Tertipu

1191 Words
“Biar aku yang mengantarnya,” ucap Riftan yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Melihat Riftan menghampiri mereka, wajah Reno berubah kesal. Riftan tersenyum, Nayya menatap Riftan dengan tatapan dingin. Reno keluar dari mobil dan berdiri di sisi Nayya. Menggenggam tangannya dengan erat. “Maaf Pak, tapi saya sudah berniat untuk mengantar kekasih saya pulang ke rumah,” ucap Reno penuh penekanan. “Tapi aku membutuhkan Nayya, ada tugas yang harus ia kerjakan sekarang juga, ia belum boleh pergi dulu,” cegah Riftan sambil melangkah menghampiri Nayya. “Saya pikir tidak ada tugas kuliah penting untuk Nayya hari ini , Pak. Ayo Nayya, kita berangkat.” Reno menarik tangan Nayya masuk ke mobil. Tapi Nayya tidak bergerak, karena Riftan ternyata sudah meraih tangannya sehingga terjadilah saling tarik menarik. Riftan sengaja tidak menggunakan hipnotisnya kepada Reno, ia ingin tahu seberapa kuat tekad manusia saingannya ini. Di mata Riftan, Reno hanya kutu kecil yang bisa dengan mudah ia singkirkan. Tapi hal itu tidak bisa ia lakukan lantaran Nayya sudah memperingatkannya. “Lepaskan tangannya,” ucap Riftan. “Kau yang harus melepaskan tangan kekasihku,” hardik Reno penuh emosi. Riftan tersenyum sinis, sedangkan Nayya hanya menatap keduanya tanpa bisa berkat-apa-apa. Ia melihat Riftan sama sekali tidak berniat untuk melepaskannya, begitu juga dengan Reno. Lantas, apakah ia harus terjebak dengan ke dua pria ini di tempat ini selamanya? “Ah, permisi, tapi bisakah kalian melepaskan tanganku? Aku mulai kesakitan.” Mendengar itu keduanya dengan refleks melepas tangan Nayya. “Apa kau tidak apa-apa?” “Kau kesakitan?” Keduanya juga sama-sama menanyakan kekhawatiran mereka kepada Nayya, membuat Nayya semakin bingung. “Iya, aku tidak apa-apa, sekarang aku mau pulang naik bus saja. Tidak ada satu pun di antara kalian yang akan mengantarku dan itu sudah keputusanku,” ucap Nayya dengan tegas, setelah itu ia pun melangkah meninggalkan tempat itu. “Tapi Nayya, bukankah aku pacarmu, aku yang lebih berhak mengantarmu pulang, dari pada orang itu. Lagipula, kenapa dosen itu tiba-tiba ada di sini dan menghalangi kita,” protes Reno dengan manja. “Tidak Reno, kau juga tidak bisa mengantarku hari ini. Kau tidak lihat bagaimana kekanak-kanakannya kalian tadi? Orang-orang sampai memperhatikan kita,”ucap Nayya kesal. “Tapi kan itu gara-gara dosen itu, dia yang datang tiba-tiba. Ayo dong Nayya, ikut saja denganku, Jangan pedulikan dia.” Reno terus mendesak Nayya untuk ikut dengannya. “Tidak bisa, Reno. Aku mau naik bus saja. lebih baik kau pulang saja sekarang oke?” tegas Nayya. Ia kemudian melangkah menuju parkiran angkot meninggalkan Reno yang hanya bisa menatapnya dengan tatapan sendu. “Lebih baik kau melupakan Nayya untuk selamanya.” Tiba-tiba suara Riftan terdengar . Reno berbalik dan melihat Riftan melajukan mobilnya menuju arah Nayya. Tentu saja Reno tidak terima, ia pun dengan cepat masuk ke mobilnya dan menyusul Nayya, jangan sampai dosen b******k itu berhasil membujuk Nayya ikut dengannya. Sementara itu, Nayya masih berjalan menuju parkiran angkot dengan muka masam. Ia benar- benar tidak mengerti dengan kedua pria itu, bisa-bisanya mereka bertengkar memperebutkan dirinya. Saat ingin naik ke salah satu angkot, suara Riftan mencegah langkahnya. “Ayo naiklah,” ucap Riftan. Tapi Nayya pura-pura tidak mendengar, ia tetap naik ke angkot dan duduk di dalam . Abizar turun dari mobilnya dan ikut naik ke atas angkot. “Kau jangan keras kepala, atau aku akan memaksamu lagi supaya kau mau menuruti kata-kataku?” ucap Abizar. “Bisa tidak kau jangan menggangguku? Aku capek, aku mau pulang dan tidur. Kalau mau darahku akan aku kasih, tapi setelah itu jangan menggangguku lagi,” sahut Nayya dengan suara lemah. Riftan tidak mendengarkan, ia malah menyentuh dahi Nayya. “Apa kau sakit?” Riftan terlihat khawatir. “Iya, aku sakit gara-gara dirimu?” “Apa dadamu sakit lagi?” tanya Riftan lalu tanpa sadar menyentuh d**a Nayya dengan maksud memeriksa kondisinya. “Hei apa yang dilakukan tangan cabulmu itu?!” tegur Nayya. “Ah, maaf. Aku tidak senagaja.” Riftan dengan cepat menyingkirkan tangannya dari d**a Nayya. Wajahnya memerah. Ia bahkan tidak berani menatap Nayya lagi saking malunya. Mereka terdiam, sopir angkot sudah bersiap berangkat. “Hoi kang, aku cabut duluan yo. Udah dapat dua penumpang, lumayan!” Seru sopir angkot itu kepada temannya. “Iyo, lanjut…!” Riftan tersentak, ia menatap ke arah Nayya. “Mobilnya mau berangkat, Nayya. Ayo cepat turun,” Riftan mencoba membujuk sekali lagi. “Enggak, kau pergi saja sana.” Nayya tetap menolak. “Kau benar-benar memaksaku melakukan ini, Nayya.” Riftan lalu memejamkan mata dan… “Oke. Baik. Aku akan pergi denganmu. Apapun yang akan kau rencanakan tadi, tolong jangan di lakukan,” ucap Nayya tegang. Riftan tersenyum. “Bagus,” ucapnya lalu turun dari mobil diikuti oleh Nayya. “Loh, pak! kenapa turun. Ini sudah mau jalan!” teriak sang sopir. “Tidak jadi, Pak. tadi pacarku ngambek dan aku datang membujuknya. Maaf. Ya.” ucap Riftan beralasan. “Hah, dasar kampret!” caci sang sopir emosi. Riftan mengentikan langkahnya, ia berbalik dan menatap sang sopir dengan tajam. “Mobilmu ini tidak akan bisa beroperasi sebulan karena mogok.” Ucap Riftan lalu melangkah menuju mobilnya. “Mogok apanya, ini mobil baru, jangan sembarangan ngomong kamu!” sopir angkot masih sempat menunjukkan ekspresi kesalnya sebelum menyalakan mesin mobil. namun, ia cukup terkejut karena mobilnya tidak mau menyala. Riftan membuka pintu mobilnya untuk Nayya, Gadis itu kemudian masuk dan duduk di samping Riftan. Wajahnya cemberut kesal. Mobil Reno juga baru saja tiba saat Riftan mulai melaju ke jalan. Reno masih sempat melihat jejak mobil Riftan, tapi pada saat ia hendak menyusulnya, tiba-tiba mobil itu menghilang entah kemana. Nayya hanya terdiam di dalam mobil, ia menatap kearah jendela dan melihat pohon-pohon lebat di sekitar jalan. Loh, bukannya mereka akan pulang ke rumah? lalu kenapa jalan ini terasa asing. Ia yakin ini bukan jalan menuju rumahnya. Pepohonan yang rimbun dengan hutan yang lebat di sekitarnya, ini sangat asing. “Kita mau ke mana, ini..ini bukan jalan menuju rumahku.” Ucap Nayya mulai khawatir. “ini memang bukan jalan menuju rumahmu tapi jalan menuju kastilku.” Sahut Riftan dengan santai. “Apa? kenapa kau membawaku ke kastil? Apa kau sedang menculikku?” Nayya mulai tidak tenang. “Dari pada menculik, lebih tepatnya mengamankanmu.” Ucap Riftan sambil terus menyetir. “Apa maksudmu? Kau tidak bisa melakukan ini padaku. Ini sudah melanggar kontrak kerja kita. Ini sudah tindakan penculikan namanya. Turunkan aku sekarang juga..!” Nayya mulai panik, ia berusaha membuka pintu mobil tapi tidak bisa. “Percuma kau berusaha lari Nayya, dari awal kau sudah menjadi tawananku, tapi baru kali ini aku bisa membawamu pergi. Aku tidak bisa membiarkanmu dekat dengan siapapun, terutama dengan pria itu. darahmu harus tetap suci, untuk itu, kau harus tinggal di kastil ku selamanya.” Ucap Riftan lalu berbelok ke sebuah bangunan yang sangat besar. Bangunan itu mirip seperti istana dongeng, pilar-pilar yang menjulang tinggi tampak sangat megah sekaligus mengerikan. Bangunan itu terlihat sudah sangat lama, tapi sangat terawat. Riftan turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk Nayya. “Ayo turun,” ucap Riftan. “Bawa aku pulang, aku tidak mau di sini.” Ternyata Nayya sudah menangis sejak tadi, ia benar-benar tidak menyangka kalau ia akan di culik seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD