CHAPTER 2 - DI GANTIKAN BAJU

1299 Words
Wajah panik, cengo, dan penuh kebingungan Reya berangsur hilang ketika mendengar suara pria yang memerintahnya untuk bangkit berdiri. "Bangun atau ..." Mata Reya melebar, dia sontak bangkit dari posisi berbaring di lantainya itu tanpa memperdulikan b****g dan pinggangnya yang baru dia sadari terasa nyeri itu. Takut-takut akan terjadi hal yang tidak di inginkan kalau tidak menuruti. "Bangun! Bangun! Gue bangun!" Tak lupa Reya juga mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi, seperti memberi kode kalau dia meminta ampun. Reya masih tak memiliki cukup nyali untuk menghadapi penjahat seorang diri ... Ah, benar! Reya baru ingat, harusnya dia berteriak meminta bantuan pada keluarganya ___ Namun lagi-lagi Reya harus mengulang kegiatan yang sudah hampir berteriak tapi malah mengurungkan niat. Tatapan Reya mengarah ke arah sekitar, bukan lagi pada pria yang ia duga penjahat itu. Reya itu masih muda, masih berusia seperempat abad, jadi dia masih memiliki ingatan kuat. Saking kuatnya, dia yakin seribu persen jika ruangan ini bukanlah kamarnya. Ya! Kamar dengan suasana mewah elegan ini bukanlah kamar yang bertahun-tahun Reya singgahi, karena tempat ini lebih mirip seperti presidential suite room di sebuah hotel mewah. Begitu luas, dan jangan lupakan pemandangan kota di bawah sana, yang langsung menembus melewati dinding kaca lebar depannya. Mata lebar Reya tak bergerak, hanya pupilnya saja yang bergetar sedikit. Jujur saja tubuh Reya tiba-tiba melemas, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dirinya berada di tempat seperti ini? Reya sungguh merutuki tingkah bodohnya yang tidak sadar sejak tadi. Reya kembali memfokuskan pandangannya pada pria di depannya itu. "Gue di mana?" Reya sedikit melupakan fakta bahwa dia tadi menganggap pria ini penjahat. Akan tetapi Reya berbicara seperti tak ada takut-takutnya. "Lo siapa?" Sungguh Reya harus segera memahami semua ini. Dia bingung dan pusing! "Dan ..." Ucapan Reya menggantung dengan mata yang melihat ke bawah. DEG ... "APA YANG UDAH LO LAKUIN KE GUE!" pekik Reya tiba-tiba. Reya bukan tanpa alasan berteriak nyaring seperti itu, pasalnya dia tengah terkejut dengan apa yang ia lihat sekarang. Pakaian yang menempel pada tubuh Reya berubah, Reya ingat betul jika kemarin dia menggunakan dress, akan tetapi saat ini sudah berumah menggunakan piyama berbahan satin di sana. Astaga Reya pusing, sejak awal dia sudah pusing, dan sekarang makin menjadi saja. Entah kenapa Reya hari ini begitu menunjukan kebodohannya, kenapa dia tidak sadar dan ngeh sejak awal? Nafas Reya yang memburu dan mata menatap penuh kemarahan pria bersetelan navi itu, ternyata tak membuat sang empu merasa terintimidasi dan langsung menjawab pertanyaan yang Reya lontarkan. Otak kotor Reya sudah berfikir macam-macam, dia bukan gadis bodoh dan polos yang tidak sadar akan situasi yang mungkin saja telah terjadi. Hanya saja dia berusaha menyangkalnya dengan cara tetap berfikir positif. "Ck," Heh? Reya mengerutkan kening makin emosi, apa yang salah dengan pria ini, bukannya menjawab dia malah berdecak pelan seraya melirik ke arah jam tangan yang Reya tau sangat mahal itu, jam tangan Rolex seharga ratusan juta yang pernah ia lihat di sebuah artikel saat ia cari sebagai bentuk referensi dalam menulis n****+. "Ah, sudahlah," Entah sudah berapa kali Reya menganga, tapi dia benar-benar tak tahan untuk tidak menunjukan ekspresinya tersebut setelah ucapan tidak perduli kembali pria itu lontarkan. Pria itu benar-benar jahat, bisa-bisanya dia mengacuhkan Reya dan malah hendak melangkah pergi. Dan dengan secepat kilat Reya langsung menarik lengan pria itu kuat-kuat, menahannya agar tidak pergi. Reya butuh penjelasan, dan dia tidak suka jika seperti ini. Bagaimana jika benar pria itu telah mengapa-apakan dirinya? "Eh ..." Akan tetapi, tidak seperti harapan Reya, bahwa pria itu itu berhenti di tempat. Tapi nyatanya Reya terlalu bar-bar, dengan menarik tangan itu terlalu keras, sedangkan pria itu memang sudah berhenti dan hendak memutar badan lagi menghadap Reya. Alhasil karena tarikan yang terlalu over, mau tak mau tubuh pria itu terhuyung hingga menubruk tubuh kecil Reya. Dan Reya sendiri yang tak siap, langsung terdorong ke belakang dengan tubuh pria itu yang sudah menabrak tubuh kecil Reya. Mereka berdua pun jatuh di atas ranjang, dengan Reya yang di tindih oleh pria itu. Sial ... Di dalam hati Reya hanya dapat mengumpat keras-keras. Tapi entah kenapa tubuhnya seolah malah menikmati. Jangan kira adegan tatap tatapan dari jarak dekat layaknya tokoh utama pria dengan wanita dalam film film terjadi juga di sana. Jelas kenyataannya tidak, tubuh Reya malah di tekan oleh tubuh berat pria itu, dengan kepala pria itu yang berada di samping kepala Reya, sebab Reya dapat mendengar jelas suara deru nafas di samping telinganya. Meski begitu, seperti yang Reya katakan tadi, wanita itu seolah tidak terganggu dengan posisi yang pasti menyesakkan itu, karena tubuh mereka benar-benar menempel. Satu detik ... Sua detik ... Tiga detik ... Bahkan di detik ke sepuluh, Reya dan pria yang Reya anggap penjahat itu sama sekali tidak bergerak. Eh, Apa pria itu tertidur? Merasa penasaran, dan juga ternyata dadanya mulai terasa sesak, alhasil Reya bergerak mulai mendorong tubuh pria itu menjauh dari nya. "Ming ... Minggir!" "Woy ... Berat! Minggir." Beberapa saat, pria itu nampak gelagapan berusaha bangkit dari atas tubuh Reya. Terlihat jelas jika pria itu sebisa mungkin mempertahankan sikap cool cool tai-nya itu, membuat Reya berdecih. Mana tidak meminta maaf kan ya. Tapi setidaknya Reya lega. Karena sepertinya pria itu bukanlah penjahat seperti yang Reya duga. Kalaupun benar, bukannya harusnya Reya sudah di apa-apakan, minimal di tusuk pisau kek ketika menindih tadi. Dan lihat, saat ini saja Reya sehat walafiat. Hanya sedikit sesak saja. Pria itu melirik Reya sinis tanpa sebab, sebelum akhirnya membalik badan hendak pergi seperti terakhir kali sebelum jatuh tadi. "Eh," "Jangan sentuh!" desis Pria itu, seolah tau kalau Reya berniat mengejar dan menyentuh dirinya _yang lagi-lagi seperti terakhir kali sebelum jatuh_. Reya mencibir tidak suka. Dia memang akan menyentuh, tapi juga masih tau diri kali, dan tidak akan membuat mereka jatuh untuk ke dua kalinya. Reya hanya ingin menahan karena menanyakan sesuatu. "Baju gue ... mana?" Hanya itu, jujur saja Reya sudah bisa berfikir positif sekarang. Karena ya kalau di fikir fikir, anu-nya tidak terasa sakit, nyeri pun tidak, berarti pria itu tidak melakukan sesuatu pada tubuh moleknya kan, benar kan. Jadi mungkin saja pria itu meminta orang untuk menggantikan. "Buang!" jawabnya singkat. Membuat Reya melongo. "Apa?" Pasalnya dress yang katanya di buang itu adalah, baju baru yang cukup bernilai bagi Reya. Karena demi memberi dress itu, ia harus merelakan banyak uang jadi gaji bulan ini. "Bisa-bisanya __" "Stthh ..." Reya sontak mengatupkan bibir ketika pria yang tidak mau membalikkan badan itu memberi interupsi. "Apa anda nggak penasaran siapa yang gantiin baju anda itu?" Be benar juga. Pemikiran positif yang berusaha Reya bangun perlahan runtuh, di gantikan pemikiran kotor yang bisa jadi kalau pelaku pengganti bajunya adalah pria ini. Argh, tidak, m***m sekali! "Ap-apa? Si siapa?" tanya Reya gugup bukan main. Ia sampai harus susah payah menelan salivanya sendiri. "Bukan saya," "Huft," Reya menghela nafas lega dan tersenyum sumringah seketika. "Alhamdulillah. Kalau bukan elo." Walaupun Reya bingung dengan keadaan yang tiba-tiba bangun di tempat asing dan bersama pria asing pula, setidaknya dia tidak harus merelakan tubuh perawan ting ting nya di nikmati pria tidak di kenal, meski hanya sekedar di lihat. Sebuah dengusan yang terdengar, seiring pria yang mulanya memunggunginya itu membalik badan perlahan. Membuat Reya entah kenapa mulai merasakan aura yang berbeda. Rupanya pria itu tidak diam saja, karena dia mulai bergerak selangkah maju mendekat pada Reya. Dan ketika jarak antar mereka hanya tinggal satu langkah. Pria itu sedikit mencondongkan wajah ke arah wajah Reya. Dengan bodohnya, Reya hanya mematung saja di tempat, dia seolah kaku nan linglung, dan terima terima saja wajahnya di dekati. Sampai akhirnya pria itu mulai menunjukkan senyum miring, perasaan was was pada diri Reya pun ikut menjadi pula. Dan ... Boom ... "Bukan saya yang minta, tapi tangan saya yang bantu lepas!" HAH?! Senyum miring sudut bibir pria itu makin meninggi besertaan kepalanya yang entah kenapa makin mendekati Reya saja. Lagi ... "Tentu saja ... atas permintaan anda!" DOUBLE HAH!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD