Prahara 5

1780 Words
Arnold Pov. Pertama kali aku melihatnya aku memang begitu terkejut dan seakan ingin berlari ke pelukannya, memeluknya dengan erat dan melepaskan rasa rindu ini yang begitu melekat di dalam hati, aku juga tak menyangka pertama kali kembali ke Jakarta setelah lima tahun berlalu yang kulihat adalah dirinya sosok yang begitu ku benci namun kurindukan. Aku tidak bisa membohongi perasaanku, karenanya sampai saat ini, aku belum bisa bangkit dari cinta kami di masa lalu.  Jujur, aku tak pernah suka jika rasa rindu datang. Rindu memang menjadi salah satu bukti betapa aku tak bisa melupakannya. Namun, sejauh ini aku tak pernah merasakan rindu yang membuatku bahagia. Saat rindu datang, batin rasanya tersiksa dan ragu tiba-tiba datang mendera. Rasanya ingin menyerah saja, karena aku mungkin tak cukup sanggup untuk menahan beban rindu ini. Tak bisa melihat dan merengkuhnya setiap waktu menjadi tantangan yang setiap hari harus kulalui. Karena rindu sebenarnya tak pernah berpihak pada perasaan. Seringkali kita mengikat janji dulu, jarak ini tak akan mengalahkan kita. Ini hanya sementara, kataku, ketika aku berusaha melupakannya, semakin kuat bayangannya datang dan tidak ku sangka dia bekerja di perusahaanku dan menjadi karyawanku, ingin rasanya aku menyapanya serta menanyakan bagaimana kabarnya, tapi kebencian ini menutupi semua perasaan lemahku dan menguasai perasaan emosionalku. Rindu adalah rasa yang curang, dimana rindu akan selalu bertambah tanpa tahu bagaimana caranya untuk berkurang. Yang ku lakukan hanyalah sebisaku menghindarinya, berusaha melawan perasaanku dan menjadikan kebencianku sebagai tameng agar mataku tak ingin melihatnya sekalipun sesekali kulihat ke arahnya, menatapnya penuh kerinduan. Aku sebenarnya tak mampu namun ku paksakan aku mampu, aku mampu menghindarinya dan secara bersamaan bisa melupakannya. Dulu, kami sangat bahagia, kami lah pasangan yang selalu di karuniai kebahagiaan, kebahagiaan yang dulu kami jalani sama-sama dengan kesederhanaan di Amerika tanpa ku katakan yang sebenarnya kepadanya tentang latar belakangku jika aku adalah pewaris keluarga kaya karena aku tau dia lebih suka kepada lelaki yang sederhana di banding lelaki yang memiliki segalanya, kebahagiaan selalu menyertai rumah tangga kami yang baru memasuki enam bulan. Semua kita lalui dengan bahagia, sesekali kami berjalan-jalan hanya menggunakan kendaraan bermotor, terkadang kami selalu makan sepiring berdua, segala yang kami lalui hanya lah sederhana, aku harus melakukannya demi wanita yang ku cintai, demi wanita yang telah memberiku kebahagiaan, kepada wanita yang mengalihkan duniaku. Aku pun memutuskan untuk meninggalkan keluargaku dan tinggal bersama istriku, yang aku nikahi tanpa keluarga. Keluargaku dulu, menentang hubungan kami, aku pun mengikhlaskan segalanya, warisan dan seluruh apa yang ku punya hanya untuk hidup berdua dengan wanita itu, wanita yang sudah membuatku hampir gila setiap hari. Setelah tujuh bulan di Amerika, kami pun mendengar kabar dari orang tuanya jika saat itu ibunya sedang sakit dan perlu uang untuk biaya pengobatan karena ku tahu Felina lebih suka bekerja keras di banding meminta bantuan orang lain karena itu pula aku mengizinkannya kembali ke Indonesia dan dia berjanji akan kembali sebulan lagi. Ia sempat tak mau pulang jika aku tidak ikut, namun aku memaksanya bahwa ibunya membutuhkannya, membutuhkan kehadirannya, aku tidak ingin egois apalagi harus menahan Felina terus bersamaku, aku yakin dia akan kembali dan kami akan bahagia, Felina pun terpaksa pulang tapa aku, karena saat itu aku bekerja di salah satu bengkel terbesar, jadi pekerjaan itu tidak bisa ku tinggal. Setelah ia pulang aku merasa hidupku tak ada artinya tanpa dia. Kesederhanaan yang kami jalani sama-sama. Dukungan yang selalu di berikannya kepadaku, akhirnya berbulan-bulan tak pernah kembali lagi, namun aku masih setia menunggunya, setiap hari aku hanya bisa menunggu dan menunggu dan pada akhirnya ada kiriman surat dari Jakarta, aku begitu senang ketika melihatnya tapi setelah ku buka apa yang kulihat adalah pemberitahuan sidang cerai dan keputusan cerai yang di tanda tangani oleh Felina sendiri. Sungguh aku tak menyangka dia bisa menghancurkan harapanku dan menghancurkan kepercayaanku kepadanya selama ini, apa maksud dari surat ini? Tidak mungkin kebersamaan kami tidak berarti baginya. Kutunggu dirinya tanpa mengenal lelah, setiap kali bunyi bel pintu terdengar aku selalu mengira itu dirinya dan berlari menuju pintu dengan bahagia, tapi ternyata bukan dirinya hancurnya harapanku saat itu, tak bisa ku bayangkan betapa bodohnya aku saat itu, menunggu hal yang tidak pasti. Setelah berhari-hari menangisi dirinya penuh dengan kerinduan aku pun jatuh sakit dan sempat di rawat di rumah sakit selama seminggu setelah sembuh aku langsung ke Jakarta dan menuju ke rumahnya, berharap Felina akan menerimaku kembali, namun apa yang ku dapatkan ia baru saja turun dari mobil mewah milik seorang lelaki yang tak pernah ku lihat sebelumnya. Sungguh hancur perasaanku seakan ingin ku belah tanah dan ku tanam kebencianku kepada Felina yang sudah mengkhianatiku. Dia meninggalkanku dan mengirim surat cerai itu karena dia menemukan pria kaya, jika saja ku katakan siapa diriku, dia tidak akan berani meninggalkanku dan meninggalkan luka yang teramat dalam. Cinta yang kami tanam akhirnya berakhir dengan sebuah perpisahan yang tak mampu ku tahan dan tak mampu ku bendung, rasanya ingin pergi saja dari dunia ini, kenapa begitu bodohnya aku meninggalkan keluargaku hanya demi seseorang yang ternyata lebih mementingkan uang dibandingkan perasaan kami. Ia selalu mengatakan kepadaku jika dirinya lebih suka kepada lelaki yang sederhana ternyata semua bohong dengan cara lain ia bisa membiayai pengobatan orang tuanya jika saja ku tau akan ku bantu dia saat itu tanpa harus melihat hal seperti ini di hadapanku. Siapa yang tak akan hancur melihat wanita yang ku cintai bersama pria lain di depan mataku sendiri. Semenjak pengkhianatan itu terjadi tepat di hadapanku aku pun mengirim persetujuan perceraian yang sudah ku tandatangani beserta secarik suratku berisi jika aku membencinya dan semenjak itu pula aku melanjutkan hidupku untuk menerima semua aset pribadi yang menjadi warisanku serta menerima tanggung jawab perusahaan yang Nenek wariskan kepadaku. Persetan dengan yang namanya cinta, cinta memang terkadang menyakiti hati, hati yang ku berikan saja Felina khianati, bagaimana jika aku memberikan segala yang ku punya? Mungkin semua yang ku miliki akan ia buang dan tidak ingin ia terima. Aku pernah membuang kesempatan emas, menolak semua aset dan perusahaan yang di wariskan nenek kepadaku hanya karena aku mengenal wanita yang ku kira tak ada samanya di dunia ini, yang tak suka dengan kemewahan, yang sederhana dan tidak melihat seseorang dari fisik yang ia punya, rasanya kepercayaanku kepada wanita akhirnya redup, bersama dengan hatiku yang menghitam. Aku pun bekerja di kantor pusat Jakarta selama empat bulan dan setelah itu aku pergi ke Eropa untuk melupakan semua yang terjadi di Amerika, meninggalkan Jakarta ketika cintanya mengkhianatiku dan memberi bekas luka yang tidak bisa sembuh secepatnya. Alasan aku tak ingin melihatnya serta menyapanya karena pupusnya harapanku serta mimpiku ketika bersamanya. Dia goreskan luka yang begitu dalam di hatiku sampai melihatnya pun membuatku semakin membencinya. Wanita itu pernah memberikan kebahagiaan dan pada akhirnya melukaiku. Setelah ku putuskan untuk melanjutkan hidupku, aku pun bisa bertahan selama lima tahun ini tanpa dirinya dan yang ku kerjakan setiap hari hanyalah bekerja dan bekerja serta ku putuskan untuk membunuhnya di dalam hatiku. Aku menyesal pernah mencintainya, kenapa hatiku pernah memilihnya? Sehingga membuatku tidak ingin mengenal yang namanya cinta. Banyak hal yang ku lakukan hanya untuk mengobati rasa sakit karena cinta, terkadang aku menghabiskan waktuku di bar, aku selalu berpikir positif bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah pengalaman terbaik, agar suatu saat nanti, aku tidak kembali terjebak dengan yang namanya cinta, meski aku harus mengorbakan segala hal demi dirinya. Hati siapa yang tak akan sedih dan hancur berkeping-keping setelah dikhianati oleh istri sendiri, wanita yang sudah ku perjuangkan dan meninggalkan segalanya. Rasa marah, kesal, dan sedih bisa menumpuk jadi satu ketika aku baru saja di khianati oleh orang yang paling aku percayai dan aku cintai. Tapi, bukan berarti aku tak bisa melanjutkan hidup dan menyembuhkan diri dari rasa sakit akibat di khianati Felina. Perasaan di khianati telah memunculkan berbagai macam emosi negatif. Ada rasa bingung, marah, sedih, dan muak. Semuanya berkumpul jadi satu. Tapi semakin aku menolak semua emosi itu, bisa jadi emosi itu semakin mengkungkungku. Aku mencoba terima dan hadapi perasaan negatif tersebut. Dengan demikian, aku bisa punya ruang untuk mencari akar masalah dan segera mencari solusinya. Setidaknya aku sudah bisa lebih tahu dan sadar mana orang yang bisa aku percaya dan mana yang tidak. Aku juga sering kali ingin menyampaikan rasa saakitku Jika aku tak mau di anggap kalah, aku ingin menyampaikan rasa sakit dan kekecewaanku terhadap Felina. Aku hanya perlu memaparkan betapa sakitnya perasaanku ketika ia khianatiku. Namun aku juga berusaha tidak sampai terbawa emosi dan malah membuat suasana semakin keruh. Aku cukup menjelaskan bahwa aku sudah tak bisa lagi mempercayai orang yang mengkhianatiku. Buat orang tersebut merasa bertanggung jawab atas tindakan yang ia lakukan kepadaku. Namun, aku tak mampu mengatakan semua itu kepada Felina, aku ingin memberikan rasa sakitku dan menyalurkannya kepada dirinya, meski sebenarnya rasa benci ini terkadang menjadi rasa rindu yang mendalam. Aku berjalan ke café ketika seseorang menghubungiku, ketika sampai di sana ku lihat Felina tengah melambaikan tangannya. Aku terkejut, untuk apa wanita itu memanggilku kemari? Apa untuk meminta maaf? Aku berdiri di tempat saat ini, ada rasa ragu ketika aku harus berjalan menghampirinya. Ku akui dia masih secantik dulu, dan perasaanku bisa saja goyah, meski ku tanamkan dalam hati bahwa aku membencinya dan tak ingin lagi mengenalnya. Aku memberanikan diri dan menghampirinya, anggap saja semua ini bisa menjadi momen yang berharga agar aku tahu alasan sebenarnya ia meninggalkanku dan mengkianatiku bersama pria lain, aku duduk di hadapannya dan dia menyambutku dengan senyumnya, menandakan bahwa dia baik-baik saja selama ini. Dan dia sudah melupakanku dan tidak lagi mengharapkanku, namun mengapa aku marah? Aku ingin marah dan mengamuk seketika jika dia benar-benar sudah berhasil bangkit dariku. “Ada apa?” tanyaku. Aku harus menunjukkan bahwa aku juga baik-baik saja dan tidak membutuhkannya lagi. “Bagaimana kabarmu?” “Tidak usah basa-basi, katakan saja apa yang ingin kau bicarakan?” tanyaku. “Apa kamu sebenci itu sama aku?” “Apa kamu tidak bisa langsung saja? Aku tidak suka basa-basi, masalah kebencianku biar aku sendiri yang merasakannya,” kataku. “Apa kita tidak bisa menjadi teman?” “Apa? Menjadi teman? Apa aku tidak salah dengar?” Kebanyakan orang mengakhiri hubungan dengan cara tak elegan. Hingga membuat dua orang yang dulunya saling sayang jadi bermusuhan. “Aku serius, aku ingin berteman dengan kamu, kita pernah menjalin pernikahan, meski harus berpisah, tapi kita tidak harus menjadi musuh, ‘kan?” “Aku tidak menganggapmu sebagai musuh, aku hanya memilih tidak ingin berteman atau pun mengenalmu lagi.” “Apa bekerja di kantormu, mengusikmu?” “Jika iya?” “Aku akan keluar setelah dua bulan,” kata Felina. “Baiklah, itu lebih baik. Jika tidak ada lagi yang ingin kamu bicarakan, saya pergi dulu,” kataku, beranjak dari dudukku dan hendak melangkah. “Aku minta maaf.” Perkataan Felina berhasil membuat langkah kakiku terhenti. “Aku pergi.” Aku kembali melanjutkan langkah kakiku dan memilih mengabaikan permohonan maaf Felina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD