Ancaman

1131 Words
Sonia duduk termangu menatap Reno yang sedang bersimpuh di hadapannya. Setelah mendengar semua ceritanya, Sonia menjadi kehilangan kata-kata. Apakah yang ia baru saja dengar itu adalah hal yang nyata? Pikiran realistisnya menolak untuk mempercayai setiap kalimat yang Reno ucapakan, akan tetapi kenyataan yang ia alami memperkuat keyakinannya jika Reno sudah mengalami hal mengerikan yang bahkan ia sendiri tidak pernah bisa bayangkan. Sonia masih beruntung hanya di jadikan sebagai sumber makanan oleh Reno, tapi berbeda dengan Reno sendiri yang darahnya sudah habis dan tubuhnya berubah mati. Wajah Reno yang penuh dengan kesedihan dan penyesalan atas yang apa yang terjadi padanya membuat hati Sonia kembali luluh. “Apakah kau tidak pernah sekalipun menjenguk orang tuamu?” tanya Sonia. Pada akhirnya ia harus menerima fakta bahwa Reno sudah bukan manusia lagi, ia sudah berubah menjadi jasad hidup tapi masih memiliki perasaan yang sampai kapanpun tidak akan pernah mati. “Aku datang saat mereka sudah terlelap, aku sengaja membuat ulah yang tidak pernah bisa mereka maafkan jadi kepergianku tidak membuat mereka terlalu bersedih. Ya, meskipun tatapan kecewa papa sangat menyakiti perasaanku dan tangisan Mama membuatku ingin membunuh semua orang yang aku temui, tapi setelah berpikir jernih, semuanya tidak akan bisa mengubah apa pun dalam hidupku lagi,” ucap Reno mulai putus asa. “Kau harus terus bersemangat, aku yakin tidak ada sesuatu hal di dunia ini yang tidak bisa di perbaiki selama kita mencobanya,” ucap Sonia. Mendengar itu wajah Reno kembali berseri. “Jadi, apakah kau percaya dan masih ingin bersamaku, Sonia?” Reno menatap Sonia dengan penuh harap. Sonia tersenyum dan mengangguk. “Iya…” “Terima kasih, aku merasa sangat bahagia, Sonia.” Reno memeluk Sonia, ia puas karena telah menyakinkan Sonia, dengan kata lain sumber makanan utamanya sudah dalam genggaman. Yang akan menjadi fokus selanjutnya adalah Nayya, ia akan merebut Nayya dari tangan Riftan. Ia akan menjadikan Nayya sebagai pasangan jiwanya agar hidupnya sebagai vampir akan terus kekal abadi. “Eh, Reno…” ucap Sonia. “Ya?” Reno melepas pelukannya. “Aku mau pulang, pasti Nayya sudah menungguku di kampus.” Mendengar ucapan Sonia, Reno mengangkat alisnya. “Maaf Sonia tapi, sekarang sudah tengah malam,” sahutnya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Mata Sonia terbelalak. “Apa?!” ia beranjak dari ranjang dan mengintip keluar jendela “Iya, jadi sebaiknya kau kembali tidur. Besok pagi saja aku mengantarmu pulang. Oke? Aku keluar dulu. Sampai besok,” ucap Reno sambil mengacak lembut rambut Sonia. *** Nayya tersentak, jantungnya bergemuruh tak terkendali, saat merasa ada seseorang yang menyentuh pundaknya. Perlahan ia menoleh dan melihat Asyaq berdiri di belakangnya. “Ah…hah…” ia menghembuskan nafas lega. “Ada dengan Nona? Kenapa reaksinya seperti sudah melihat makhluk mengerikan saja. Apa saya tidak cukup tampan untuk menjadi pengawal Nona?” Nayya terbelalak mendengar ucapan yang baru saja Asyaq ucapkan. Ternyata pria serius yang senyum ya sama sekali tidak pernah kelihatan ini bisa juga berbicara seperti itu. Nayya jadi melupakan ketakutannya untuk sejenak. “Apa? kenapa Nona menatap saya seperti itu? ada yang salah dengan ucapan saya?”tanya Asyaq lagi. “Ah, tidak, kok. Aku cuma sedikit terkejut, karena ternyata kau juga bisa berbicara santai begitu, aku senang akhirnya bisa melihat versi lain dari sikapmu yang membosankan itu, oups..!” Nayya cepat-cepat menutup mulutnya yang sudah terlanjur kalepasan bicara. Ia menatap Asyaq, ia yakin pria itu akan tersinggung. Tapi melihat ekspresinya yang datar seperti biasa, Nayya yakin pria yang penuh dengan keseriusan ini tidak akan tersinggung. “Apa Nona sedang terluka?” tanya Asyaq tiba-tiba. “Hah? ba..bagiamana kau bisa tahu?” tanya Nayya heran, ia sudah menyembunyikan tangannya di dalam saku. Bahkan tangannya itu sudah ia bungkus dengan kain tebal untuk menutupi aroma yang mungkin akan mengundang vampir menciumnya. “Aku mencium aroma manis darah menyelimut tubuh Nona. Nona harus berhati-hati.” Nayya hanya terdiam, ternyata Asyaq masih bisa merasakan bau darahnya. “Oh ya Nona, saya sudah menemukan lokasi sahabat Nona. Benar ia sedang bersama vampir baru itu,” ucap Asyaq kemudian. “Apa, jadi bagiamana keadaan Sonia sekarang. Apa dia baik-baik saja? kenapa tuan Asyaq tidak membawa pulang Sonia saja?” cecar Nayya tidak sabar. “Awalnya saya berencana untuk menyelamatkan Nona Sonia, tapi setelah itu saya jadi berpikir kalau itu tidak pelu saya lakukan,” ucap Asyaq. “Kenapa?” “Nona Sonia sepertinya senang berada di sana,” “Apa? itu tidak mungkin, Reno itu sangat berbahaya. Bukankah dia adalah vampir dan jika Sonia berada di dekatnya bisa jadi Reno akan mengisap darah Sonia. Tidak Tuan Asyaq, kau harus menolong Sonia sekarang juga.” Nayya jadi panik. “Tenanglah Nona, kita sudah terlambat untuk mencegah vampir baru itu. dia sepertinya sudah berhasil mencicipi darah Nona Sonia,” jelas Asyaq. “Apa? tidak.., Sonia. jadi bagiamana keadaanya sekarang, apakah dia baik-[baik saja. Sialan kau Reno, kau berhasil memperdaya Sonia yang lugu. Reno pasti menghilangkan ingatan Sonia dari mengisap darah sahabatku itu. Tuan, Asyaq, aku ingin menemui Sonia sekarang juga.” Nayya menuntut. “Vampir lain tidak bisa dengan mudahnya menghilangkan ingatan mangsanya. Hanya vampire yang memiliki kekuatan khusus yang bisa melakukan itu. Hanya taun Riftan yang bisa melakukannya, itupun dengan Nona saya tuan bisa menggunakan ilmunya itu. jika dia menghisap mangsa lain, malam mangsa itu akan merasakan sakit yang luar biasa bahkan mengingat dengan jelas apa yang terjadi padanya.” “Itu arti ya, Sonia merasa kesakitan saat darahnya di hisap oleh Reno. Dia pasti sangat ketakutan, tuan Riftan. Dia pasti sakit. Tolong tuan Asyaq, aku ingin menemui sahabatku itu.” Nayya memohon. “Jangan sekarang Nona, tidak perlu khawatir dengan kondisi Nona Sonia, dia akan baik-baik saja setelah makan dan istirahat cukup. Vampir baru itu merawatnya dengan baik. Kita harus kembali ke kastil secepatnya. Aku merasa ada yang tidak beras di sekitar sini. Aku mencium ada vampir lain yang sedang mengintai. Aku tidak yakin apakah dia sedang mangintai masanya atau sedang mengintai kita,” ucap Asyaq sambil menyalakan mesin mobilnya. Nayya membeku mendengar ucapan Asyaq, ia jadi mengingat kembali dengan pria asing yang dikatakan sang Bibi di kantin tadi. ‘Tuan Asyaq…” “Iya?’ “Tadi bibi di kantin bilang kalau ada seorang pria yang muncul dan mencari bekas darahku, Aku tanpa sengaja melukai tanganku. Bibi bilang kalau pria itu mencari-cari bekas darah itu, pria itu bahkan mencium tisu bekas darah itu,” ucap Nayya. “Ckiiiiittt…!” suara decik ban mobil yang menggesek aspal degan kuat membuat Nayya terkejut bukan main. Jantung hampir saja keluar dari tempatnya. Nayya menoleh ke arah Asyaq yang sedang menatap lurus ke depan dengan tatapan tajam. Wajahnya pria itu tegang tapi terlihat sangat tenang air danau yang dalam. Nayya mengikuti arah pandangan Asyaq, ia pun terkejut bukan main saat melihat seorang pria berambut panjang sedang berdiri di tengah jalan menghalangi mereka sambil menyeringai lebar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD