Kekeluargaan

1189 Words
Riftan tertegun, apa yang gadis ini lakukan? Apa ia tahu dampak yang bisa terjadi padanya jika ia terus melakukan ini? Riftan ingin melepas pangutan bibir mereka tapi Nayya malah semakin menempelkan tubuhnya ke tubuh Riftan, kedua lengannya bahkan sudah melingkar erat di leher Riftan. Nayya benar-benar ingin secepatnya rasa sakit itu sembuh. Lain halnya dengan Nayya yang hanya ingin menghilangkan sakitnya, Riftan malah merasakan tubuhnya menghangat. Ia merasakan getaran aneh yang menjalani di seluruh tubuhnya. Perasaan nyaman namun menggelitik. Perasaan ini tidak asing, tapi sejak Adelia tiada, perasaan itu juga sudah lama mati. Namun, entah kenapa rasa itu bangkit kembali dan membuat jantung yang sudah lama tidak berdetak itu seakan kembali hidup kembali. Rasanya aneh tapi menyenangkan. Riftan jadi menikmati setiap gerakan bibir Nayya yang terasa kaku, namun, hal itu justru membuat Riftan hampir kehilangan kendali. Mata yang tadinya terpejam tiba-tiba terbuka dan berwarna merah. Gairahnya bangkit, ia sekitar ingin melahap Nayya saat itu juga. Ia ingin merasakan darahnya. Ini tidak boleh terjadi, Nayya bisa mati jika ia terus saja membiarkan gairah menguasai dirinya. Saat ia kembali tersadar, Riftan langsung melepaskan diri dari pelukan erat Nayya di tubuhnya. “Apa yang kau lakukan?!” tanyanya sambil menghindar. Nayya hanya terdiam. Iya, apa yang sebenarnya yang sudah ia lakukan, kenapa ia malah mencium Riftan? Memalukan. Nayya tertunduk dengan wajah memerah . “Maaf, aku…aku tidak sengaja. Aku hanya terbawa perasaan, maksudku, aku…aku…” Nayya tidak bisa berbicara dengan baik, alasan apapun yang akan ia sampaikan, tidak mengubah kenyataan bahwa dialah yang telah mencium pria ini tanpa rasa malu, padahal Riftan hanya berniat menyembuhkannya dengan cara yang sedikit tidak biasa. Tapi kenapa ia malah melakukan hal lebih seakan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Uh, benar-benar memalukan, kau sangat bodoh Nayya..! rutuknya dalam hati. “Kau terbawa perasaan, apa kau gila? Aku hanya menolongmu, kau kesakitan dan aku membantumu. Tapi kenapa kau malah…” “Iya..iya aku tau. Aku minta maaf, aku tidak sengaja melakukannya,” Teriak Nayya. Ia benar-benar merasa malu sekali. “Lain kali, kau akan mendapat celaka jika melakukan itu lagi,” ucap Riftan memperingatkan lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Nayya hanya bisa menatap Riftan sambil mendengus kesal. “Dasar pria aneh, aku kan tidak sengaja. Kenapa marah begitu. Lagian, bukannya yang menciumku duluan itu dia, aku hanya tidak bisa mengendalikan diriku dan menciumnya balik. Tapi pasti dia sudah berpikir yang tidak-tidak tentangku. Dia pasti berpikir kalau aku perempuan yang aneh dan tidak punya malu. Akh…menyebalkan..!” Nayya mengacak rambutnya frustrasi. Ia merasa sangat kacau. Nayya menyentuh dadanya, rasa sakit bagai ribuan benda tajam yang tertancap sekarang tidak terasa sama sekali. Ciuman itu benar-benar bisa menyembuhkannya, tapi sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang Riftan katakan itu benar? Apakah rasa sakit itu akan muncul lagi jika ia menyukai pria lain? hal konyol apa itu? ia sama sekali tidak berniat mempercayainya. Tapi, jika ia tetap nekat melakuknnya, rasa sakit itu akan muncul lagi. Dan bagaimana jika Riftan tidak muncul di saat sakit itu menyerangnya? Tapi bagiamana dengan Reno, ia sudah terlanjur menerima cintanya, apa yang ia harus lakukan? “Nayya, apa kau masih kesakitan?” Nayya tersentak saat Reno tiba-tiba ada di dekatnya. Dengan Refleks ia menghindar. Reno terlihat kecewa. “Nayya…” “Maafkan aku, Reno. Aku haus pulang sekarang,” ucapnya lalu bangkit. “Baiklah, kita akan akan pulang.” Ucap pemuda itu sambil membantu Nayya berjalan. Keduanya terdiam, Nayya hanya tertunduk dan terus berjalan dan memikirkan bagaimana cara menghindari Reno tanpa menyakiti perasaannya. Reno hanya menatap Nayya yang tertunduk diam. Kenapa Nayya bersikap seperti ini? bukankah ia baru saja menerima cintanya? Seharusnya mereka akan semakin dekat dan bahagia? “Nayya, apa yang sedang kau pikirkan?” akhirnya Reno membuka suara, saat mereka di dalam mobil. “Hah?! ah, tidak apa-apa, Reno. Aku hanya sedikit kelelahan, tolong antarkan aku pulang.” Ucap Nayya dengan suara lemah. Untuk sekarang ia hanya bisa mengatakan itu, ia belum menemukan alasan yang tepat untuk menjelaskan hal ini kepada Reno. Ia harus segera pulang dan memikirkannya. Ini semua gara-gara Vampir gila itu, ia harus mencari jalan keluar agar tidak berurusan dengannya lagi. “Baiklah kalau kau hanya lelah, tapi aku mau kau tersenyum sedikit saja. bukannya hari ini kita jadian? Aku ingin melihat senyum pacarku yang manis itu.” Reno menyentuh tangan Nayya dan mengelusnya dengan lembut. Nayya tersenyum canggung. “Nayya, aku benar-benar merasa menjadi pria yang paling beruntung di dunia ini. Terima kasih, ya. Kau telah menerimaku menjadi kekasihmu, aku sangat bahagia,” ucap Reno sambil mencium tangan Nayya dengan lembut. “Ah, i..iya, sama-sama. He..he..” balas Nayya dengan canggung. Perlahan ia melepas tangannya dari genggaman Reno dan menatap ke arah jendela. Reno menghela Nafas dalam, ia menatap Nayya lalu menyalakan mesin mobilnya. Entah kenapa ia merasa Nayya menghindarinya. Ia menggeleng mengusir pikiran-pikiran itu dan melajukan mobil meninggalkan tempat itu. Sementara itu, Riftan masih berdiri menatap kepergian mereka, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Asyaq yang tahu bagaimana perasaan Abizar hanya bisa menatap bingung. Kenapa tuanya itu membiarkan mereka pergi begitu saja. Bagaimana jika keduanya melakukan hal yang bisa memicu hawa panas dan sakit itu lagi? Kenapa tuannya tidak menangkap Nayya saja dan mengurungnya di dalam kastil sehingga semuanya aman terkendali. “Tuan…” “Diamlah, Asyaq. Aku tahu yang kau pikirkan. Tapi kau cukup melihat saja, Aku peringatkan kau, jangan melakukan tindakan tanpa perintahku sedikitpun, kau mengerti? Ucap Riftan lalu meninggalkan tempat itu. Keesokan harinya, Nayya sudah siap berangkat ke kampus. Ia tampak segar dan cantik. Meraih tas ransel dan laptop, ia keluar kamar dan melangkah menuju meja makan. “Selamat pagi, kaka Nayya.” Sapa adik-adiknya. “Hei, selamat pagi sayang. wah, kalian curang, masa makan duluan sih,” Nayya memasang wajah cemberut. Seorang anak kecil langsung memindahkan sebagian lauk yang ada di piringnya ke dalam piring Nayya. “Loh, kenapa di kasi ke kakak? ” tanya Nayya. “Tidak apa-apa, Kak. kita makan sama-sama saja.” ucapnya dengan polos. “Oh, terima kasih. Kau memang adikku yang paling baik.” Pujinya sambil mencium kening anak kecil itu. Tiba-tiba anak-anak yang lain pun berlomba memberikan sebaik lauknya pada Nayya. Nayya heran, tapI melihat ekspresi mereka, Nayya tahu kalau mereka pun ingin di puji seperti salah satu adik mereka. “Hmm, apakah pemberian ini bukan karena ingin mendapat pujian?” pancing Nayya. Mereka serentak menggeleng. “Jadi kalian ikhlas memberikan ini dan tidak mau mendapat pujian dari Kakak?” “Iya..” “Tidak…” Mereka menjawab bersamaan, setelah menyadari jika jawaban mereka salah, mereka tertunduk. “Sini, peluk Kakak,” ucap Nayya sambil membentangkan tangannya. Mereka semua pun bangkit dan berlomba memeluk Nayya dengan erat. “Kakak sayang kalian semua,” ucap Nayya. “Kami juga sayang sama Kak Nayya, kakak harus berjanji tidak akan pernah meninggalkan kami dan akan terus tinggal bersama kami,” ucap salah satu dari anak-anak itu. “Iya, Kakak berjanji. Tapi kalian harua berjanji juga untuk rajin belajar.” “Iya, Kak. kami janji,” jawab mereka. Nura yang menatap kebersamaan hangat anak-anak mereka hanya bisa menitikkan air mata sedih, akan bagaimana jadinya saat Nayya pergi dari rumah ini. mereka pasti akan sangat sedih, terutama Nilam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD