mengenal wanita tadi,” jawab Mores acuh. Sementara Aksa terdiam karena hanya itu yang bisa dia lakukan sebagai anak buah. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD