Bagian 52 - Tangisan Anakes

1260 Words
Anakes sudah memakan bunga yang diberikan oleh Bia. Mereka berdua saling tersenyum dan Anakes hanya memandangi mereka. Saat sudah mengunyahnya sampai habis, ia langsung ketagihan dan minta lagi. Bia berbisik kepada Persefon, “Apakah tidak apa-apa memakannya lebih dari satu?” “Dia pasti akan mabuk, jika terlalu banyak! Itu tidak masalah!” Kata Persefon.  Karena tidak ada tanggapan dari mereka berdua, Anakes memetik sendiri bunganya. Ia menggeser mereka berdua karena menghalangi jalannya untuk memetik. Ia mengambil apa yang terlihat matanya, entah itu bunga atau buah yang sudah matang. Persefon mencoba menghentikannya, tapi ia seperti seseorang yang kesurupan. Ia tidak bisa berhenti untuk memakan buah itu.  Bia membantu Persefon dan memperingati Anakes agar tidak memetik bunga itu lagi. Tetapi, ia tidak mau berhenti juga.  “Aku tidak tahu bahwa ia bisa menjadi gila seperti ini. Padahal seharusnya ia masih bisa dihentikan. Ini kasus yang langka!” Kata Persefon yang memegang tangannya untuk menghentikannya. Bia tidak bisa menghentikannya, karena tenaganya yang kuat. Persefon menyerah dan menyuruh kepada Bia agar tidak menghalangi Anakes.  “Ia akan berhenti sendiri. Mending kita menunggu saja!” Kata Persefon yang sudah kelelahan. “Itu dikarenakan efek dari bunga tersebut. Bunga itu juga membuat seseorang bertambah kuat!” “Wow, itu bunga yang hebat. Jika ia menambah kekuatan, pasti semua orang berebut mengambil bunga ini!” Kata Bia.  Mereka memperhatikan Anakes yang sudah merusak tanaman tersebut hingga seluruh buahnya habis. Ia lalu tergeletak lemah di lantai sambil menarik napas panjang. “Aku rasa sekarang saatnya menanyakan itu!” Kata Persefon menyuruh Bia menanyainya.  Bia melakukannya. Ia jongkok di dekat Anakes yang kelelahan dan kekenyangan. “Apakah sudah merasa lebih baik?” Tanya Bia kepada Anakes yang tidak bisa berdiri. Ia menatapnya dari atas. “Aku baik-baik saja!” Jawabnya. “Aku sangat berterima kasih kau mau membantuku hingga ke sini. Kau memang berhati mulia!” “Aku tahu itu!” Jawab Anakes sambil tertawa. Ia tertawa terbahak-bahak. Bia melihat Persefon. “Memang begitu efeknya!” Kata Persefon. Bia hanya memastikan bahwa Anakes baik-baik saja. Karena dari yang ia lihat, Anakes hanya melantur saja.  “Aku teringat dengan ucapan Fobos. Apakah kau memang sendiri di perbatasan itu?” Anakes lama menjawab. Ia diam, lalu tiba-tiba berubah. Ia tiba-tiba menangis. Bia merasa ini akan berhasil. Anakes kembali berbicara. “Apakah kau ingat dengan ucapan Persefon tadi? Ketika kita mencintai seseorang, kita akan menjaganya dan tidak akan merasa lelah? A-aku… ini aku… aku seperti itu. Aku menjaga cintaku disana.”  “Apa yang terjadi denganmu?” Tanya Bia lagi. Anakes berkata sambil merintih. “Aku menyembunyikan cintaku di rumah itu. Di rumah pandai besi. Aku membuat cintaku disana dan hidup bahagia disana!” Kata Anakes. Bia bingung maksudnya apa cinta yang sedang diceritakan oleh Anakes. “Apakah kau tinggal dengan seseorang disana, atau kau mencintai rumah yang kau buat disana?” Tanya Bia lagi. “Aku membuat cinta ku disana. Seseorang dengan besi yang ku bentuk sesuai dengan aslinya.” “Apakah itu bentuk pemujaan?” Tanya Bia lagi. Ia menatap Persefon dengan tajam. Wajahnya tampak bingung. Ia mendengar dengan baik jawaban Anakes. “Mungkin? Cinta apakah pemujaan? Cinta apakah salah? Kau mencintai seseorang, berarti kau memujanya? Ia juga mencintaiku. Kami saling mencintai.” Kata Anakes. “Dimana kau meletakkannya?” “Aku meletakkannya di rumahku. Di belakang rumahku. Tak ada seorang pun yang boleh tahu tentang itu. Itu adalah cintaku, dan rahasiaku.” “Mengapa kau kenal dengan Kokytos?” “Aku adalah sepupu ibunya! Saat mereka kecil, aku mencintai seorang wanita yang sangat cantik melebihi bidadari. Ibu Kokytos merestui hubungan kami. Tapi kedua orang tuaku tidak. Hingga pada akhirnya, ia diam-diam bunuh diri dengan masuk ke dalam sumur kebinasaan. Itu semua karena ku. Aku tidak akan kembali lagi ke sana. Aku akan membuat cintaku yang tidak akan pernah pergi. Kami memang seharusnya bersama. ” Jelas Anakes. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia duduk dan tetap menangis. Ia terlihat sangat sedih. “Apakah kau berniat buruk pada ku dan Kokytos? Kau terlihat aneh saat kami berada di rumahmu!” Kata Bia lagi. “Tentu tidak. Aku tidak pernah berniat jahat. Aku merindukan keponakanku, tapi aku tidak ingin ketahuan menyembunyikan cintaku yang dibuat dari besi di rumahku!” Bia sekarang mengerti alasannya. Anakes membuat sebuah patung menyerupai pacarnya dan menyimpannya di rumahnya. Ia sangat sedih karena kehilangan pacarnya hingga harus mengasingkan diri dari banyak penghuni surga. “Seharusnya aku tidak memberikan cinta yang mengerikan ini padanya, sehingga ia akhirnya mati.” Katanya merintih. Ia menangis tersedu-sedu. Air matanya jatuh ke tanah cukup banyak. ia menangis cukup lama hingga Bia dan Persefon merasa sangat terganggu. Ia menangis hingga air matanya tidak ada lagi. Pelan-pelan, dibawah kaki Anakes, tanah terlihat menonjol. Bia dan Persefon saling menatap. “Itukah dia?” Tanya Bia. Persefon mengangguk. “Kalian berhasil!” Katanya senang. Mereka menunggu hingga tumbuhan itu memiliki buah. Semakin lama, tumbuhan itu semakin besar. Mulai dari batangnya yang memanjang ke atas, lalu ranting-rantingnya mulai memanjang dan menumbuhkan daun. Kurang lebih tumbuhan itu tumbuh setinggi tiga meter, tapi tanpa buah. “Kau bilang tumbuhan ini kecil. Ini sama sekali tidak kecil!” Kata Bia kepada Persefon. Persefon melihat ke atas dengan senyuman yang indah. Ia tidak tahu bahwa di masa hidupnya, ia bisa melihat pohon tersebut. “Aku baru tahu, pohon ini bisa setinggi ini!” Kata Persefon. “Apakah ia akan berbuah cukup lama?” Tanya Bia lagi. “Tidak, kita tunggu saja. Itu tidak akan lama.” Kata Persefon.  Mereka duduk di bawah pohon tersebut. Persefon menyandar di batang pohonnya. Sedangkan Bia tidur sambil melihat ke atas, mengawasi buah dari pohon tersebut muncul.  Anakes duduk dengan kepala ke bawah. Ia menutup matanya seperti tertidur, padahal sebenarnya karena ia begitu lelah. Persefon menyakinkan Bia bahwa saat Anakes sadar, ia akan baik-baik saja, dan tidak akan mengingat apa yang dikatakannya. “Bunga yang kita berikan kepada Anakes ternyata berhasil. Aku tidak menyangka, ia menahan begitu banyak beban selama ini. Ia seharusnya mencari yang lain!” Kata Bia. “Mencari yang lain, itu seperti mencabut milik orang. Sangat sulit untuk menemukan yang baru dalam hidup. Kau tidak mengerti itu!” Ejek Persefon kepada Bia. Bia mengangkat tangannya lalu meletakkannya di bawah kepalanya untuk dijadikan penopang bagi kepalanya.  “Mencari, dan mencoba adalah dua hal yang sama. Kita seharusnya tidak menyerah!” Kata Bia menyanggah Persefon. Anakes kemudian terdengar mengeluh karena ia merasa ada yang aneh dengannya. Ia memegang matanya dan merasa ada air mata disana. Lalu ia juga merasa matanya bengkak. Ia bingung kepada ia duduk di bawah. Lehernya sakit karena terlalu lama menunduk. Ia menanyakan hal itu kepada teman-temannya itu. “Perasaanku terasa lebih baik!” Kata Anakes. Lalu ia melihat pohon di depannya. Ia merasa itu adalah pohon yang dicari mereka. Ia tidak melihat pohon tersebut sebelumnya tumbuh disana. “Apakah kita berhasil?” Tanya Anakes mendekat kepada mereka berdua. “Kau bisa lihat sendiri!” Kata Persefon. “Kita berhasil!” Kata Anakes berdiri dan melompat-lompat. Karena Anakes merasa senang, buah pohon tersebut mulai bermunculan.  Persefon dan Bia kagum. Ternyata, buah yang dihasilkan oleh pohon itu tergantung dari air mata yang membuatnya tumbuh. Bia langsung mengutip beberapa buahnya dan memasukkannya ke dalam kantong depan bajunya. Ia mengambil beberapa buah saja. Buat dari pohon tersebut berbentuk lonjong, berwarna merah di bagian atas, dan berwarna hijau di bagian bawah. Di pucuk nya ada seperti benang sari yang panjang tapi kuat berwarna pink. Anakes berhenti sebentar. “Siapa yang membuat pohon ini muncul?” Ia melihat mereka berdua secara bergantian. Tapi, tak ada yang menjawab. “Jangan bilang aku!” Katanya lagi.  Mereka berdua serentak mengangguk.  Argg…..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD