Ingin Menolong

1043 Words
Reno meronta berusaha melepaskan diri dari cengkeraman orang aneh itu. Tapi tenaganya tidak cukup kuat, ia merasa darahnya terhisap dengan kuat. Sampai terdengar suara tegukan demi tegukan. Semakin lama penglihatannya semakin kabur, kesadarannya juga semakin lemah. Tubuhnya lemas tidak bertenaga. Dan tiba-tiba tubuhnya panas bagai terbakar. Ia mengejang, menahan panas yang menyerang tubuhnya itu, hingga ia benar-benar kehilangan kesadaran dan tergeletak begitu saja saat orang itu melepaskan tubuhnya dan pergi. Pria bertubuh tinggi itu kembali menyeringai, ia mengendus beberapa kali ke udara lalu melompat ke atas gedung dan menghilang. Sementara itu, Nayya terlihat sedang bermalas-malasan di kamarnya yang indah. Ia terlihat sangat cantik memakai pakaian yang di sediakan di lemari pakaian. Pakaian yang kayaknya di pakai oleh seorang putri di negeri dongeng. Sebenarnya ia risih menggunakan pakaian itu, tapi karena si lemari itu tidak ada lagi pakaian biasa, terpaksa ia memakainya. Sudah seminggu, ia seperti terkurung di kamar indahnya itu semenjak terakhir kali Riftan mengunjunginya saat itu. Nayya tidak pernah lagi melihat Riftan, setiap kali ia berusaha keluar dari kamarnya, para pelayan akan mencegahnya dengan berbagai macam alasan. Nayya juga sudah sangat merindukan ibu dan saudara-saudara sepanti asuhannya. Tapi, seakan tahu kebutuhan Nayya, setiap kali ia memikirkan ibunya, pelayan pasti memintanya untuk menghubungi ibunya, menanyakan kabarnya sehingga Nayya tidak punya keluhan apa pun menyangkut keluarganya. Sehingga kini, ia hanya duduk menonton televisi dengan penuh rasa bosan di kamarnya. Beberapa kali ia membolak- balik majalah ditangannya, mengganti saluran siaran televisi, begitu seterusnya sampai ia kembali menghempaskan tubuhnya di atas kasur super empuk itu. “Ah, aku tidak bisa begini terus-terusan, kebosanan ini akan membunuh kalau tidak keluar dari kamar ini. Lagian, vampir ke mana? Sudah hampir seminggu harus melakukan sesuatu,” gumannya sambil berjalan ke arah pintu. Membukanya perlahan, Nayya cukup terkejut, ia pikir pintu kamarnya terkunci selama ini, tapi ternyata ia bisa membukanya dan berhasil keluar dari kamar dengan berjalan mengendap-endap. Nayya berjalan mengikuti lorong yang di sisi kanan kirinya adalah pintu-pintu. Mungkin salah satu pintu itu adalah kamar Riftan. Entah kenapa ia terus saja memikirkan Ruftan, seminggu ini Nayya selalu berharap Riftan akan datang mengunjunginya, tapi hingga detik ini, ia tidak pernah bertemu dengannya. “Mau ke mana Nona?” Nayya yang baru saja akan melangkahkan kakinya, suara tiba-tiba terdengar. Dalam hati ia berharap, tidak bertemu dengan vampir kejam dan aneh. Nayya perlahan membalikkan badannya, ia terkejut melihat seorang pria tampan sedang berdiri menyapanya dengan tatapan dingin. Nayya menelan ludah keringnya, ia melangkah mudur. “Oh, tidak. Saya hanya berjalan-jalan saja di sekitar sini. Soalnya saya bosan di dalam kamar terus.” Nayya berusaha memberi penjelasan. “Saya bisa mengantar Anda jika hanya sekedar ingin berjalan-jalan. Kastil ini sangat luas dari yang terlihat, ada banyak binatang buas dan vampir yang berkeliaran di dalam dan di luar kastil, jika tersesat maka sudah dipastikan Nona tidak akan selamat,” ucap pria itu. Nayya lupa jika kastil ini juga ada banyak penghuni yang menyeramkan, itu berarti akan lebih aman jika berada dalam kamar. “Oh begitu rupanya, aku hanya ingin bertemu dengan pak do... Maksudku tuan Riftan. Apakah bisa menemuinya?” ucap Nayya sedikit ragu. “Maafkan aku tapi tuan Riftan saat ini tidak ingin di ganggu, ia sedang dalam masa pemulihan,” terang pria itu. “Masa pemulihan? Memangnya tuan Riftan kenapa?” tanya Nayya mulai khawatir. “Tuan mendapatkan sedikit cidera saat melatih kekuatannya hingga butuh beberapa lama untuk pulih kembali,” ucap pria itu menjelaskan. Mendengar itu, Nayya menjadi semakin cemas. Ia tiba-tiba saja merasa tidak tenang dan ingin menemui Riftan. “Tapi tuan... Oh, saya harus memanggilmu siapa?” tanya Nayya “Nama saya Asyaq,” jawab pria itu sambil menundukkan kepalanya dengan hormat. “Oh, iya. Tuan Asyaq, bisakah kau mengantarku ke tempat tuan Riftan? Aku sangat ingin menemuinya,” ucap Nayya. Asyaq terlihat berpikir, kemudian ia menggeleng. “Sayang sekali saya tidak bisa Nona, saya tidak ingin Nona terkena musibah jika masuk ke tempat tuan Riftan tanpa izin.” Asyaq menolak. Tapi Nayya tidak putus asa, ia tetap berusaha memohon dengan segala kemampuannya hingga akhirnya ia berhasil meyakinkan Asyaq. Nayya mengikuti langkah Asyaq menuju tempat yang mereka akan tuju. Nayya berjalan menaiki tangga yang berbelok, lalu kembali berjalan menyusuri lorong yang dindingnya diterangi oleh beberapa obor. Setalah beberapa lama ia berjalan, Asyaq berhenti di depan sebuah pintu berwarna emas dengan ukiran kepala naga dan mawar putih yang sangat mewah sekaligus mengerikan. Asyaq memejamkan mata sejenak, lalu pintu tiba-tiba terbuka. “Silakan masuk, saya hanya bisa mengantarkan saja sampai di sini,” ucap Asyaq, membungkukkan badan sebentar lalu pergi meninggalkan Nayya seorang diri. Nayya memberanikan diri untuk melangkahkan kakinya masuk, saat tiba di dalam, pintu besar itu kembali tertutup rapat. Nayya terkejut, jangan-jangan ini jebakan. Ia melihat sekeliling, ruangan yang bernuansa emas dan merak serta bunga-bunga mawar berwarna putih. Semua benda yang ada di dalam ruangan itu terlihat sangat mewah. Apakah warna emas yang terdapat di sebagian besar pada benda-benda itu adalah emas? Tapi itu tidak mungkin. Nayya terus berjalan hingga tanpa sadar ia masuk ke dalam sebuah ruangan remang yang dipenuhi oleh cahaya temaram berwarna merah. “Hah? Ruangan apa ini? Kenapa aku bisa sampai ke tempat ini?” gumannya bingung. Tiba-tiba ia melihat seseorang terbaring di atas sebuah batu datar. Nayya terkejut, ia segera mendekat untuk melihat lebih jelas siapa yang ada di sana. Begitu mendekat, Nayya terkejut karena ternyata Riftan yang sedang terbaring lemah dengan nafas yang tersengal. “Pak Dosen... Apa yang terjadi padamu?” Nayya langsung menghambur memeluk Riftan. “Nayya..? Apa yang kau lakukan di sini? Pergilah, tinggalkan aku,” ucap Riftan. Ia tidak bisa bergerak karena tubuhnya sedang dalam proses penyembuhan sendiri, yang membutuhkan waktu hingga lebih dari 2 pekan. Tubuh itu akan terus terbaring lemas hingga benar-benar pulih dan sembuh dengan sendirinya. Sebenarnya ada cara cepat untuk memulihkan kekuatannya, yaitu dengan menghisap darah Nayya. Akan tetapi, Riftan lebih memilih tidak menghampiri Nayya dan lebih memilih menyembuhkan dirinya sendiri. Akan tetapi, kehadiran Nayya membuat tubuh dan hasratnya bereaksi. Taringnya memanjang dan matanya berubah merah. “Nayya, aku minta kau keluar sekarang juga,” ucap Riftan. “Tidak! Aku ingin di sini. Kata Asyaq kau mengalami cidera dan aku langsung memaksanya untuk mengantarku ke sini, jadi jangan suruh aku pergi. Aku akan menolongmu, bukankah aku ada di sini untuk memberikan darah yang kau butuhkan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD