Masalah Besar

2835 Words
 Carla diam dan menajamkan telinga untuk mendeteksi kedatangan orang tadi, sedangkan Dinda komat-kamit sambil memejamkan matanya seperti mbah dukun. Ada-ada saja memang anak ini.  Carla mendengar suara langkah kaki yang menaiki tangga besi. Berarti tak lama lagi orang itu akan sampai ke tempat Carla dan Dinda bersembunyi. Orang itu masuk ke dalam ruangan pertama, dan terdengar bahwa dia memindahkan tempat tidur diruangan itu. Entah apa yang dia coba lakukan. Detik berikutnya orang itu sudah menginjakkan kakinya d ruangan kedua, dan mendekati peti-peti tempat Carla dan Dinda bersembunyi. Mereka menahan napas,memejamkan mata, dan benar-benar berharap agar tidak ketahuan. Kemudian orang itu melangkahkan kakinya mendekati meja tempat vas bunga dan kemudian berhenti didekatnya. Dinda merasakan kakinya mulai pegal dan kesemutan, ia ingin menggerakkan kakinya perlahan, tetapi malah menendang batu kerikil kecil dan menimbulkan suara. Carla menatap tajam ke Dinda, dan Dinda langsung menampakkan raut wajah bersalah. Terdengar suara langkah kaki orang itu mendekati peti. Dan dalam sekejab mereka ketahuan. Tangan mereka di cengkram dan ditarik dengan kasar. Carla dan Dinda mengaduh karena sakit, dan mereka berusaha melepaskan diri dari cengkraman orang itu, tetapi tentu saja kalah kuat. “PAK UDIN!!!” teriak Carla dan Dinda bersamaan setelah melihat siapa yang telah mencengkram mereka “Apa yang kalian lakukan disini?” tanya pak Udin tidak senang. “dan bagaimana cara kalian masuk?” Carla dan Dinda tidak mau menjawab. Mereka shock, melihat di pinggang pak Udin melingkar sabuk dengan golok yang ditancapkan.Tanpa ba bi bu lagi, dan tanpa perencanaan yang matang, Carla menendang s**********n Pak Udin, dan sukses membuat cengkraman pada kedua gadis itu terlepas. Hal ini mereka gunakan untuk kabur turun melalui tangga besi. Sakit pada s**********n Pak Udin, memberikan cukup waktu bagi Carla dan Dinda untuk turun. Mereka bingung mencari jalan keluar karena jalan masuk mereka telah tertutup “Carla..... carlaa....” terdengar suara yang lembut mengalun ditelinga Carla, dan seketika itu juga matanya melihat sosok putih “aku bisa membantu mu, masuklah!” perintah hantu itu. Setelah dia berkata demikian, tiba-tiba saja  dinding batu ditengah lorong itu maju sedikit dan kemudian bergeser sehingga memperlihatkan celah yang cukup besar. Tanpa berpikir panjang lagi, Carla dan Dinda masuk ke sana dan dinding batu itu bergeser menutup kembali sehingga menutupi Carla dan Dinda yang meringkuk ketakutan didalamnya. Selang beberapa detik kemudian terdengar langkah kaki dan menjauhi tempat persembunyian Carla dan Dinda. Phiuuhhh.... mereka akhirnya bisa bernapas dengan lega. 1 masalah baru saja terlewati dan masalah lain muncul. Mereka terjebak didalam sana, dan harus meraba dalam gelap. Mereka menyalakan senter dan hanya dinding batu yang dapat mereka lihat “Car gimana ini?” tanya Dinda dengan suara yang bergetar “gue juga belum tahu Din, tapi gue berharap kita bisa keluar dari sini” jawab Carla berusaha menenangkan Dinda  “mungkin kita harus menyusuri jalan ini.. memang agak sempit, tapi sepertinya layak dicoba. Daripada kita terjebak disini” “Ya. Itu lebih baik dari pada hanya berdiam diri” jawab Dinda dan mulai bangkit mengikuti Carla yang sudah mulai berjalan berlawanan arah dari tempat mereka masuk Mereka berjalan perlahan, dengan berpegangan pada dinding batu. Awal mulanya dinding batu itu sempit, namun semakin dalam mereka berjalan, dinding batu itu meluas dan semakin menanjak. Carla dan Dinda merasa sangat lelah, sinar senter yang mereka gunakan hanya dapat menerangi beberapa langkah didepan mereka, meskipun sudah menggunakan 2 senter. Beberapa kali Carla dan Dinda hampir jatuh, tersandung jalan yang tidak rata atau batu kerikil. Mereka berjalan tanpa henti, lorong panjang ini seperti tidak ada habisnya... setelah bagian menanjak mulai datar, ujung dari gua ini masih saja belum terlihat. Carla dan Dinda memutuskan untuk beristirahat sebentar karena terlalu lelah, dan lecet-lecet pada kaki mereka mulai terasa perih dan nyeri. Carla membuka tasnya dan memberikan roti dengan selai kacang kepada Dinda yang langsung dilahap oleh Dinda sampai habis. “Car, gimana lu tahu ada ruangan dibalik dinding tadi? Apa yang lu lakuin supaya temboknya bisa bergeser?” tanya Dinda sambil meneguk air di dalam botol minum yang tidak lupa ia bawa “sebenarnya itu bukan gue. Tapi hantu wanita yang belakangan ini sering menyita waktu gue, tiba-tiba saja muncul dan voila, ia lah yang membuka jalan rahasia itu untuk kita” ucap Carla menjelaskan sambil mengambil roti nya yang ke2 “sampaikan salam gue buat dia ya, tanpa dia kurasa kita akan tinggal nama besok. Sepertinya dapat melihat hantu bukan sesuatu yang sangat buruk ..” ujar Dinda, dan kali ini pun Carla harus membenarkan asumsi Dinda. Memang karena hantu itulah mereka dapat selamat sampai detik ini.   Setelah merasa baikkan, dan tenaga mereka pulih kembali, mereka melanjutkan perjalanan. Akhirnya setelah berjalan yang tidak ada ujungnya, Carla dan Dinda melihat secercah cahaya yang sangat mereka rindukan di ujung gua. Yup! Cahaya remang bulan purnama dari atas kepala mereka. Meski biasanya cahaya bulan tidak terlalu terang, namun berada didalam lubang yang gelap dan sempit membuat mata mereka lebih sensitif saat melihat cahaya, walaupun hanya cahaya yang remang. Didinding batu itu sudah tersedia tangga besi seperti sebelumnya. Carla mencoba menaiki tangga besi itu dengan perlahan. Namun baru saja 1 kakinya hendak menapak tangga besi yang lain, tangga besi yang tadinya telah dinjak oleh Carla, lepas dan jatuh ke lantai gua dengan bunyi berdenting yang cukup nyaring dan bergema. Hal ini membuat Carla lebih berhati-hati lagi untuk menaiki tanggga berikutnya. Sama seperti sebelumnya, tangga besi yang kedua mulai terlepas, dan hampir membuat Carla terjatuh. Terimakasih pada pelajaran olah raga disekolah, membuat Carla mampu berpegangan erat pada tangga besi selanjutnya. Carla dengan cepat menaiki tangga besi sisanya, dan mencoba mendorong apapun itu yang menutup jalan keluar mereka.  Carla baru menyadari bahwa apa menutup jalan keluar mereka adalah tingkap besi yang memiliki selot, seperti jendela diruangan kecil yang hanya memiliki satu selot untuk membukanya. Carla mencoba membuka selot itu, namun usahanya sia-sia belaka karena selot itu berkarat. “Dinda,bisa tolongin gue ga?” pinta carla “ya?” jawab Dinda dari bawah sana “Din, bisa nggak lu cari sesuatu di tas yang bisa digunakan agar selot berkarat ini bergeser... aku tidak cukup kuat” perintah carla “sebentar Car, guecari dulu” jawab Dinda sambil merogoh isi tasnya dan mulai mencari. Sedetik kemudian Dinda mengeluarkan pisau lipat yang menurutnya mungkin dapat membantu Carla “ Car ini bisa?” tanya Dinda sambil memberikan pisau lipat kecil kepada Carla “tidak tahu. Tapi sepertinya bisa dicoba, mungkin saja berhasil” jawab Carla dan mencoba membuka selot itu dengan menggunakan pisau lipat. Carla tidak tahu bahwa tangga besi tempatnya berpijak sudah tidak tahan untuk menahan bobot tubuhnya. Dindalah yang menyadari hal itu “Carla... kabar buruk” ucapnya sambil terus memperhatikan tangga besi itu yang perlahan-lahan mulai terlepas “ada apa?” tanya Carla sambil terus berkonsentrasi agar membuat  selot itu mau bergeser “tangga besinya sudah tidak sanggup menahan berat tubuh lu Car, lu harus cepet” setelah Dinda selesai mengatakan hal itu, tangga besinya mulai mengendur dan menyebabkan Carla hampir terjatuh. Dengan sekuat tenaga Carla menggeser selot itu dan akhirnya dapat terbuka, bertepatan ketika Carla mulai melewati tingkap itu, tangga besi ketiga jatuh dan menimbulkan bunyi berdenting yang nyaring dan bergema di lorong gelap itu.  Masalah kedua mereka adalah, bagaimana Dinda akan naik jika semua tangga besi yang tadinya untuk naik telah mengundurkan diri dari pekerjaan utamanya itu. “gue akan mencari bantuan” kata Carla menyadari kondisi yang terjadi “ini tengah malam Car, tidak ada orang yang masih bangun”  jawab Dinda dari bawah, yang langsung menyadarkan Carla bahwa hal itu benar. Dan apa yang akan mereka katakan apabila orang dewasa melihat mereka berada di dasar lubang? Mengaku bahwa dia diberitahu oleh hantu untuk masuk ke dalam mulut gua yang berada di ujung yang satunya lagi? Atau mengatakan bahwa mereka hampir saja dibunuh oleh pekerja disekolah mereka? Hal ini jelas akan menyeret Carla dan Dinda ke rumah sakit jiwa. Dan mereka tentu saja tidak mau hal itu sampai terjadi.  Carla tampak berpikir sejenak. Tindakan apa yang paling baik yang harus mereka lakukan. Kemudian Carla teringat, ia membawa tali. Tali bisa membantu Dinda naik. Carla kemudian merogoh tasnya dan mengeluarkan tali yang cukup panjang. Kemudian Carla mencari batu atau pohon yang sekiranya cukup kokoh untuk menahan bobot tubuh Dinda. Tak jauh dari lubang, Carla melihat pohon besar yang kokoh dan berdiri tegak. Carla mengikat ujung tali, dan melemparkan ujung satunya ke dalam lubang. Dengan sekuat tenaga, Dinda memanjat keatas dan Carla menariknya. Keringat sudah membasahi baju Dinda, tanganya sudah mati rasa karena harus menarik tubuhnya . Setelah usaha yang keras, dan bantuan Carla menarik tali yang mereka gunakan, Dinda sampai diatas dan dengan sigap Carla menarik tubuh Dinda. Detik berikutnya Carla menutup tingkap itu dan berjalan bersama Dinda. Setelah  beberapa saat berjalan, mereka baru menyadari bahwa ujung dari gua tersebut adalah taman bermain yang tak jauh dari rumah Carla. Pantas begitu jauh mereka berjalan ketika berada di dalam gua.  Mereka berjalan tanpa berkata apapun, lelah dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing sampai akhirnya Carla memutus keheningan diantara mereka “Din...” panggil Carla “ya Car?” tanya Dinda sambil menoleh melihat sahabatnya itu “gimana lu minta ijin sama orang tua lu?” tanya Carla penasaran Dinda nyengir kuda dan menoleh ke arah Carla “gue ijin nya nginep di rumah lu Car” jawab Dinda penuh dengan percaya diri. Pantas saja nona satu ini boleh keluar rumah saat malam. Dan jika ingin pergi bersama teman, batas termalam Dinda adalah jam 5 sore. Kecuali kalau bersama Carla. Orang tua Dinda sangat mempercayai orang tua Carla, maka dari itu Dinda selalu diberi ijin khusus jika bepergian bersama Carla, atau ijin menginap dirumah Carla. “memang dasar lu ya!!!!!!! Bilangnya nginep di rumah gue” jawab Carla sok protes walaupun sebenarnya dia senang ada yang menemaninya malam ini. Setelah berjalan di malam yang cukup dingin, akhirnya mereka sampai dirumah Carla. Orang tua Carla masih terjaga untuk menunggu Carla pulang. Bu Sander yang tak lain adalah mama Carla, bergegas ke dapur, untuk membuat kan Carla dan Dinda s**u hangat. Setelah pergi untuk membersihkan diri, Carla, Dinda dan kedua orang tua Carla berkumpul diruang tengah meskipun waktu sudah begitu larut. Carla dan Dinda menceritakan semuanya secara runtun dan mendetail. Tak ada yang mereka lewatkan . Setelah selesai bercerita, Carla dan Dinda naik ke lantai atas untuk tenggelam dalam mimpi alias tidur.  Keesokan paginya Carla terbangun dan lompat dari tempat tidurnya. Dia bergegas menuju ke lemari pakaian untuk mengambil seragam dan bersiap untuk mandi. Karena kejadian kemarin yang sangat melelahkan, Carla hampir saja bangun kesiangan, bahkan alarm nya pun tidak sanggup untuk membuatnya terjaga. Carla membangunkan Dinda, yang hanya di balas dengan erangan ringan “mau ke mana sih Car?”  tanya Dinda masih memejamkan mata “ kenapa lu tergesa-gesa gitu? “ ya ampun Din, masa lu lupa sih?” jawab Carla tidak sabaran “lupa apaan sih?” sekarang malah Dinda yang merasa jengkel, “kita kan harus sekolah Dinda, belom weekend ini” jawab Carla sambil melangkah menuju ke kamar mandi “ya ampun Carla.... kamu lupa ya kalo hari ini hari sabtu? Kan libur Car” jawab Dinda penuh kemenangan Jeger!!! Carla baru ingat kalo hari ini adalah hari sabtu, pantas saja Dinda masih dengan asyiknya menggambar pulau dibantal Carla. Berhubung Carla dan Dinda masih lelah, dan mengantuk, mereka memutuskan untuk tidur beberapa saat lagi, dan mereka bangun tepat pada saat waktunya sarapan. Mereka turun kebawah dan langsung duduk melingkari meja makan. Disana sudah ada Pak Sander yang tak lain adalah papa Carla, sedang duduk menikmati secangkir kopi hangat dengan koran ditanganya yang menutupi wajahnya. “pagi pap...” sapa Carla sambil mengambil selembar roti   “pagi om.. cerah sekali wajah anda hari ini ” balas Dinda yang memang sudah sangat mengenal papa Carla. Hal itu membuat Carla menggeleng menatap temannya itu, dan sukses membuat papa Carla tertawa kencang. Sedetik kemudian Bu Sander keluar dari dapur membawa secangkir kopi untuk dirinya. Carla dan Dinda makan dengan lahap. Bagi Dinda,rumah Carla adalah rumah keduanya karena keseringan Dinda untuk bermain maupun menginap. Jadi sudah tidak heran lagi kalau Dinda mengingat dimana letak kaleng biskuit, letak sapu, bahkan letak beberapa perabotan di rumah Carla dan sebagainya. Setelah sarapan Carla dan Dinda memutuskan untuk kembali ke sekolah untuk memeriksa ruang musik itu lagi, dan kali ini Carla berharap bisa bertemu dan berbicara lebih banyak dengan hantu itu. Mereka berjalan berdampingan, sambil membahas tentang gua yang ternyata ada disekolah mereka. Cukup aneh bukan, sekolah mereka mempunyai jalan rahasia. Tapi kenapa hantu itu mengarahkan mereka pada jalan rahasia? Apa maksud dibalik itu semua? Carla dan Dinda berpikir keras sampai akhirnya mereka telah sampai di gerbang sekolah. Sepi dan tenang adalah gambaran yang tepat untuk sekolah mereka di hari sabtu. Carla dan Dinda melihat sekolah mereka yang tak memiliki tanda-tanda kehidupan saat ini. Ada rasa yang bergejolak dalam perut Carla, melihat sekolah mereka yang biasanya ramai, penuh canda tawa dan riuh suara anak-anak, menyimpan misteri  kematian guru muda itu. Mereka berjalan sambil memperhatikan sekitar, berjaga-jaga apabila ternyata Pak Udin ada. Begitu mereka sampai didepan pintu ruang musik tersebut, Carla meminta Dinda untuk berjaga diujung koridor apabila Pak Udin mendekat. Carla masuk sendiri kedalam ruang musik dan menutup pintunya. Ia tidak bertujuan untuk masuk ke dalam gua itu lagi, hanya ingin berbicara kepada hantu itu pastinya . “hey.... apakah kau disini?” panggil Carla, kali ini tidak usah menunggu lama hantu itu keluar “Diane” jawab hantu itu “apa?” tanya Carla tidak mengerti “panggil aku Diane saja, umur ku tidak jauh berbeda dengan kalian” jawab nya dengan suara yang lembut. Meski tetap terdapat darah pada keningnya dan bajunya, pertemuan kali ini Diane terlihat lebih tenang dan terlihat lebih nyata. “okey.. Diane, sebelumnya aku berterima kasih atas bantuan mu didalam gua tadi malam” jelas Carla “dan aku sudah mengetahui bagaimana kau meninggal” “kau tahu?” tanya Diane terlihat kaget “yea.. aku mendapat kan pengelihatan bagaimana kau terkena kejut listrik oleh seseorang” jawab Carla pelan “yeah.. itu bagian dari penderitaan ku, tapi itu bukan bagaimana aku mati” jawabnya, dari suara Diane, Carla tau bahwa hantu itu mencoba mengingat bagaimana dia mati, dan sedetik kemudian dia meringis “bagaimana kau mati?” tanya Carla begitu saja “ aku mati...” belum sempat Diane menjawab, Dinda masuk dengan sangat tergesa-gesa “Car gawat.. ada Pak Udin, kita harus lari sekarang juga sebelum dia ke sini” info Dinda mengagetkan Carla. Mereka bergegas keluar dan mengunci pintu, hantu itu sudah menghilang saat Carla dan Dinda melangkah keluar. Untungnya mereka tepat waktu, dari arah berlawanan dimana mereka pergi, Pak Udin datang menuju ke perpustakaan “hampir saja” kata Dinda sambil menghembuskan nafas lega “untung saja lu berjaga diluar, kalau tidak, mungkin kita akan kehilangan nama lagi hari ini” jawab Carla sambil melangkah kan kakinya untuk pulang yang diikuti oleh Dinda “jadi Car, ada info baru?” tanya Dinda ingin tahu “ya.. pengelihatan gue l di gua kemarin ternyata bagian dari p********n terhadap Diane”  jawab  Carla “Diane?” tanya Dinda “ya.. dia bilang ingin dipanggil Diane” jawab Carla “ Car .. apa semua ini ada hubunganya sama Pak Udin?” tanya Dinda lagi “gue juga belum tau pasti Din, tapi gue rasa memang ada hubunganya. Pak Udin masuk ke dalam gua dengan membawa pisau, bisa saja dia yang membunuh Diane. Pak Udin cukup mencurigakan” jawab Carla “bagaimana kita bisa mengungkap pembunuhan Diane Car?” tanya Dinda ragu “apakah orang dewasa akan percaya dengan apa yang kita katakan nantinya?” “harus” jawab Carla yakin  “mereka harus percaya sama kita” “gue harap begitu” jawab Dinda Mereka berjalan pulang ke rumah Carla, mereka sampai ketika tepat makan siang. Sambil makan siang Carla bertukar pikiran dengan orang tuanya mengenai hal ini. Meminta pendapat mereka. Menurut orang tua Carla, kemungkinan terbesar adalah Pak Udin, namun mereka harus mencari bukti kejahatan dia. 2 jam kemudian, orangtua Dinda datang untuk menjemput Dinda.  “Carla jelek... bweee” suara yang sangat dikenal oleh Carla terdengar ditelinganya “hai Peggy” ucap Carla riang “kemana aja kamu?” “dirumah dong, aku kan ga kaya kakak, pergi terus setiap pagi. Gak mau nemenin Peggy main” jawabnya sambil merengut “aku bukan pergi main Peggy, aku kan harus sekolah”  jawab Carla “kak.. boleh dong aku sekali-kali ikut kakak ke sekolah” pinta Peggy “gak boleh Peggy, “ jawab Carla “oh ayolah kak... pliiiiisss” kali ini Peggy memohon dengan membesarkan matanya, dan memperlihatkan muka memelas, mau tak mau Carla menuruti permintaan Peggy “baiklah Peggy, tapi kali ini saja ya” jawab Carla menegaskan “yeeeyyy... Kak Carla baikk banget deh pokoknya” ujar Peggy sambil lompat lompat dan menari-nari mengitari kamar Carla, yang hanya di balas dengan gelengan kepala Carla. Hari senin Carla berangkat sekolah ditemani oleh Peggy yang berjalan disampingnya dengan riang gembira. Menyadari bahwa ada hantu cilik yang berjalan disebelah Carla, banyak hantu yang memandang heran kearah mereka, dan tentu saja hal itu sangat mengganggu Carla. Terutama karena rasa takutnya kepada roh-roh itu. Carla berjalan dengan sangat cepat, tidak tahan karena para hantu sudah menatapnya tanpa henti dan bahkan mulai berjalan ke arahnya. Begitu sampai disekolah, Carla langsung masuk ke kelas dan menyapa Dinda. Peggy? Dia sudah pergi keluyuran entah kemana. Carla hanya berharap Peggy tidak membuat kekacauan.  Namun ternyata dugaan Carla salah. Carla mendengar suara teriakan Peggy meminta tolong. Apa yang dikerjakan Peggy sehingga ia berteriak minta tolong dengan begitu histeris? Carla ijin dengan guru yang mengajar untuk pergi ke toilet, perlahan Carla berjalan sambil mencoba mencari darimana asal suara Peggy. Carla kemudian berlari menuju ruang musik dimana sumber suara Peggy terdengar. Carla mengeluarkan kuncinya dan membuka pintu ruang musik. Seketika itu juga, Carla jatuh terduduk, napasnya tercekat ditenggorokannya dan ia melihat Peggy di ikat dengan rantai dan disebelahnya terdapat seorang laki-laki berumur setengah abad, dengan muka licik, jahat dan menyeramkan menyeringai ke arah Carla. Tak hanya itu, disebelahnya terdapat binatang yang menyerupai kucing tetapi sangat besar dengan tanduk dan gigi taring juga memiliki sayap yang berduri. Matanya menatap tajam kearah Carla, mengawasi gadis itu, dan bersiap menerjang Carla apabila dia bergerak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD