KAU TERLIHAT SEKSI

3302 Words
Selamat menunaikan Ibadah puasa. Mohon maaf ada adegan vulgar jadi buat yang puasa. Tolong di skip aja. ... "Aku mencintai seorang gadis yang menutupi kelemahannya dengan bersikap angkuh." ujar Jati, membawa tatapan Cemara dari danau melihatnya Yanti mengernyitkan kening mendengar Jati bicara. "Aku mencintai gadis bodoh yang bahkan mengikat tali sepatunya pun tidak bisa." Jati melirik Cemara, tatapan mereka bertemu. Gadis itu segera membuang pandangannya. "Ih, gadis macam apa itu? Cih!" Yanti membatin. "Aku mencintai putri dari istana, tanpa berpikir panjang apa yang akan aku hadapi kedepannya." "Iih ..., Mas Jati. Langsung aja sih. Siapa gadis itu. Putri istana dari mana?Mas mencintai putri Keraton Yogyakarta." Sahut Yanti sedikit kesal. "Eh?" Jati menggaruk tengkuk. Cemara tergelak, ia bangun dari duduknya dan meninggalkan dua orang itu. "Aku tidak peduli dia angkuh atau bodoh yang pasti aku sangat mencintainya." Jati sengaja membesarkan suaranya supaya Cemara mendengar. Cemara berhenti melangkah, ia berbalik badan lalu meleletkan lidahnya saat Yanti sibuk ngedumel. Jati menautkan ibu jari dan jari telunjuknya membentuk sebuah hati kecil. Cemara segera masuk ke dalam rumah dengan hati berbunga. "Siapa mas? Pembantu sebelah atau putri si tukang cuci baju kita?" Tanya Yanti penasaran. Melipat lengan dibawa dαdanya dengan bibir mengerucut. "Bukan. Dia satu kampung sama Jati." ujar Jati, berbohong. "Kenapa Nona bisa tau?" "Aku cerita." "Kalian sudah dekat?" Jati mengangguk, lalu mengacak-acak rambut Yanti. Membuat gadis itu semakin cemberut. "Jangan manis sama aku, Mas. Aku suka baper." Yanti memukul lengan Jati. Merasa kecewa, pria yang berlaku baik dan manis padanya sudah dimiliki gadis lain. Jati terkekeh," Aku ke kamar dulu." "Jadi beneran nih Mas sudah punya kekasih?" "Mmm." "Aku patah hati dong." Jati mengedikkan kedua bahunya, acuh. "Bukan salahku. Salahkan hatimu." ujar Jati seraya melangkah meninggalkan Yanti cemberut. •••• [Mas sudah tidur?] Cemara berbaring di sofa besar dalam kamarnya seraya menunggu balasan pesan dari Jati. Sejak tadi matanya sulit terpejam sementara waktu sudah di angka sepuluh malam. Cemara bangun, melangkah keluar kamar dan mengunci pintu kamarnya. Berjalan pelan-pelan melewati kamar kedua orang tuanya. Menuruni anak tangga menuju kamar Jati. Cemara hendak mengetuk pintu kamar Jati tapi, ia urungkan. Cemara menekan handle pintu dan mendorongnya pelan mengejutkan Jati yang tengah berdiri di depan cermin mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Sementara tubuh pria itu hanya dililit handuk hingga dαdanya yang bidang terpampang. Bintik-bintik air masih tampak di kulitnya membuatnya tampak seksi. Cemara mematung di depan pintu, menutup muka dengan kedua telapak tangan. Tetapi, gadis itu tetap penasaran. Ia mengintip penampilan Jati yang menggoda dari celah jarinya. Jati segera menghampiri, menarik tangan Cemara masuk dan menutup pintu. "Kenapa Nona kesini?" tanya Jati, penasaran. Cemara menelan saliva, ia dihadapkan pada sesuatu yang belum pernah ia lihat secara nyata. Dαda bidang seorang pria tanpa sehelai benang. Basah dan aromanya sangat khas pria. "Nona?" Jati menyadarkan Cemara yang fokus menatap dαdanya. "Boleh aku menyentuhnya?" "Eh?" Jati melihat tatapannya Cemara yang fokus pada dαdanya. Cemara menggigit bibir bawahnya. Segera Merunduk dalam. Mengumpat dalam hati kenapa pikirannya tiba-tiba tidak terkendali. Jati tersenyum, mengambil tangan Cemara lalu meletakkan di dαdanya. Cemara menelan kuat salivanya. Menyentuh pelan dαda Jati yang lembab, membuat jantungnya berkejaran. Jari lentiknya mulai menyusuri pαyudαra Jati, turun menjelajah ke perut datarnya. Tidak terlalu berotot tapi cukup seksi dan menggoda. Jati menelan saliva, juni0r miliknya bereaksi baik di balik handuk yang melilit pinggulnya. Mulai menonjol dan menegang. "Nona." Bisik Jati, menangkup dagu gadis itu dan bertemu tatap. Jati sangat mengidamkan bibir Nona nya. "Kenapa kesini, Nona?" Tanya Jati, masih mengunci mata hitam pekat Cemara. "A-aaku nggak bisa tidur." lirih Cemara, memalingkan wajahnya yang sudah memerah. Jati menurunkan tatapannya melihat pensilnya mulai aktif dan siap menggambar. Jangan sampai Cemara menyadari itu. Jati meraih kedua bahu Cemara, membantu gadis itu duduk di tepi tempat tidur. "Tunggu disini." Jati melangkah cepat menuju almari, mengambil sepasang pakaian dan membawanya ke kamar mandi. Cemara menjelajah isi kamar Jati. Sebuah lemari, televisi, lemari es kecil dan meja berikut kursi. Tertata rapi dalam ruangan itu. Ia betah mencium aroma khas pria di kamar Jati. Cemara melihat ponsel Jati di atas meja, ia beranjak mengambilnya. Menekan tombol on, benda itu menampilkan photonya. Cemara mengernyit bingung, foto itu diambil saat dia liburan di Jepang. Jati keluar dari kamar mandi sudah berpakaian rapi. Melihat Cemara tersipu padanya lewat cermin. Jati mendekati gadis yang membuatnya menegang. Memeluk dari belakang. "Ini sudah malam. Kenapa belum tidur?" Tanya Jati meletakkan dagu di pucuk kepala Cemara. Cemara berbalik memeluk pria itu. "Nggak bisa tidur." lirihnya. Jati mengusap lembut kepala Cemara. Mengangkat gadis petite menuju tempat tidur. Membaringkan di ranjang. Jati duduk di tepian ranjang memperhatikan wajah Cemara. Ia merapikan anak rambut yang menghalangi pandangannya di wajah manis itu. "Mas," bisik Cemara. "Apa?" Suara mereka setengah berbisik. Jati tidak ingin sampai ada yang tahu Cemara berada di kamarnya. Cemara menunjukkan layar ponsel Jati yang ia genggam. "Foto ini dapat dari mana?" Jati tersenyum, ia pernah melihat Cemara memainkan instαgrαm. Pria itu penasaran lalu mencari nama Cemara di aplikasi itu. Mengambil beberapa foto yang menurutnya bagus. "Instαgram."ujar Jati mengambil ponsel dari tangan Cemara, membuka aplikasi dan masuk kesana. Mencari nama Nonanya dan menuju foto-foto Cemara. Cemara bersandar pada sandaran ranjang. "Mas follow aku?" Jati menggeleng, "aku nggak berani, Nona." ucapnya. "Stalking?" Jati mengangguk. "Aku suka foto ini, Nona. Sangat imut." Jati menunjukkan foto Cemara dengan pose menggembungkan pipi. Di atas kepala gadis itu ada bando mickey mouse. "Itu diambil di singapore saat liburan keluarga." Cemara mengambil ponsel dari tangan Jati, mematikan ponsel itu dan meletakkan di atas meja kecil tepat di samping tempat tidur. "Nona balik ke kamar ya. Takutnya Tuan memeriksa kamar Nona." "Kalau kamar Ara sudah di kunci artinya Ara tidur." ujar Cemara. "Pesanku nggak Mas balas jadi aku main kesini." Tambahnya. "Tadi aku mandi." "Mas," "Iya." "Aku suka ini." Cemara menyentuh dαda Jati yang sudah berbalut kaos casual berwarna putih. "Kau boleh memilikinya." Jati menoel hidung mancung Cemara. "Buka bajunya." "Eh?" "Katanya aku boleh memilikinya." Cemara mencebik. "Nanti." "Nanti kapan?" "Setelah kita nikah." Cemara memejam menahan tawa."Aku nggak mau. Pengen sekarang." "Nona sangat nakal." "Biarin." "Jangan pernah mengatakan ini pada pria lain." "Kalau Mas nggak kasih lihat aku. Aku akan cari pria lain yang berdαda seksi." Jati melebarkan mata, buru-buru melepas kaosnya. Mempertontonkan dαda bidang berkulit eksotis miliknya. Lagi, lagi Cemara menatapnya dengan kagum. "Dαda Mas sangat seksi." Cemara meletakkan tangannya di dαda bidang Jati. Menatap tepat ke dalam mata Jati. "Kau mirip seseorang," lirihnya. Jati mengerutkan kening, "Siapa?" Bisik Jati menahan tangan Cemara agar tetap di dαdanya. "Oc Taecyeon." "Siapa itu?" Jati mengerutkan kening. "Pacar haluku." "Maksudnya?" Cemara menahan tawa, melihat raut wajah Jati yang menggelap. Cemara segera memeluk Jati. "Aktor korea." Bisiknya di telinga pria itu. "Bukan mantan kekasih, Nona?" Cemara terkikik, "Bukan." bisiknya. Jati menarik diri dari pelukan Cemara, hatinya lega. "Aku sangat pencemburu, Nona. Jangan lukai hatiku yang sudah kuberikan padamu." ucapnya, mengusap wajah Cemara dengan ibu jarinya. Tatapannya bersungguh-sungguh pada Cemara. Cemara mengangguk. "Kau boleh memilikinya dari sekarang." ucap Jati, meletakkan kembali tangan Cemara di dαdanya. "Mas," "Iya." Cemara menarik tangannya dari dαda itu lalu menyentuh kening Jati dengan jari lentiknya lalu menyusuri ke ujung hidung. Terus menjelajah menyusuri bibir, bergerak ke dagu. Jati menelan saliva hingga jakunnya naik dan turun tepat saat jari Cemara berjalan disana. Cemara tersenyum manis, membawa jarinya menuju d**a Jati. Mengelus payudαra itu lalu menunduk untuk men'cumbu. Jati memejam, mendongak merasakan sensasi panas di kulitnya. Decak-decak ciuman Cemara terdengar seksi. Jati menekan gigi di bibirnya, menahan diri dari hasrat yang bergelora. "Kau terlihat seksi, Mas." bisik Cemara begitu mengangkat wajahnya dari dαda Jati. Jati menatap lekat mata Cemara lalu pandangannya turun pada bibir ranum Cemara. Bibir yang baru saja mengecupi dαdanya. Jati menekan bibir Cemara dengan ibu jarinya lalu menunduk dan mengecup pelan. Cemara memejam mengizinkan pria itu menc'umbunya. Jati kembali menempelkan bibirnya di bibir Cemara, memisahkan kelopak bawah dan atas lalu mengulum dan melumat bibir ranum milik kekasihnya dengan nafsu. Jati menekan tengkuk Cemara semakin merapat padanya, memperdalam ciumannya. Ciuman itu mulai egois dan menuntut. Ia mengeksploitasi bibir Cemara dengan kasar membuat Cemara mabuk melayang. Cemara membuka mulut saat Jati menjulurkan lidahnya. Pria itu menjelajah isi mulut Cemara. Menyentuh pengisi goa mulut Cemara, menguasai tempat itu sepenuhnya. Cemara tidak pernah merasakan ciuman hebat seperti ini. Pria dewasa ini membuatnya benar-benar mabuk. Jati melepas pagutannya, menjeda untuk meraup udara sebanyak- banyaknya. Perlahan ia mendorong tubuh Cemara berbaring di ranjang. Menindih gadis mungil di bawah tubuh. Jati menatap manik hitam Cemara penuh damba. Memiringkan kepala mencium kembali bibir ranum Cemara. Seluruh tubuhnya menegang, Jati meremas tangan Cemara di sisi kiri dan kanan seraya melumat rakus bibir Cemara. Jati menurunkan ciumannya ke dagu, menggigit dagu runcing Cemara. Menjilat di sana lalu turun ceruk leher Cemara. Menghisap dan menggigit-gigit leher Cemara lembut. Menciptakan stempel bahwa dia pemilik gadis ini. Jati melepas kedua tangan Cemara yang terkunci olehnya. Membawa tangannya menyentuh dαda Cemara. Meremas gundukan yang masih terbungkus rapi, membuat pemiliknya menegang sekaligus membeliak. Tangan Jati bergerilya menyusuri tubuh Cemara sementara bibirnya masih berkuasa menguasai bibir merah Cemara. Tangan pria itu menyusup masuk dari bawah kaos Cemara. Meraba perut datar dan perlahan naik ke atas, memasukkan tangan ke bahwa punggung Cemara untuk melepas ikatan bra Cemara. Jati berhasil melepasnya, ia membawa tangannya meremas gundukan dαda Cemara dari balik Bra yang sudah dinaikkan Jati ke atas dαda. Jati melepas ciumannya di bibir Cemara. Ia menggeram, gairahnya sudah sangat tinggi. "Nona, aku merana." lirihnya. Menatap mata Cemara dengan tatapan berbalut nafsu. "Aku nggak kuat." ucapnya lagi, napasnya terengah-engah. "Tolong bawa aku terbang." Bisiknya lagi. Jati menurunkan resleting celananya untuk membebaskan sesuatu yang menuntut di dalam boxernya. Sedikit kepayahan karena celana miliknya mengetat. Cemara menahan tangan Jati yang mau menurunkan celana. Hanya bercu'mbu. Cukup. Tidak boleh lebih dari itu. "Nona ...," Memelas. Cemara menggeleng ketika tatapan pria itu memohon. "Jangan, aku nggak mau." ujar Cemara. Ia mendorong dαda Jati supaya memberinya jarak. "Nona." Desah Jati, menggigit bibirnya sendiri. "Bagian itu nggak boleh kamu sentuh. Itu milik suamiku." ucapnya. Hancur minah! Dia sendiri yang menggoda. Bermain-main dengan nafsu seseorang hingga naik ke ubun-ubun lalu berhenti tanpa tanggung jawab. Gadis ini sangat menyebalkan. Jati menelan ludahnya. Menyingkir dari tubuh Cemara. Jati tidak ingin memaksa walau seluruh gelenyar yang menggelitik di tubuhnya sangat menyiksa. Jati menarik selimut menutupi juni0r yang menegang di balik celananya. Ia menatap langit-langit kamarnya bersama gadis yang membuatnya tersiksa. Mereka membisu, menetralkan getaran di tubuh mereka. Mencoba membuang nafsu yang masih meledak-ledak. Cemara menolehkan kepala melihat Jati, deru napas Jati masih memburu. "Mas," lirih Cemara. Jati menoleh, "iya." "Maafin Ara." Cemara merasa bersalah. Jati mengulas senyum, menyentuh wajah gadis itu. "Mas juga minta maaf, aku hampir gila." gumamnya. "Ara minta maaf sudah mengganggu Mas." lirih Cemara lagi. Jati mengembuskan nafas kasar, menepuk lengannya memberi kode untuk Cemara. Gadis itu bergerak, meletakkan kepalanya di lengan Jati. Jati menarik dan mendekapnya. "Aku hampir merusakmu, Nona. Padahal aku sudah berjanji dalam hati akan menjagamu bahkan dari diriku sendiri." ucapnya, mengelus lembut kepala Cemara. "Ara yang nakal." Jati bergerak melepas lengannya yang menjadi bantal Cemara. Mengambil bantal dan meletakkan di bawah kepala Cemara. "Tidurlah. Besok pagi aku bangunkan Nona untuk balik ke kamar." bisik Jati. Cemara mengangguk lalu merasakan kecupan sayang di keningnya. "Selamat malam, Nona. Sampai jumpa di dunia mimpi dan kita lanjutkan apa yang tertunda tadi. Bercinta di dalam mimpi." bisik Jati, sensual. Cemara membuka mata dan tertawa. "Ssstt." Jati menutup mulut Cemara dengan telapak tangannya. Suara gadis itu cukup besar. Jati takut Yanti terjaga di kamar sebelah. "Selamat malam, Mas. Aku mencintaimu." Cemara kembali memejamkan mata. Jati mengelus alis tebal Cemara supaya gadis manja itu tertidur. Perlahan Cemara berpindah ke dunia mimpi. Tidur begitu nyenyak. Jati menarik selimut untuk menyelimuti Cemara. Pelan-pelan Jati turun dari ranjang, merapikan celananya yang terbuka. Berusaha tenang dari sisa-sisa gairahnya yang belum utuh pulih. Jati berjalan menuju lemari es yang ada dalam kamarnya. Mengambil minuman kaleng dan kembali duduk di tepi ranjang. Menyegarkan tenggorokannya dengan air soda. Jati menipiskan bibir mengingat betapa gilanya dirinya beberapa saat lalu. Jati melihat wajah polos Cemara begitu polos saat terlelap. Tidak menyangka bahwa gadis ini cukup nakal dan sangat berbahaya. "Nona nakal hanya saat bersama aku, kan? Nona tidak pernah melakukan ini pada mantan pacar Nona?" Ia membatin. Mengingat Cemara selalu membalas ciumannya dengan baik, seolah mahir dan terbiasa melakukannya. Huh. Jati tidak peduli meskipun ciuman pertama Nona nya bukan dia yang merasakan. Tapi, dia harus memastikan kalau bibir Nona nya hanya miliknya. Sekarang dan ... selamanya. Semoga saja. Jati bergerak meletakkan kaleng minumannya di meja lalu masuk ke dalam selimut. Memeluk Cemara menunggu sampai pagi hari menyapa. ••••• Sinar mentari pagi menembus bebas dinding kaca kamar Cemara. Menyinari semua bagian ruang kamar itu. Cahayanya jatuh mengusik gadis yang masih berada di bawah selimutnya. "Ara, bangun sayang." Suara lembut itu mengusiknya, menyentuh kedalaman telinga Cemara. Membuat gadis pemilik gigi kelinci itu membuka mata cepat. Menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Ia bergerak cepat duduk dan meneguk saliva dengan raut terkejut. Melihat sekelilingnya dan mendapati Rasamala berdiri di sisi ranjangnya. Rasamala melipat lengan di dαda, wanita setengah baya itu tampak rapi dengan pakaian formal. Melihat heran Cemara yang menatapnya dengan tatapan terkejut. "Kau mimpi?" Tanya Rasamala, duduk di tepi ranjang. Cemara menggeleng, menyentuh rambutnya yang berantakan. Mencoba mengingat kapan dia kembali ke kamarnya. "Mama mau kemana?" tanya Cemara. "Ikut Papa ke acara pemerintahan. Ara sudah libur, kan? Di rumah jangan kemana-mana." ujar Rasamala, merapikan rambut putrinya. "Nggak mau. Ara mau main." Cemara menjatuhkan tubuhnya kembali berbaring. Menarik selimut sampai dadα. Rasamala menghela napas pelan."Main bareng siapa? Kau sangat payah, tidak mau bergaul." "Sendirian. Buat apa teman kalau suka gosipin di belakang. Ara nggak suka." Cemara memutus pertemanannya dengan Monica. Mereka pernah dekat dan selalu bersama kemanapun pergi. Cemara tidak sengaja mendengar Monica Menyebarkan gosip tentang kehidupan masa lalu Rasamala pada teman-teman sekelasnya. Cemara kecewa dan menjaga jarak dengan Monica sampai pada malam dimana Monica merayakan ulang tahun rasa sakit hatinya semakin bertambah. Kekasihnya diam-diam bermain hati dengan Monica. Rasamala menggeleng kecil melihat putri semata wayangnya itu. "Jangan terlalu lama di luar. Siapkan mental kamu untuk tinggal seorang diri di Toronto." "Ara nggak jadi kuliah disana." ucapnya dengan nada malas. "Kenapa?" Rasamala mengernyit. "Nggak bisa jauh dari Mama sama Papa." Cemara nyengir. Rasamala gondok, menoyor kepala Cemara. "Ara, kau nggak bisa memutuskan apapun sesuka hatimu. Kita bicarakan ini sama Papa. Jangan manja begini. Mama nggak suka." Rasamala beranjak dari duduknya. "Bangun dan mandi. Mama sudah minta Yanti siapkan sarapanmu. Mama sama Papa berangkat." Rasamala melangkah menuju pintu. "Mama, Ara main ya." "Lima jam. Cukup." Sahut Rasamala menutup kamar putrinya. Rasamala menuruni anak tangga menuju ruang tamu. Disana suaminya sudah menunggunya. "Dia sudah bangun?" Tanya Lamtoro. "Sudah. Kita berangkat?" "Dimana dia?" Lamtoro melihat ke arah lantai atas. "Malas-malasan. Mama sudah pamit. Papa terlalu memanjakannya. Gadis macam apa sampai jam sembilan pagi belum bangun." Rasamala mengeluh. "Dia putri kecilku. Biarkan dia nikmati masa kecilnya." ujar Lamtoro cuek. "Delapan belas tahun, Ayah. Jangan lupakan dia pernah pacaran." Lamtoro terkekeh mengikuti istrinya yang semakin hari semakin cantik. Tidak sia-sia perjuanganya mendapatkan wanita cantik ini. Lamtoro merangkul pinggang istrinya mesra menuju mobil yang akan membawa mereka ke acara negara. ••••• "B-bagaimana aku bisa pindah ke kamar?" Tanya Cemara melihat pria yang tengah menyetir. Pria itu menoleh bentar seraya tersenyum. "Aku yang pindahin Nona." Jati mencoba membangunkan Cemara supaya pindah ke kamarnya. Tapi, Cemara justru menendang Jati lantaran tidur nyenyak nya terusik. Jati melihat waktu di ponsel. Jam tiga subuh hari, ia takut Lamtoro bangun untuk menjalankan shalat Fajar dan masuk ke kamar untuk membangunkan putrinya ini. Jati memutuskan keluar kamar memeriksa situasi lalu kembali ke kamarnya dan menggendong Cemara. Memindahkan gadis itu ke kamarnya. Untuk pertama kalinya, Jati naik ke lantai atas wilayah yang tidak boleh ia injak sesuai peraturan di rumah itu. Cemara tersenyum kecil kemudian ia mengernyit. Saat mandi Cemara heran melihat lehernya ada dua bintik ungu gelap tercetak di leher angsanya. "Mas, leher aku aneh. Ada luka tapi, nggak sakit dan nggak tau juga kapan ini ada." ucapnya, mengangkat rambutnya yang sengaja ia gerai menutupi lehernya. Jati melihat sebentar tapi, mobil di depannya membuatnya tidak fokus. "Bentar, Nona. Aku menepi dulu. Macet." ujar Jati. Cemara menurunkan rambutnya. Mengusap leher dengan raut bingung. Ia menyipitkan mata, dan berpikir apa semalam ia digigit setαn. Cemara pernah dengar Yanti cerita bersama putri tukang cuci mereka kalau paha gadis itu pernah lebam di cium setαn saat mandi. "Mas!" Cemara panik, mengejutkan Jati. "Cepetan menepi. Coba lihat leher aku kenapa?" Katanya dengan raut panik. Dia tidak rela kalau sampai setαn menciumnya. Itu tidak boleh terjadi. Susah minta tanggung jawab. "Iya bentar, Nona." Jati masuk ke area toko minimarket. Menginjak rem pelan, melepas seat belt. Jati mencondongkan tubuh, merapikan rambut Cemara ke belakang mencari luka apa yang dimaksud Cemara. Jati tersenyum, ketika melihat dua tanda warna ungu gelap di leher putih kekasihnya. "Itu kenapa, Mas?" tanya Cemara dengan raut wajah pucat. "Nona nggak tau ini apa?" "Nggak tau. Aku pernah dengar mbak Yanti cerita. Pahanya dicium setαn persis kayak ini, Mas." Spontan Jati terbahak. Melepas rambut Cemara lalu memeluk stir mobil. Tubuhnya bergetar tertawa hingga wajahnya merah. PLAK! Cemara kesal, memukul punggung pria itu. Menunjukkan wajah cemberutnya. "Aduh, sakit Ara." ucapnya mengaduh. Ia masih terkekeh, mengambil tangan Cemara lalu mengecupnya. Cemara menarik tangannya kesal. Ia mencebikkan bibir. Pria ini puas menertawakannya. "Sayang." panggil Jati lembut. "Aku bukan sayangmu." Membuang muka. Jati masih tertawa, "Terus Yanti nggak minta tanggung jawab sama setαn itu." "Mas."Cemara merengek lalu tertawa seraya memukuli lengan Jati. "Ampun, ampun sayang." ujar Jati, menangkap tangan Cemara. "Aku penasaran sama paha Yanti." Plak! Kali ini tangan Cemara memukul kepala pacarnya itu. "Mas cuma pengen lihat bekas ciuman setαn kayak gimana." "Kayak gini Mas." Cemara menunjuk lehernya. Semakin membuat Jati terbahak. Cemara memberengut, melipat lengan di dαda. Jati meniup napas lalu melihat Cemara yang membisu. Ia meraih kedua bahu Cemara untuk berhadapan. "Kalau ini." Jati menyelipkan rambut Cemara ke belakang telinga. Melihat hasil kerja kerasnya tadi malam. "Ini tanda cinta Mas sama Ara." "Apa maksudnya?" gumam Cemara. "Stempel tanda milik atau dikenal dengan cupang ata—" "Kissmark?" Tanya Cemara menyela. Jati mengangguk, "bukan bekas ciuman setαn. Tapi, kalau yang di paha Yanti perlu diselidik. Setαn mana yang kurang ajar meninggalkan tanda disana." Cemara tertawa, ia belum pernah melihat dan memiliki tanda yang sering di dengar olehnya. Jati membelai rambut Cemara, mereka saling tatap dalam waktu lama. Jati meletakkan telapak tangan di wajah cantik Cemara. Membelai wajah itu dengan ibu jarinya. Menatap penuh cinta, mengundang desiran di tubuh Cemara. "Kau belum pernah mendapatkan ini dari pria lain?" Tanya Jati, bertanya dengan hati-hati. Tidak ingin menyinggung Cemara tapi, melihat betapa polosnya Cemara membuatnya penasaran. Cemara menggeleng, "bagaimana mungkin aku dapat tanda seperti ini dari pria lain. Ciuman pertama Ara saja jatuh sama, Mas."lirih Cemara meluruskan tubuhnya menghadap ke depan. Wajahnya merona. Jati tertegun sekaligus bahagia. Ciuman pertama Nonanya dia yang pertama merasakan. Pantas saja rasanya memabukkan seperti wine ratusan tahun. Jati mengulas senyum ikut memandang lurus ke depan. Lalu melirik Cemara gadis itu juga melihatnya. "Berarti aku pria yang paling beruntung di dunia ini." ucap Jati. Mengepal tangan stir menatap Cemara dengan binar bahagia. "Apa ciuman pertama Mas juga ada padaku?" tanya Cemara. Jati tampak berpikir. Ciuman pertamanya sudah lama terjadi pada seorang gadis yang jauh lebih tua darinya. Namun, ciuman yang membuat jantungnya berdegup kencang hanya ciuman Cemara. "Mas sudah pernah ciuman?" Cemara melihat Jati yang seolah enggan menjawab. "Ara nggak marah meskipun ini bukan ciuman pertama Mas." ujar Cemara. Jati pria dewasa, jaman sekarang ciuman hal lumrah bagi yang pacaran. "Tapi, yang paling menggetarkan hati mas, cuma ciuman Nona." "Bohong." "Sungguh, Nona." Cemara tersenyum, malu-malu menundukkan kepalanya. Jati mengambil tangan Cemara dan menggenggamnya erat. "Kita kemana?" tanya Jati. "Lapang golf Papa." "Nona mau main golf?" "Nggak. Ara punya tempat indah disana." ujarnya. "Ya sudah kita jalan." Jati melepas tangan Cemara lalu menyetir ke tujuan mereka. . . . Thanks for reading!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD