Kekhawatiran

1156 Words
Asoka memejamkan matanya menekan gemuruh dan sesak di dalam d**a, tapi kesempatan yang ia berikan dan toleransi Riftan sudah berada pada ambang batasnya. Ia tidak bisa membantu lebih bayak lagi. Apalagi Riftan sudah bilang jika ia akan memberi putri Adora ketegasan untuk menyadarkan perasaannya terhadap Asoka. Keadaan ini benar-benar sudah kacau. “Aku tidak bisa menjanjikan hal itu, putri. Seperti yang kau ketahui, di sini bukan aku yang menentukan keputusan, tapi RIftan. Kau telah membuat kesalahan fatal dan itu artinya kau harus menerima hukuman. Maaf aku hanya bisa sampai di sini saja,” ucapnya lalu pergi meninggalkan putri Adora. Putri Adora semain kacau, ia tidak bisa membiarkan Asoka jauh darinya apalagi dalam situasi seperti sekarang. Ia tidak mau pulang ke istana dan meninggalkan kenangan bersama Asoka di sini. Entah kenapa, memikirkan untuk berpisah dengan Asoka saja membuatnya merasa sangat sesak di bagian dadanya, apalagi jika itu benar-benar terjadi. Sebenarnya ada apa dengan dirinya? Apakah ia benar-benar sudah sangat bergantung kepada Asoka? Riftan masih sibuk mengurus Nayya yang terbaring lemah di kasur, kejadian kemarin membuatnya syok dan tidak mau beranjak dari tempat tidur. Ia trauma bertemu dengan putri Adora. Membayangakan wajah perempuan itu saja ia sudah gemetar ketakutan apalagi jika harus melihatnya secara langsung. “Kau tidak mau beranjak dari kasur? kau sudah menahan buang air sejak kemarin loh, kalau begini terus perutmu bisa sakit,” ucap Riftan khawatir. Nayya hanya menggeleng menoleh bujukan Riftan. “Aku tidak mau pergi kemana-mana, aku takut perempuan itu tiba-tiba muncul dan menyerangku lagi. ” ucap Nayya sambil menyembunyikan tubuhnya di balik selimut. “Kau ini bicara apa? Dia tidak akan datang kemari lagi. Kau tidak perlu khawatir. Secepatnya ia akan aku kirim kembali ke istana,” ucap Riftan. “Apa? Tapi kenapa?” tanya Nayya masih mengkhawatirkan putri Adora. “Kau bertanya kenapa? Karena dia sudah berusaha mencelakaiku, Nayya,” ucap Riftan. Nayya terdiam sejenak lalu menatap Riftan dengan tatapan dalam. “Tapi Riftan, dia akan menderita dan malu kalau kembali ke sana, semua orang sudah tahu kalau kau adalah pasangan jiwanya, kalau dia kembali dengan menceritakan kejadian ini, pasti putri Adora akan dihukum oleh baginda raja.” Ucapan Nayya membuat Riftan bingung. “Kenapa kau malah membela dia? bukannya kau sekarang ini sedang tidak ingin melihatnya? Gara-gara dia pula kau menjadi begini,” gerutu Riftan, ia merasa gemas dan greget sekali kepada Nayya. Ia masih mengkhawatirkan orang yang sudah mencelakai dirinya. “Iya memang, tapi aku tahu, di balik sikapnya itu ada alasan kuat kenapa dia melakukan itu. Dia mencintaimu dan merasa cemburu. Jika putri Adora dikembalikan ke istana dengan mengatakan semua alasan yang menyudutkannya, hatinya akan bertambah kacau dan hancur. lagipula, apa kau sudah lupa pada Asoka? Bagaimana ia akan menjalani hidupnya tanpa putri Adora? Apa yang akan di rasakan oelh Asoka jika sampai mereka berpisah? Putri Adora memang memiliki sikap buruk tapi tidak ada salahnya memberikan sekali lagi kesempatan untuknya menebus kesalahannya itu, kan? Kau jangan mengusirnya,” ucap Nayya. “Hah… kau ini, selalu saja bersikap seperti itu. Kebaikanmu inilah yang akan dimanfaatkan oleh orang yang memiliki niat butuk. Kau gampang kasihan dan tidak tegaan dengan orang, kau tidak bisa membedakan niat yang betul-betul tulus dengan yang hanya berpura-pura.” Riftan kembali menggerutu tidak setuju dengan ide Nayya. “Riftan, aku ini seorang perempuan. Aku bisa mengerti perasaan putri Adora. Bagaimana serba salahnya putri Adora sekarang. Kau jangan menambah tekanannya,” ucap Nayya. “Tapi tetap saja, karena dia sudah bersalah makan harus di beri hukuman. Dia akan seperti itu terus jika dibiarkan. Bagaimana seandainya kau berhasil di mangsa olehnya. Vampir yang murka saat menghisap darah akan mengakibatkan terbunuhnya korban, apalagi putri Adora memang berniat ingin melenyapkanmu. Tidak, aku tidak akan membiarkan satu orang pun mencelakaimu lagi. Aku tidak akan bisa membayangkan bagaimana kehidupanku tanpa dirimu. Maaf sayang, tapi kali ini aku tidak bisa mendengarkan ucapanmu yang naïf itu,” sanggah Riftan. Mendengar itu, Nayya hanya bisa menghela nafas. Ia sebenarnya sangat kesal dan takut dengan sikap putri Adora tapi ia sangat memahami kalau apa yang putri itu lakuakn semata-mata hanya karena ia mencintai Riftan. “Omong-omong, bagaimana perutmu, apa sudah tidak sakit lagi?” taya Riftan kemudian. Tangannya masuk di balik pakaian Nayya dan meraba perut datar Nayya untuk memeriksanaya secara langsung. Riftan bisa merasakn aliran darah yang deras di dalam pembuluh darahnya. Riftan menelan liurnya menekan keinginannnya untuk menghisap darah Nayya lagi. Meskipun ia sangat ingin meminum darahnya lagi, ia berusaha keras untuk menahan hasratnya itu. Nayya masih lemah dan ia tidak mau menambahnya dengan menghisap darahnya. Atau Nayya akan bertambah sakit. “Aw…aw.. sakitnya datang lagi.” Nayya meringis. “Apa? Kalau begitu ayo bangun dan masuk ke kamar mandi untuk membuangnya. Kau jangan bersikap seperti anak-anak seperti ini, Nayya,” ucap Riftan yang ikut-ikutan pani melihat Nayya meringis. “Tidak mau! aku tidak bisa bangun. Lututku masih lemas. Hu..hu…” Nayya meringis sambil memegangi perutnya. Riftan menghela nafas panjang. Dengan sekali garkan tubuh Nayya sudah barada di dalam gendongannya lalu membawanya ke kamar mandi. “Apa yang kau lakukan, Riftan? turunkan aku!” Nayya meronta meminta untuk dilepaskan tapi Riftan tidak menggubrisnya. Ia lalu melangkah masuk ke kamar mandi dan meletakkan Nayya di bak mandi. “Kalau kau masih menahan untuk buang air, aku sendiri yang akan memaksamu, kau mengerti?” rupanya ancaman Riftan cukup membuat nyali Nayya menciut. “Baiklah, akan aku coba, tapi kau keluar dulu…tapi, bagaiamana kalau masih gak mau keluar?” ucap Nayya. “Apa perlu aku membantumu untuk mengeluarkannya?” pancing Riftan. “Ti…tidak perlu. Aku akanencibajya sendiri,” ucap Nayya. Riftan tersenyum lalu melangkah kleuar kamar mandi dan berdiri di depan pintu. Ia berjaga-jaga jika Nayya berteriak histeris lagi. Tapi setelah beberapa lama, Nayya akhirnya keluar deangn rambut basah dan tubuh yang hanya dililit handuk pendek. “Kau sudah mandi? Bagiamana perasaanmu?” taya Riftan. Matanya tidak berkedip melihat tubuh indah Nayya. “Iya, aku gerah dan memutuskan untuk mandi saja. Lagi pula airnya hangat. Kalau begitu aku ke ruang pakaian dulu,” ucap Nayya sambil melangkah ke arah samping dan masuk ke dalah sebuah ruangan yang tidak terlalu besar. Riftan hanya bisa memandangi Nayya dari jauh tanpa berani mencoleknya. Darahnya berdesir melihat bayangan Nayya telanjang. Riftan bisa membayangkan tubuh indah itu dibalik ruangan kaca buram itu. Perlahan ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah ruang ganti tempat Nayya berada. Riftan bersandar di ambang pintu menatap Nayya memakai bra dan celana dalamnya. Ia tersenyum melihat pemandangan itu. Ia masih bisa membayangkan bagaimana takutnya pasanganya ini saat melihat putri Adora yang ingin menerkamnya saat itu. Ia pasti tidak akan memaafkan dirinya jika sampai sesuatu terjadi pada Nayya. Sedangkan Nayya sibuk memakai pakaian, saat ia tanpa sengaja menoleh, ia sangat terkejut melihat Riftan sudah berdiri sambil memandanginya. “Kyaaaa….!dasar pria m***m ! kenapa kau mengintipku berpakaian?” teriaknya, ia pun dengan cepat memakain bajunya. Riftan melagkah menghampiri Nayya dan memeluknya. “Hmm wangi sekali, rasanya aku ingin melahapmu sekarang juga,” guman Riftan sambil mengendus leher Nayya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD