Mencari Tahu

1052 Words
Tubuh Asoka menegang, ia baru pertama kali merasakan sensasi aneh namun menyenangkan seperti ini. Di kehidupan sebelumnya pun, ia tidak pernah berani membayangkan sentuhan seperti ini, atau memikirkan rasa dari sentuhan ini ada. Kenyataan bahwa kutukan hidupnya membekukan pikirannya sehingga warna rambutnya berubah menjadi helaian emas, membuatnya melupakan kalau ia juga ternyata masih pantas mendapatkan perasaan cinta dan kasih sayang dari seseorang. Kutukan itu, telah membekukan perasaannya sehingga berpikir jika menemukan pasangan jiwa adalah hal yang mustahil ia lakukan bahkan sampai sekarang pun, ia masih menganggap jika apa yang telah terjadi antara dirinya dan putri Adora itu karena ia menipu semua orang, entah apa yang akan terjadi jika putri Adora mengetahuinya suatu saat nanti. Namun, tatap saja, perasaan yang sekarang ini ia rasakan, begitu sangat luar biasa. Merasakan bibir lembut putri Adora yang mengulum bibirnya, hatinya seperti ingin meledak rasanya. Ia merasa ini adalah sesuatu yang sangat benar. Ia yang tadinya hanya pasif menerima perlakuan putri Adora, berubah menjadi lebih berani. Ia pun membalas ciuman putri Adora dan membingkai wajahnya, memastikan kepala putri cantik itu tidak bergerak kemana-mana. Asoka mengulum dan menghisap bibir putri Adora sesuai naluri, ia bahkan tidak membutuhkan waktu lama sebagai pemula untuk menaklukkan gerakan putri Adora yang liar. Sampai desahan putri Adora keluar. Asoka tersentak, ia menghentikan gerakannya dan melepas ciuman mereka. Dengan nafas tersengal, wajah yang memerah, mereka saling pandang. Asoka mengusap wajah putri Adora dengan penuh kelembutan, dan menatapnya tanpa kedip. “Aku merasa tidak sakit lagi, terima kasih,” ucap putri Adora dengan wajah yang masih memerah. Seketika Asoka tersadar dari khayalannya. Ternyata yang baru saja ia lakukan kepada putri Adora hanya sebatas memberi pertolongan, bukan sesuatu yang membutuhkan perasaan dalam mengukurnya. Hampir saja ia memperlakukan dirinya sendiri dengan terus terbawa perasaan hanya karena nikmatnya sentuhan mereka itu. Bodohnya ia sampai berpikir seperti itu. “I..iya, sama-sama putri.” Bergegas Asoka bangkit dari ranjang dan berdiri di hadapan putri Adora. “Jika sudah tidak ada lagi yang putri butuhkan, aku akan keluar dari sini,” ucap Asoka. Putri Adora tidak menjawab sehingga Asoka menganggap jika diamnya gadis itu adalah mengiyakan ucapannya. Asoka berbalik dan melangkah keluar dari kamar. Meninggalkan putri Adora yang masih tertegun. Asoka terus berjalan keluar kastil dan melompat ke sebuah pohon besar. Ia terus menjauh dari kastil, melayang dan hinggap ke satu pohon ke pohon lain. Ingin rasanya ia menghilang saja dari dunia ini agar rasa malu yang ia rasakan lenyap bersama kepergiannya. “Bodoh…” lirihnya sambil terus melayang diantara pepohonan hutan. Sampai ia berhenti di atas dahan sebuah pohon besar dan duduk termenung di sana. “Apa yang sebenarnya aku pikirkan? Kenapa perasaanku menjadi kacau begini? hubungan seperti apa yang sudah terjadi antara aku dan putri Adora? Sebuah hubungan yang pada akhirnya mungkin akan aku sesali karena memiliki awal yang buruk. Wajah cantik yang memerah milik putri Adora seketika terbayang di benaknya, mengiris perasaannya hingga berdarah, ketika menyadari jika perasaan putri Adora masih tetap sama bahkan setelah ia menyembuhkannya sekalipun. Apakah rasa cinta itu bisa sebegitu dalamnya hingga mampu mengalahkan kekuatan pengikat jiwa? Mematahkan harapannya hingga menjadi asa yang tak tersampaikan lalu menghilang seperti debu yang terbang terbawa angin. “Aku benar-benar sudah kacau…” gumannya sambil mengusap rambut emas panjangnya yang terikat rapi. Sementara itu, putri Adora masih berada di atas ranjangnya. Menatap kosong tanpa arah. Pikirannya kalut, bingung dan penuh tanya. Ia kini bertanya-tanya, tentang kemampuan Asoka menggantikan Riftan mengobati dirinya. Mencoba berpikir sendiri tentang Asoka yang mampu memberikan rasa nyaman setiap kali berada di sisinya. Apa yang sebenarnya terjadi? Awalnya ia bisa mengabaikan, dengan berpikir jika hal itu adalah lumrah terjadi, juga karena seringnya mereka berinteraksi. Akan tetapi semakin lama, ia semakin merasa jika keberadaan Asoka sudah sangat mempengaruhi hidupnya, pria itu sudah memasuki batasan yang seharusnya ia tidak boleh berada di sana. Dan keberadaannya sudah sangat menyenangkan sampai-sampai ia sendiri tidak bisa lagi membedakan siapa sebenarnya pasangan jiwanya. Riftan atau kah Asoka. “Aku tidak bisa menyimpulkan apa-apa, aku tidak mengerti sebenarnya ada apa? kenapa Asoka bisa menyembuhkanku dengan mudah dan sebaliknya, Riftan tidak mampu melakukan yang seharusnya ia lakukan sebagai pasangan jiwa,” gumannya bingung. Keesokan paginya, Riftan datang berkunjung ke tempat putri Adora saat gadis itu sedang menikmati sarapannya di taman samping kamar. Melihat kedatangan Riftan, putri Adora berdiri dan menyambutnya dengan suka cita. Memeluknya seperti biasa, walau pelukan mereka terasa hambar dan kosong. “Bagiamana keadaanmu, putri?” tanya Riftan sambil duduk di kursi. “Seperti yang kau lihat, aku sekarang baik-baik saja,” jawabnya sambil mengiris potongan daging mentah yang ada di atas piringnya. Diteguknya cairan berwarna merah di dalam gelas sambil menatap Riftan yang duduk di hadapannya. “Syukurlah jika kau sekarang sudah sembuh, aku kemari untuk menanyakan kondisimu saja,” sahut Riftan. “Terima kasih telah mengkhawatirkanmu, tapi sebenarnya ada banyak hal yang ingin aku tanyakan menyangkut kejadian kemarin. Apakah kau bisa meluangkan waktumu untuk memberikan aku sebuah kejelasan tentang itu?” tanya putri Adora sambil memasukkan potongan daging ke dalam mulutnya. Riftan menghela nafas panjang, lalu menatap putri Adora. “Putri, untuk sekarang ini aku tidak bisa memberikan penjelasan apa-apa.Apa yang kau alami, itulah kenyataannya. Terlepas dari alasan yang kau inginkan. Hal ini, bukan suatu yang bisa aku ceritakan begitu saja, aku harap kau bisa menunggu sampai kau memahami sendiri tanpa harus mendengarkan penjelasan dari siapa pun. Yang pasti, apa yang sudah terjadi, itu adalah hal yang benar. Tidak ada yang akan menyesal meskipun aku sangat memahami kebingunganmu,” ucap Riftan. “Kau masih ingin menyembunyikan segalanya dariku, apakah kau tahu betapa aku merasa sangat tidak nyaman dengan Asoka? Aku seperti mendapatkan sesuatu yang tidak pernah aku dapatkan darimu, dan itu sangat menggangguku. Aku juga merasa malu dengan Asoka. Tidakkah kau mengerti itu?” putri Adora ternyata tidak bisa semudah itu menerima penjelasan Riftan. “Baiklah, semua akan kau ketahui alasannya hanya saja, kau harus menunggu sampai peperangan melawan Gonzales berakhir. Di saat itu, aku dan Asoka akan menjelaskan semua yang terjadi. sampai pada saat itu tiba, kau harus menunggu, aku pergi dulu.” Riftan bangkit dari duduknya dan melangkah meninggalkan putri Adora yang masih di selimuti penasaran. “Hah…! aku tidak bisa berdiam diri seperti yang dia katakan. Jika dia tidak mau memberitahu alasannya, maka aku yang akan mencari tahu sendiri. Aku ingin tahu, sejauh mana dia menyembunyikan hal penting itu,” gumannya sambil menatap lurus ke depan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD