Ronal hanya dapat tertegun akan kata kata yang keluar dari mulut mamanya itu.
Pacar?
Apa maksudnya,
Tidak hanya itu dahi Ronal juga ikut berkerut dalam. Dia tak mengerti juga bingung kenapa ibunya tiba-tiba berkata demikian.
"Sebentar," Tangan Ronal terangkat untuk menghentikan gerakan mamanya yang hendak mengeluarkan suara lagi.
Ronal sungguh harus meluruskan, entah dari mana asumsi tersebut datang. "Pacar siapa?" tanya balik Ronal.
"Kamu lah, kamu kan mau punya pacar," tanya Mama Iffa memperjelas setelah kembali memfokuskan pandangan pada anaknya itu.
Ronal memejamkan mata sejenak. Okay kata 'mau' lebih baik dari pada di anggap 'sudah punya'. Hell, mamanya mendapat berita bohong dari mananya itu.
"Akhirnya ya Nal, mama suka deh jadinya, apalagi kalo langsung ke jenjang yang lebih serius," Tak kira kira, mama Rona mulai ngelantur entah kemana, jenjang apanya.
"Ma,"
Panggilan Ronal sama sekali tidak didengarkan oleh mamanya, wanita paruh baya tersebut malah makin asyik mengoceh ria,
"Akhirnya mama akan punya cucu,"
Hng,
Ronal sampai tidak tahan untuk tak mendelikkan kedua bola matanya lebar akibat terkejut. Apa mamanya itu tidak keterlaluan, terlalu berekspektasi gila yang padahal tidak ada kenyataanya sama sekali.
Apakah ciuman satu kali bisa menghasilkan cucu, kalau memang iya mama Ronal berucap tidak salah. Ah sial, tidak ada cucu!
Papa Ronal yang mulanya hanya diam saja dengan wajah datar akhirnya mulai membuka suara, "Mama kamu senang, kata Doni kamu nanggapin baik ketika di kasih nomor gadis,"
Eh,
Jadi itu semua karena Doni, kalau begitu tidak heran mamanya langsung berkata macam-macam setelahnya. Doni pasti sempat berbicara perihal balasannya 'menarik' di pesan singkat. Sial memang harusnya Ronal tak perlu aneh aneh dengan membalas. Ck, kalau tau begini lebih baik dia diam saja.
"Kapan kamu mau ngenalin ke mama?"
"Nggak ada,"
Eh,
Senyum mama Ronal sontak saja memudar digantikan kebingungan seperti yang ada pada wajah Ronal. Mama Ronal _Iffa_, terlihat saling melayangkan tatapan pada pria dia sampingnya yang tak lain tak bukan adalah suami mama Iffa sekaligus ayah kandung Ronal.
"Apa maksud kamu?" tanyanya masih kesulitan mencerna situasi.
Ronal berdehem pelan sebelum berbicara, dia tau fakta ini mungkin akan membuat mamanya kecewa akibat ekspetasinya yang di jatuhkan dalam sekejap, tapi ya mau bagaimana lagi, kalau tidak di beri tahu bisa bisa akan menjadi masalah di masa depan.
"Nggak ada pacar atau calon pacar." Terlebih calon cucu dalam waktu dekat, lanjut Ronal di dalam hati, tidak berani melanjutkan.
"Lah katanya Doni tadi __"
"Gadis itu nolak Ronal," Ronal faham kelanjutannya, makanya dia memilih memutus ucapan mamanya tersebut.
Sudah terkejut makin terkejut saja mama Ronal itu, apalagi raut penuh kekecewaan di sana jelas tidak dapat tertutupi. "Hah, serius kamu?"
"Hm," Ronal mengangguk.
"Emang dia nggak tau kalau kamu ceo Riven corp?" Papa Ronal bertanya.
Dan Ronal hanya dapat menggedikkan bahu acuh, aneh juga kenapa wanita itu harus tau kalau dirinya adalah CEO Riven corp. Ronal sendiri juga anti dengan wanita yang hanya melihat dari status, jadi kalaupun setiap wanita tidak tau memang lebih baik.
"Lebih baik sekarang mama balik ke kamar aja, istirahat," ucap Ronal perlahan berharap mamanya mengerti.
"Tapi tapi," Meski begitu Iffa mama Ronal kesulitan percaya akan fakta tersebut, sampai tidak sanggup melanjutkan ucapan.
Ronal diam saja tidak bisa berbuat apa-apa, mamanya yang terlalu berekspektasi, dan bodohnya Ronal juga menyesali balasannya pada Doni, padahal sudah jelas Doni mengirim nomor wanita itu juga atas permintaan Mama Iffa untuk mencarikan pacar Ronal, jadi sudah pasti ada pergerakan sedikit mama Iffa akan langsung di beritahu.
Ronal memberi kode lewat tatapan pada papanya tersebut, dan seakan paham, papa Ronal langsung melakukan nya, dia mengajak sang istri untuk kembali ke kamar. "Ayo kita ke kamar,"
Iffa nampak menggeleng pelan, "Tapi pa, Ronal kan __"
"Iya iya, kita bahas besok, udah malem." Dengan gerakan sedikit mendorong bahu istrinya itu. Jadi mau tak mau wanita paruh baya itu menurut dan mulai bergerak pergi dengan wajah murung yang kentara.
"Mama duluan aja, hp papa ketinggalan,"
Ucapan pelan papanya itu rupanya masih dapat Ronal dengar dengan jelas. Dan benar, setelahnya papa Ronal berbalik menjadi menghampiri anaknya, membiarkan mama Iffa yang berjalan menuju kamar sendiri.
"Ronal," panggil Hery _papa Ronal_.
Ronal hanya menatap lurus ke arah papanya.
"Ronal kamu serius nggak ada pacar?" tanyanya.
Ronal hampir berdecih kalau tidak ingat siapa gerangan orang yang ada di depannya. Lalu dia mengangguk, tok memang sejak awal sudah jelas dia pun sudah memberitahu secara gamblang kenyataan itu. "Hm,"
Papa Ronal terdiam sejenak, membuat mata keduanya bersitatap dengan mata Ronal. "Papa nggak akan paksa kamu, tapi mamamu ingin sesuatu lebih,"
Ronal lagi lagi mengangguk. Faham tak faham, yang penting di iyakan saja dulu, agar cepat selesai. "Iya,"
"Tolong di pikirin Ronal," Sebagai orang yang sudah berusia lebih dari setengah abad, bohong kalau Hery tidak ingin sesuatu yang seperti istrinya inginkan. Karena ya tentu saja Hery juga ingin anaknya cepat memiliki pasangan dan momongan. Hanya saja dia juga tidak dapat memaksakan kehendaknya sendiri, yang malah bisa saja menyakitkan anaknya itu.
"Iya pa,"
Setelah itu tanpa adanya basa basi atau saling berpamitan, keduanya mulai bergerak saling berlawanan, Ronal menuju lantai atas sedangkan papanya menuju ruang keluarga _mungkin akan mengambil ponsel yang tertinggal, seperti yang sebelumnya papanya katakan_.
Ronal menghela nafas cukup panjang tepat ketika kakinya melangkah memasuki kamar yang bernuansa elegan nan nyaman itu, khas seperti idaman kamar cowok berkelas kebanyakan.
Dia langsung berjalan menuju ruangan di sana, dan masuklah di tempat dengan pakaian berjejer rapi juga meja-meja di penuhi aksesoris pria, seperti jam tangan dan beberapa pierching, benar-benar mirip macam aksesoris berandalan di luar sana.
Kalau boleh jujur, sejujurnya Ronal memang pernah se-nakal itu ketika SMA, saking nakalnya papanya _Hery_ sering kali memukul, mencambuk, dan memberi hukuman berat lainnya. Ya, Ronal bisa di bilang mantan berandalan, menjadi anggota geng besar dengan keseharian tawuran tawuran dan tawuran. Tapi itu dulu, dan setelah lulus SMA dia mulai bergerak sesuai jalur, yakni mengikuti kemauan kedua orang tuanya, berkuliah di luar negeri sampai tamat S2.
Mungkin semua orang baik karyawan Ronal akan sangat terkejut jika tau bosnya memiliki masalalu kelam. Dan menjadi orang yang sangat bringas.
Ya tidak bringas bagaimana lagi, menjadi anggota geng harus siap nan tangkas dalam bertarung. Menangani semua musuh, agar badannya tidak terluka sama sekali. Dulu Ronal bagian memegang celurit, tapi dia juga bisa memang semua benda tajam yang di sediakan, katanya sekalipun.
Ah satu lagi, Ronal tidak sendiri menjadi anggota geng, tapi Beni dan Kazeo juga. Mereka satu geng, dan sering menginap di markas di mana memang di sediakan kamar-kamar untuk tinggal. Makannya dulu saat SMA dia jarang sekali pulang ke rumah ini, hampir di coret dari KK kalau kata mamanya. Untung dia anak tunggal, kalau tidak, mungkin betulan sudah di coret mungkin.
Ronal menyeringai melihat aksesoris yang sudah bertahun-tahun tidak dia pakai, bahkan lubang-lubang pierching nya juga sudah tertutup rapat sekarang. Hanya saja dia memang tidak berniat membuang semua benda-benda penuh kenangan tersebut.
Ronal mulai melepas aksesoris arloji yang seharga mobil itu di laci kaca. Dan mulai menanggalkan pakaian di sana. Dia akan langsung mandi, gerah juga setelah melalui banyak aktivitas sehari an ini.
Dia benar benar menuju kamar mandi membersihkan diri.
Hampir 20 menit lamanya dia mandi, akhirnya Ronal pun keluar dengan aroma semerbak khas sabun mahal yang menguar dari tubuhnya.
Dia hanya menggunakan handuk yang melilit pinggang sampai lutut, besertaan handuk kecil yang saat ini di gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
Awalnya Ronal akan menuju walk in closet lagi untuk berganti pakaian, tapi sudut matanya malah menangkap bahwa ponsel yang tadi sempat dia taruh di ranjang tengah bergetar tanpa henti. Jadi dia merubah niatan dan berjalan menghampiri ranjang.
Namun ketika sudah hampir dekat, getaran pada ponsel Ronal malah berhenti. Meski begitu dia tetap akan melihatnya.
Dapat Ronal lihat, sebuah notif 5 panggilan tidak terjawab dari nama kontak 'Anna' muncul di layar ponsel, merasa bingung dan sedikit khawatir akhirnya Ronal pun mengulurkan tangan hendak mengambil ponsel itu, berlanjut menekan tombol memanggil balik di sana.
Tut ... Tut ...
Tidak menunggu lama, sambung Ronal pun terhubung, Anna sepupunya telah menjawabnya.
"Kenapa nelfon?" Tanpa berniat basa basi, Ronal langsung bertanya.
"Huwaaaaa ... Akhirnya Nal akhirnya. Huwaaaa ..." Jeritan tak kira-kira tersebut sedikit membuat Ronal terkejut sampai dia harus menjauhkan ponsel jari telinganya.
Ronal berdecak seraya mendekatkan ponsel lagi, "Ngomong pelan pelan,"
Seolah tak mau memperdulikan peringatan Ronal, Anna masih saja bersuara keras, tapi setidaknya tidak menjerit seperti tadi. "Akhirnya hiks, akhirnya si nopal kampret mau nikahin gue."
Ah, jadi itu alasannya. Ya tidak heran sih, karena memang Anna sudah menunggu-nunggu momen bahagia di mana pacarnya akan melamar.
"Oh," jawab Ronal singkat. Lagipun apa yang harus dia tanggapi. Ucapan selamat? Cih klasik.
"Kok lo nggak seneng?" Suara excited Anna berganti dengan suara kekesalan Anna itu.
"Seneng,"
Seneng apanya, menjawab saja suaranya terdengar lempeng bukan maen.
"Cih, dasar lo, setidaknya excited kek," kesal Anna. Mungkin dapat Ronal tebak, wanita itu saat ini tengah mengerucutkan bibir menahan kesal mati matian.
"Iya, ya udah,"
Iya iya saja sudah menjadi ciri khas Ronal kalah tidak berminat akan sesuatu.
"Tai, percuma ya ternyata gue ngehubungin elo." Ya Anna menyesal 5 kali dia menghubungi Ronal sebelumnya. Cih, Ana tidak rela membuang buang waktunya tadi dan saat ini.
"Gue tutup kalau nggak jadi cerita," Sudah cukup. Memang lebih baik Ana menutup sambungan telefon sana. Lagipun Ronal memang tidak kepo sama sekali.
"Eh jangan," Namun lihat lah, rupanya antara mulut dengan kenyataan Ana tidak sinkron sama sekali, dan tetap menahan Ronal.
"Hm," Ronal mempersilahkan.
"Iya ini gue cerita. Jadi kan gue mogok ngomong sama dia seminggu kan. Kayaknya dia jadi mikir, dan akhirnya tadi dia ngajak jalan terus di lamar deh, gue udah berekspetasi tinggi sejak awal karena Nopal ngajak dinner romantis, kalo aja nggak di lamar beneran ngamuk tujuh turunan gue tadi," jelas Ana menggebu-gebu. Tak bisa menahan untuk tidak excited senang akan kejadian yang sudah dia tunggu tunggu sejak lama.
"Btw, lamarannya 3 minggu lagi," lanjut Ana.
Tiga minggu? Ronal terdiam sebentar berfikir jadwalnya 3 minggu lagi.
"Gue ___"
"Awas aja lo alasan sibuk sibuk tai. Cepet kosongin jadwal setelah ini," Seperti sudah feeling akan jawaban yang Ronal berikan, Ana langsung menyela memberi peringatan.
"Hm, okay" Memang sebenarnya Ronal hendak ke luar kota untuk menghadiri pertemuan proyek baru di sana, tapi jadwalnya belum juga di tentukan, mungkin karena itu dia bisa segera mengaturnya dulu nanti.
"Yey ... Ajak sobat lo ke lamaran gue nggak papa lo Na, soalnya nanti malemnya bakal makan-makan berbequan sampe pagi sama keluarga dan temen-temen Nopal juga," Ana menjelaskan, yang di maksud Ana itu adalah Beni teman baik Ronal atau mungkin sekretaris Ronal juga bisa.
"Okay," Ronal tetap menambahkan gerakan anggukan walaupun Ana tidak mungkin melihatnya.
"Ya udah gue tutup," pamit Ana, dan Ronal juga segera mengiyakan.
"Hm,"
Baru juga Ronal hendak menurunkan ponsel, Ana malah kembali berbicara menahannya.
"Eh bentar deh,"
"Apa?"
"Jangan lupa cepet nyusul gue ya Nal, biar bisa cepet kawinnya haha,"
Heh ...
Frontal sekali ya sepupunya ini, dasar, wanita bar-bar yang tidak ada elegan-elegannya sama sekali. Ck, padahal wanita itu saja masi hendak acara lamaran, belum ke fase jenjang lebih lagi terlebih nikahan, tapi lihat dia sudah sombong bukan main.
Tut ...
Sebelum Ronal sempat membalas dengan ocehan, Ana lebih dulu memutus sambungan telefon tersebut.
"Ck,"
Ronal pun meletakkan ponselnya lagi di atas ranjang.
Cih, kawin apanya?
Berbicara akan hal tabu macam itu, Ronal jadi teringat dengan sesuatu.
Yakni Ronal teringat lagi dengan ciuman itu, ciuman yang tidak terlalu lama tapi begitu menyesakkan sesuatu.
Ah ... Tapi jika benar wanita itu sudah memiliki pacar, itu berarti Ronal sudah mencium wanita milik orang ya?
Hm ...