CHAPTER 3 - KARENA MABUK

2089 Words
Ronaldo Rivendra, pria 26 tahun yang menjadi pemegang saham tertinggi di perusahaan bidang properti dan industri. Sifat dingin, dominan, dan ambisius sering kali membuat Ronal yang menjabat sebagai CEO itu selalu di takuti, tak jarang para karyawan di bawahnya menjadi tertekan bukan main akibat segala tingkah Ronal. 'GGG' Singkatan yang sering di sematkan para karyawati di kantor, yang berkepanjangan 'ganteng ganteng galak'. Ya memang Ronal itu ganteng sih, ganteng parah memang, tapi kalau untuk galak? Mm ... tidak juga. Ronal itu lebih ke tegas, dia tidak galak pada bawahan yang mengerti apa maunya dan melakukan pekerjaan yang sesuai, tapi kalau yang sedikit menyinggung atau berbuat masalah, Ronal tidak segan untuk menyemprot habis baik menggunakan mulut tajam maupun tindakan tegas lainnya. Mungkin karena Ronal terasa seperti batu yang tidak tersentuh, makanya para karyawati di kantor membuat nama 'GGG' begitu saja. Ya pokoknya jangan sampai Ronal satu kalau bawahannya sering menyematkan nama itu. Sepertinya cukup penjelasan tentang Ronal di sisi pekerjaan, yang terkesan berwibawa. Karena kenyataannya kalau pria itu berada di rumah, semua sisi tegasnya seolah di renggut paksa. Yang tentu saja pelaku perenggutan itu adalah ibu Ronal sendiri. Meski di usianya yang sudah lebih dari seperempat abad, Ibu Ronal masih saja menganggap anaknya itu seperti anak kecil. Contohnya saat ini, Ronal di paksa setengah mati untu menggelar pesta perayaan ulang tahunnya yang ke 26. Sial, Benar-benar seperti bocah TK menurutnya. Kekanak-kanakan dan terlalu membosankan. Ronal tidak suka membuang-buang waktu dengan hal yang tidak penting, apalagi jika tidak ada yang menyenangkan seperti ini Tapi ya bagaimana lagi. Ibunya yang memaksa, alhasil Ronal hanya dapat pasrah mengikuti, sebab semua ini ibunya telah mengatur semua ini dengan sepenuh hati. "Hm." Ronal hanya bergumam malas bentuk balasan untuk orang di seberang telefon sana. Matanya berfokus pada pantulan diri di sebuah cermin besar di depannya. Saat ini ia memang tengah berada di kamar mandi hotel, demi melepas sedikit penat sesak pesta di ballroom hotel. Ronal yang berulang tahun, tapu pria itu yang pergi-pergi. Sudah di pastikan jika saat ini ibu Ronal tengah uring-uringan mencari sang anak. Biarkan saja. "Gue nggak dateng." Ucapan dengan nada dingin sebelas dua belas seperti suara Ronal itu terdengar dari spiker ponsel. Ronal berdecak pelan. "Ya." Ia malas menanggapi orang yang seperti tidak ada niat berbicara dengannya itu. Cih, padahal kan sama saja, kedua orang yang berada di tempat yang berbeda itu berbicara dengan tanpa minat. "Okay," balas orang dari seberang telefon itu lagi. "Hm." Ronal hampir saja menutup sambungan telefon tidak berguna itu, sebelum suara wanita yang begitu ia kenal terdengar, dan membuatnya rela mengurungkan niat. "Ih, Kazeo yang serius. Bilang maaf dong." Terdengar juga nada kekesalan dari sang wanita di sana, sehingga sekelebat bayangan pun sontak melintas di pikiran Ronal. Bayangan seorang wanita 'itu'. Ronal hanya dapat menunggu pria dan wanita pada sambungan telefon itu berhenti beradu argument. 'Entah sampai kapan ini selesai.' Tidak lama setelahnya, suara yang bersahut itu berhenti di gantikan dengan bunyi panggilan nada dering telepon yang lumayan kecil, di ikuti suara wanita yang kembali berbicara. "Ih aku mau angkat telefon dulu, awas nggak bilang maaf karena nggak bisa dateng." Ronal menggelengkan kepala kecil, namun wajahnya menunjukan ke dataran yang pasti. Sampai akhirnya suara pria yang sejak awal berbicara dengannya itu kembali terdengar, pria yang memang berusia sepantarannya. "Sorry gue sama Sia nggak dateng." Jika Ronal tidak salah dengar, suara itu sama sekali tak mirip dengan ucapan tulis, melainkan malah lebih condong ke arah sangat sangat terpaksa. Semangat 45 dalam mengucapkan saja sama sekali tidak di tunjukkan. "Ck, Ya." Ronal ingin langsung memutus sambungan telefon itu, sungguh ia begitu malas. Apa langsung dilakukan saja ya? "Hm .. Okay, gue tutup ... Btw, lo udah 26 tahun, jadi jangan gangguin bini gue. Cari aja sana bencong pinggir jalan," Entah itu hanya lontaran main main atau serius. Hanya saja Ronal terlanjut kesal. Jadi dia lebih memilih untuk mengakhiri sambungan telefon itu cepat. "Cih," Ronal mendesis, sialan memang. Tut... Tut... Sambungan telefon itu benar-benar berakhir. Ronal pun segera menyimpan ponselnya kembali ke kantong celana seperti sebelumnya. Jika kalian penasaran, orang yang menelefon Ronal tadi adalah Kazeo _temannya dulu_, dan wanita yang terdengar kesal tadi adalah Sia istri dari Kazeo. Ronal memang memiliki masalalu tak menyenangkan baik dengan Kazeo maupun Sia. Yakni mereka Ronal dan Kazeo pernah berebut wanita yang sama, meski akhirnya Ronal yang kalah dengan Kazeo yang berhasil menikahi Sia pun, sampai sekarang si Kazeo sialan itu selalu sensi jika sesuatu yang berhubungan dengan Ronal. Semua orang di luar memang selalu berpikir Ronal dan Kazeo adalah teman dekat, hanya saja nyatanya tidak sama sekali, sejak awal pertemuan keduanya, sudah di mulai dengan kibaran bendera perang dingin. Di tambah perselisihan lain yakni sosok wanita di antaranya, membuat mereka tak pernah benar-benar akur. Ditambah sikap mereka yang sebelas dua belas, sama-sama keras kepala, dan sama sama tidak mau kalah, membuat mereka akan selalu seperti tikus dan kucing ketika bertemu. Ah sudahlah, Setelah merapikan jas dan rambutnya agar kembali rapi seperti semula, Ronal pun keluar dari area kamar mandi. Sebenarnya ia sangat-sangat ingin meninggalkan pesta. Tapi nyatanya ia tidak bisa, jadi untuk menahan kekesalan yang mendera, Ronal memutuskan akan meminum minuman beralkohol yang sudah ia pesan tadi. Setidaknya konsep mini bar yang dia sematkan diam-diam dapat menjadi pilihan terakhir yang tidak terlalu buruk bagi Ronal. Ronal memasuki area ballroom dan langsung berjalan menuju tempat mini bar. Hanya saja ketika dia makin mendekat, ia malah harus di buat mengernyitkan dahi menyadari sesuatu di sana. Ronal melihat seorang wanita memakai dress hitam panjang namun menampakkan sebagian besar punggungnya itu tengah meletakkan kepalanya sendiri di atas meja. Ia pun berjalan makin mendekat sedikit meneliti lagi wajah wanita itu _hendak memastikan_. Ah Ronal menyadari sesuatu, bahwa ternyata wanita ini tengah mabuk berat. Di tambah bartender itu juga terlihat kelimpungan panik karena sang wanita mulai ngoceh-ngoceh tidak jelas. "Biar saya saja yang mengurusnya." Tanpa pikir panjang Ronal langsung saja memposisikan diri hendak menggendong wanita ini. Tentunya tanpa menunggu izin dari sang bartender, lagi pula siapa yang akan melarangnya di acara pesta ulang tahunnya sendiri. Berhasil, Ronal menggendong wanita itu ala bridal. Dan membawa wanita itu pergi dari sana cepat, sebelum para tamu menyadari ia tengah menggendong seorang wanita. Ronal terus berjalan, dengan menggunakan jalan-jalan khusus, seperti lorong dan lift khusus petinggi hotel. Setelah tiba di dalam Lift dan baru saja Ronal menekan tombol lantai yang akan di tuju, Ronal tiba-tiba di kejutkan dengan wajah wanita dalam gendongannya yang bergerak-gerak mendekat ke arah celukan lehernya. Nafas wanita ini memburu dan hembusan nafasnya terasa sangat jelas menyentuh leher Ronal. Ronal tanpa sadar bergidik pelan. Dia merinding bukan main. Hei, jangan salah di sini Ronal itu memang seorang pria tulen, jadi hembusan dan duselan wanita ini sungguh cukup mengganggunya. Ronal pun berdecak pelan, hendak menarik wajah wanita ini menjauhi lehernya, tapi ternyata ia terlambat, dan di detik berikutnya hanya bisa diam kaku di tempat. "Wueekkk...." Sial! Tangan Ronal mencengkram lebih erat tubuh yang ia gendong itu, antara kesal dan agar wanita ini tidak jatuh. Sungguh Ronal tidak menyangka wanita sialan ini dengan tidak tau dirinya berani memuntahkan isi perut ke arah leher Ronal hingga ke dalam jas _karena ya wanita ini sengaja menyingkap dan mengeluarkan muntahan di sana_. Arrghh ... s**t!! "Wuoookk.." Lagi?? Ronal ingin berteriak keras saat mencium bau menyengat khas muntahan isi perut dari jarak dekat seperti ini. Apalagi wajah lega tidak bersalah wanita dalam gendongannya ini benar-benar membuatnya menahan sesuatu dalam diri. Benar. Pejaman mata kuat adalah solusi utama Ronal untuk menahan diri. Apalagi saat ini muntahan sudah kemana-mana bahkan ke baju-baju dress wanita ini juga. Ting ... Lift itu terbuka dan menampakkan lorong lantai paling atas hotel ini. Tanpa pikir panjang Ronal segera melangkah cepat menuju ruangan yang sejak awal ia tuju. Ronal buru-buru bergerak. Hingga sampailah dia di depan kamar hotel itu. Seolah seperti kamar unitnya sendiri, Ronal mendekatkan ibu jari tangan kanannya _dengen kesusahan_ pada tombol berbasis finger print itu, jelas Ronal tidak seperti orang lain yang harus menggunakan sesuatu yang pasaran ketika gunakan pada hotel ini. Clik ... Pintu benar-benar terbuka, menampakkan, ruangan luas nan mewah di sana. Tidak perlu terkagum-kagum, karena lagi-lagi Ronal masih melakukan hal yang hendak dia lakukan cepat, yakni membawa wanita di gendongannya ke kamar mandi. Dan tanpa berfikir panjang, Ronal malah meletakkan tubuh wanita itu ke dalam bathtub kosong begitu saja _setelah dia masuk kamar mandi_. "Sialan!" Dan selanjutnya, Ronal kembali mengeluarkan umpatan-umpatan nya menyadari kalau muntahan isi perut ini ternyata jauh lebih banyak dari dugaannya. Baunya itu loh. Tidak mau berlama-lama Ronal buru-buru melepas pakaian atas penuh muntahan itu cepat, mulai dari dasi, jas, hingga kemeja putih yang dia pakai. Hingga menampakkan otot-otot yang terpahat indah di sana. Ronal benar-benar melakukan itu semua seolah tidak ada siapa-siapa di sana. Yang padahal wanita di dalam bathtub masih saja meracau tidak jelas. "Ayang! Itu Ayang aku! ... Ma itu ayang aku kok!" Ronal mengerutkan dahi dalam, lalu kembali berdecak. Racauan wanita ini sedari tadi memang tidak jauh dari 'Ayang'. Cih, apa wanita ini tengah patah hati dan memutuskan untuk mabuk ya? Tapi setidaknya harusnya dia berfikir sedikit kalau kelakuannya akan merepotkan orang, contohnya dirinya ini. Tanpa memerlukan racauan tentang 'Ayang' yang rupanya masih berlanjut itu, Ronal bergerak pelan mendekat pada bathtub. Dan menatap seluruh tubuh wanita cantik dengan kulit putih gang sudah berubah kemerahan itu. 'Tidak ada cara lain,' Beberapa detik berfikir, akhirnya Ronal memutuskan sesuatu. Dia buru buru keluar kamar mandi dan menuju ke arah kamar lain di mana baju-baju dan jas berjejer rapi di sana. Yups, walk-in closet itu benar-benar penuh dengan pakaian bagus nan mahal, mulai dari formal, semi formal, nan santai. Dan Ronal mengambil sebuah dress biru tua tidak terlalu panjang dengan tali spaghetti yang tergantung di sana. Mungkin kalian sedikit bingung, mengapa Ronal memiliki fasilitas mewah dan juga seluruh pakaian di walk-in closet ini seolah miliknya sendiri. Karena faktanya semua ini memang miliknya sendiri, mulai dari baju-baju ini, kamar mewah ini, juga hotel ini. Semua properti ini milik keluarga Ronal. Dan kamar Hotel ini sudah seperti rumah kedua bagi Ronal, sebab dia sering mampir dan menginap. Makanya dia memiliki banyak pakaian. Ah, kalau untuk dress yang tengah dia bawa itu sejujurnya milik sepupunya, Ana. Hei, jangan berfikir macam-macam kalau Ronal pernah membawa wanita asing ke sini. Itu semua jelas kelakuan si bodoh Ana yang sering kali meminjam kamarnya ini dengan alasan ingin staycation gratis tai ayam, maka dari itu beberapa baju dia tidak sengaja tertinggal. Ronal yang kembali ke dalam kamar mandi pun, mulai melakukan kegiatannya. Yang tak lain tak bukan adalah mengganti baju wanita ini. Ronal akan melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dia lakukan, tanpa izin siapapun. Karena jelas dia tidak bisa memanggil staff hotel yang sering kali ember dan malah melaporkannya pada orang lain, yakni ibu Ronal sendiri. Tidak! Ronal tidak se-c***l itu. Makanya Ronal juga mengambil dasi yang tadi tergeletak di lantai kamar mandi, lalu mengikatkannya melingkari mata Ronal, hingga kedua mata itu tertutup sempurna. Dan, dia siap memulai. Tangan Ronal terulur, dia sudah mempelajari posisi tubuh wanita ini dan menghafalnya, jadi meski matanya tertutup dia tidak akan macam-macam menyentuh yang seharusnya tidak dia sentuh. Ronal mulai menurunkan dress bau muntahan itu perlahan, hingga melorot penuh sampai pinggang wanita itu, membuat tubuhnya naked separo. Beberapa kali Ronal juga seolah tersengat listrik ketika jarinya bersentuhan dengan kulit mulus wanita ini. Dan sampailah Ronal merasa sudah melepas seluruh dress yang mana mungkin hanya menyisakan dalaman bawah juga bh tanpa tali pada tubuh wanita itu. Ronal berganti mengelap tubuh wanita itu menggunakan handuk, karena pasti ada sisa sisa muntahan yang perlu dia bersihkan. Setelah itu buru-buru dia memakainya dress bersih yang dia ambil tadi pada wanita yang tetap saja meracau tidak jelas ini. Tidak hanya meracau tapi sesekali dia mengeluarkan suara tawa maupun tangisan yang di buat-buat. Wanita aneh. Merasa selesai dengan pekerjaannya, Rona mencoba mengintip sedikit dengan membuka penutup matanya bagian kanan. Dan ya, Ronal berhasil memakaikannya. Namun ternyata dress itu belum sepenuhnya menutupi bawah, dan masih tersingkap cukup tinggi, membuat Ronal dapat melihat jelas celana dalam warna hitam yang wanita itu pakai juga paha jenjang nan mulus di sana. Sial! Buru-buru Ronal menutup pemandangan yang seharusnya tidak dia lihat cepat. Dia membanting dasi yang menutupi kedua matanya itu dan berlanjut menggendong wanita ini kembali ala bridal. Dia membawa keluar area kamar mandi dan menuju ranjang king size di sana. Dan yups, melihat wanita itu seperti merasa nyaman dengan posisinya walaupun tetap meracau. Ronal buru-buru pergi menuju kamar mandi. Hendak membersihkan diri dengan tambahan juga ingin segera menuntaskan sesuatu yang sudah terasa tidak nyaman itu. Aishh ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD