Bagian 64 - Taman Bunga

1069 Words
Hebe berdiri di ranting pohon yang besar. Ia merasa kesakitan karena tercampak oleh pukulan ranting yang mencoba menghalanginya. Ia terburu-buru sehingga terjatuh dengan mudah. Sedikit lagi ia bisa menyentuh tanah. Tapi, lagi-lagi akar-akar pohon kehidupan itu masih menyerang Hebe. Serangan akar semakin banyak. Hebe semakin kesulitan karena ia memegang tiga buah yang cukup besar dan berat. Ia menggunakan pedang-pedangnya untuk memotong akar-akar gantung tersebut. Ia harus lebih cepat dari sebelumnya karena akar-akar itu lebih barbar dibanding sebelumnya. Mereka tahu bahwa buahnya sudah dicuri dan mereka berusaha melindunginya. Akar-akar tersebut menyatu membentuk pusaran runcing akar lalu menyerang Hebe dengan tusukan besar. Pusaran akar itu berbentuk seperti mata bor raksasa. Hebe harus menghindarinya dan tidak bisa melawannya. Untung ada per di kakinya, yang membantunya untuk melompat lebih tinggi. Jika ia lebih lama lagi disitu, bisa-bisa ia mati konyol. Ia mencari cara untuk lari secepatnya. Ia melompat tinggi sekali, lalu membiarkan tubuhnya turun kebawah dengan cepat. Ia berputar di udara dengan cepat sehingga serangan dari akar-akar yang hidup tersebut bisa ditangkis dengan cepat tanpa hambatan saat ia meluncur ke bawah. Bia tahu bahwa Hebe akan menyentuh tanah. Ia memberitahu mereka untuk membuat Hebe tidak lagi melambung ke bawah. Mereka membuat sebuah penahan yang lembut di bawah yang terbuat dari daun-daun agar Hebe tidak memantul ke atas saat menyentuh penahan tersebut.  Hebe jatuh ke bawah penahan tersebut. Bia langsung menangkap tangannya agar ia tidak lagi memantul. Mereka sangat bersyukur, Hebe bisa melakukannya. Jantung Bia terasa mau copot. Ia mencampakkan dirinya di penahan itu bersama dengan Hebe. Arae bertepuk tangan karena Hebe. Ia melihat Hebe menunjukkan buah darah yang diambilnya. Ia melihat ada tiga warna buah yang diambilnya.  “Aku tidak tahu yang mana yang bisa menjadi buah darah untuk ritual tersebut! Jadi aku mengambil ketiganya.” Kata Hebe yang melihat wajah mereka kebingungan. Bia mendengar perkataan itu, lalu ia bangun untuk memastikan buah apa yang diambil Hebe.  “Aku lupa mengatakan warna yang harus diambil!” Kata Arae sambil menepuk jidatnya. “Kenapa ada tiga?” Tanya Kokytos yang melihat tiga warna buah darah itu. “Itu tidak masalah! Kita memerlukan buah yang berwarna ungu saja. Yang lain nya bisa disimpan oleh Arae.” Kata Akhlis lalu mengambil buah itu dan memasukkannya ke dalam sebuah kantongan. Ia melihat mereka dan mengatakan bahwa tugas mereka di sana sudah selesai. Sekarang mereka harus berjalan menuju surga bagian pertama untuk pergi ke tempat sumur kebinasaan. Itu tidak jauh lagi dari tempat mereka sekarang.  Hebe masih melepas senjatanya. Ia dibantu Bia saat melepas sandal yang diikat per itu. Mereka mengejar Akhlis yang sudah lebih dulu berjalan. Akhlis tidak menunggu mereka berdua. Mereka berdua berteriak memanggil Akhlis dan Kokytos. Saat sudah berhasil mengejar Akhlis melihat ke belakang. Ia melihat Arae yang melambai kepada mereka.  “Terima kasih!” Kata Akhlis kepada Arae sambil melambaikan tangan. Yang lain juga melakukan hal yang sama.  Kokytos mendekati Hebe. Ia berbicara kepadanya. Padahal sebelumnya ia tidak mau melakukannya. Ia berterima kasih kepada Hebe karena mau mengambil buah tersebut disaat yang lain tidak berani. Hebe tidak berkata apa-apa. Ia ingin menyiksa Kokytos dengan sikapnya. Ia berjalan lebih cepat hingga sejajar dengan Bia dan Akhlis. “Aku tidak menyangka kau memiliki bakat sebagai penguji s*****a! Tadi itu sangat menawan. Kau bisa memprediksi semua yang akan terjadi dalam pertarungan. Apa ini pertarungan pertama mu?” Tanya Bia.  “Aku lebih banyak bertarung dengan mulut dibanding fisik. Pertarungan tadi adalah pertarungan fisik ku yang pertama.” Kata Hebe. “Melihat apa yang kau lakukan tadi, aku tidak percaya itu yang pertama!” Kata Akhlis melihat Hebe dengan tatapan menusuk.  “Benar! Ini yang pertama!” Kata Hebe lagi kepada Akhlis.  “Aku rasa dia jujur!” Kata Bia.  Mereka terus berjalan melewati jalan-jalan yang mulai dipenuhi oleh rumput-rumput hijau. Mulai tampak bukit-bukit kecil yang bertumpuk-tumpuk dan pemandangan mulai tampak indah.  “Kita masuk dari sisi Utara, jadi lebih indah!” Kata Akhlis. “Kami sudah berulang kali muter-muter tetapi, tetap saja, masih ada tempat yang belum kami lihat!” Kata Hebe yang sangat suka dengan pemandangan yang mereka lihat. “Kita akan melewati taman bunga!” Kata Akhlis. Hebe dan Bia tampak senang. Mereka belum pernah melihat taman itu. Mereka tidak sabar melihat taman bunga yang dikatakan oleh Akhlis. Ia sengaja membawa mereka berputar untuk melihat keindahan bunga di wilayah itu. “Bukankah seharusnya kita lurus?” Kata Kokytos yang bingung karena Akhlis membawa mereka belok kanan.  “Kita dari sini saja. Pemandangan ini lebih menakjubkan, sekaligus melihat temanku!” Kata Akhlis.  Kokytos tidak bisa berkata lagi. Meski ia sebenarnya tidak mau berlama-lama lagi. Hebe dan Bia mengikuti arahan Akhlis saja. Akhlis sangat susah ditebak, jadi mereka sudah terbiasa dengan itu. Mereka pun sampai di taman Bunga yang sangat indah. “Siapa pemilik bunga-bunga ini?” Tanya Hebe. Ia berlari menuju taman bunga tersebut.  Ada sebuah jalan yang di kanan kirinya dihiasi oleh bunga. Ada pohon besar yang menjulang tinggi melindungi bunga-bunga tersebut. Dikelilingi pohon itu, disusun bunga-bunga berdasarkan warna dan jenisnya. Ada banyak warna yang ditanam di dekatnya. Ada bunga berwarna ungu dengan batang yang tinggi, bunga kecil dan pendek berwarna biru. Beberapa bunga berwarna kuning dengan batang yang tinggi dan juga bunga berwarna pink.  Hebe berteriak kegirangan hingga seorang wanita yang sedang menyiram bunga mendatangi mereka. Ia membawa penyiram tanaman di tangannya. Ia melihat Hebe yang ingin memetik bunganya.  “Hei! Apa yang kau lakukan?” Katanya berteriak yang melarangnya untuk memetik bunga itu.  “Ya? Maaf!” Kata Hebe berbalik. Akhlis melihat Khloris sedang berbicara dengan Hebe. Ia menyapa nya dan melambaikan tangan.  “Akhlis? Apa yang kau lakukan?” Kata Khloris yang berbalik menyapanya dan langsung berlari memeluknya. “Sudah lama tidak bertemu!” Kata Khloris melepas pelukannya.  Bia dan Kokytos saling menatap. Mereka sedang membicarakan Akhlis dengan mata mereka. Mereka berpikir bahwa Khloris adalah gebetan Akhlis.  “Kenalkan teman-temanku. Kami ingin pergi ke wilayah surga bagian pertama. Jadi aku singgah dan membawa mereka kesini. Taman mu semakin indah, dan jenis bunganya semakin banyak!” Kata Akhlis. “Terima kasih sudah berkunjung. Aku sangat rindu padamu. Kau seharusnya lebih awal mendatangiku. Aku sekarang sudah menikah!” Kata Khloris. Kokytos dan Bia berkata dengan serentak. “Uuuhhh…” Khloris dan Akhlis melihat ke belakang ke arah Kokytos dan Bia. Mereka merasa terganggu dengan ucapan serentak mereka.  “Maaf… itu tidak disengaja!” Kata Kokytos. “Ya, itu tidak sengaja!” Kata Bia lagi. “Kita belum berkenalan!” Kata Khloris melihat mereka berdua. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD