Mereka berdua terus terbang dengan kecepatan tinggi. Pada ketinggian 10 km dari permukaan Bumi. Hingga tiba-tiba saja dari arah belakang mereka. Mereka berdua merasakan, adanya kekuatan shen besar yang sedang mengejar mereka. Yang tak mereka kenal sama sekali.
"Syam, apakah kau merasakan. Adanya kekuatan besar, yang sedang mengejar kita di belakang?" tanya Chin yang terbang di samping Syam. Dengan penuh rasa penasarannya.
"Iya, aku merasakannya. Lebih baik kita mendarat ke bawah, untuk memastikannya siapa dirinya," sahut Syam, lalu melesat turun. Dan menginjakan kakinya pada sebuah puncak gunung es. Dengan ketinggian 7000 Mdpl saat itu. Yang diikuti oleh Chin.
Hawa di puncak gunung itu pun begitu dingin. Akan tetapi, tak berpengaruh bagi mereka dengan pengguna shen tingkat tinggi. Bahkan di angkasa luar pun, mereka masih tetap hidup. Seakan mereka tak memerlukan oksigen untuk hidup sama sekali. Seolah mereka bukanlah manusia dunia fana.
Syam lalu mengaktifkan mata langitnya. Dan tanpa perlu dikomando. Chin pun menempelkan tangan kanannya ke arah punggung Syam. Untuk melihat, apa yang dilihat oleh mata langit milik Syam. Akan tetapi kali ini, hanya ada kegelapan di penglihatannya. Mata langit, seakan sudah lumpuh kekuatan khususnya.
"Apa-apaan ini. Kenapa hanya ada kegelapan di penglihatan ku. Ada apa dengan mata langit mu, Syam?" tanya Chin, tetap menempelkan tangan kanannya pada bahu Syam.
"Yang mengejar kita. Memiliki jurus penangkal mata langit," sahut Syam, lalu menonaktifkan kembali mata langitnya. Karena Syam merasa percuma mengaktifkannya juga. Tak dapat melihat jarak jauh seperti biasanya.
"Pasti dia, orang dari Sekte Langit," ujar Chin.
"Ya, itu kemungkinan besar. Mereka lah yang sedang mengejar kita," jawab Syam.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Chin kembali.
"Tentu saja menunggu ...."
"Menunggu? Sangat membosankan sekali," kata Chin, lalu melepaskan tangan kanannya pada bahu Syam.
Hampir bersamaan dengan berakhirnya perkataan Chin. Muncullah seorang lelaki tampan berwajah perpaduan Eropa dan Asia dengan tinggi 190 cm. Berkulit putih, dengan rambut hitam sepundak yang dikunci. Berpakaian seorang panglima perang, dengan sayap terbuat dari bahan berwarna perak.
Sosok itu adalah Hoa. Panglima dari Sekte Langit Tanpa Batas. Yang sedang mencari keberadaan Istana Tanpa Waktu, yang tak mampu ia temukan. Dirinya ingin meminta Dewi Waktu mengantarkan dirinya ke masa depan untuk bertemu Humsha. Agar ia dapat mengambil kembali. Kitab penyerap raga yang dicuri oleh Humsha.
Kehadiran Panglima Hoa, telah membuat Chin begitu terkejut. Firasatnya berkata buruk. Pasti Panglima Hoa akan menangkap dirinya. Karena dirinya adalah anak buah dari Humsha.
"Rupanya, kau anak buah terkuat. Humsha!" Hoa pun langsung saja menyerang Chin, dengan agresifnya secara fisik. Tanpa basa-basi sama sekali.
Mendapat serangan seperti itu. Chin pun mau tak mau melayani serangan itu. Dirinya tentu saja tak ingin mati konyol di tangan panglima Sekte Langit Tanpa Batas itu.
Baku hantam pun terjadi di antara mereka berdua, dengan begitu sengitnya.
"Panglima Hoa, hentikan!" seru Syam, berusaha mengakhiri pergulatan itu.
"Jangan ikut campur. Aku hanya ingin menangkap seorang penjahat untuk diadili," sahut Hoa, tetap menyerang Chin, dengan agresifnya.
"Chin sudah berubah. Dia bukan seorang penjahat lagi," sergah Syam.
"Jangan bersekongkol!" Hoa pun semakin gencar menyerang Chin. Hingga ia pun menggunakan shen nya, untuk melumpuhkan Chin. Yang tentu saja menggunakan shen nya pula untuk bertahan dari serangan shen Hoa.
Kerusakan pun mulai terjadi di puncak gunung es itu. Akibat pertarungan yang mulai menggunakan shen tingkat tinggi.
Syam pun tak ingin kesalahpahaman ini berlarut-larut. Ia pun lalu menggunakan 8 cambuk yang ada di tangannya untuk membelenggu Hoa. Dan disaat Hoa sedang lengah, lebih terfokus pada Chin. Syam pun berhasil membelenggu Hoa dengan delapan cambuk elastis nya itu.
"Lepaskan aku!" teriak Hoa, berusaha melepaskan diri dari belenggu 8 cambuk Syam. Yang malah semakin kuat membelenggunya. Jika dirinya terus memberontak seperti itu.
"Kau itu. Panglima macam apa. Main serang saja. Aku tak akan melepaskan mu, sebelum aku menjelaskan. Apa yang telah terjadi dengan Chin," kata Syam, sembari menatap Chin. Yang bangkit dari jatuhnya. Akibat serangan dari Hoa itu.
Panglima Hoa pun terdiam sejenak. Baru merespon perkataan dari Syam.
"Baiklah, aku ingin mendengar penjelasan darimu," ucap Hoa, sambil memandang Chin dengan tajamnya. Seakan seekor elang yang tak ingin melepaskan mangsanya sama sekali.
"Saat di masa depan. Chin telah berniat untuk berubah, karena terbunuhnya Chan oleh Humsha secara tak langsung. Ia mengkhianati Humsha, bahu-membahu, berusaha untuk mengalahkannya. Kami lalu kembali ke masa ini, berniat untuk menemui Dewi Waktu," tutur Syam secara singkat.
"Lalu di mana Humsha?" tanya Hoa dengan penuh selidik.
"Dia sudah tersegel di masa depan," jawab Syam.
"s**l! padahal aku belum mengambil kembali kitab penyerap raga darinya. Tapi kalian ingin menemui Dewi Waktu. Aku saja, mencari kediamannya tak ketemu selama 1 tahun ini," sahut Hoa.
"Tentu saja, kau tak mungkin menemukannya. Hanya pemilik mata langit lah yang dapat menemukan Istana Tanpa Waktu," jelas Syam.
"Jika begitu lepaskan aku. Aku akan ikut kalian ke Istana Tanpa Waktu," pinta Hoa kepada Syam yang ada di belakangnya.
"Jika aku melepaskan mu. Apa kau akan menghajar Chin lagi?" tanya Syam.
"Tentu tidak. Aku hanya memiliki urusan dengan Humsha," beber Hoa.
"Baiklah, aku mempercayaimu," Syam lalu melepaskan ikatan delapan cambuknya itu kepada Hoa. Hingga Panglima Hoa pun terbebas dari belenggu 8 cambuk Syam. Yang segera masuk kembali ke dalam tangannya.
"Sekarang, ayo kita pergi ke Istana Tanpa Waktu," kata Hoa dengan penuh semangatnya.
"Kau terlalu bersemangat sekali, Panglima?" kata Chin, berusaha mencairkan ketegangan di antara mereka berdua.
"Aku ingin segera menemui, Humsha. Aku ingin mengambil kembali kitab serap jiwa dari dirinya," jawab Hoa.
"Apa kau sudah tahu. Jika sebuah permintaan dari Dewi Waktu. Dia akan meminta bayaran?" tanya Chin kepada Hoa.
"Bayaran apa pun yang ia minta. Aku akan menyanggupinya. Demi mengambil kembali kitab penyerap jiwa. Karena itu adalah tanggung jawabku," tegas Hoa.
"Sudahlah, jangan banyak bicara. Mari kita ke kutub utara, di mana Istana Tanpa Waktu berada," ujar Syam, lalu melesat terbang ke arah utara. Yang segera diikuti oleh Chin dan Hoa.
Mereka bertiga terus melesat dengan kecepatan tinggi ke arah utara. Hingga suasana pun semakin membeku ke arah utara. Terlihat di bawah mereka hamparan es memutih yang seakan tanpa batas. Mereka bertiga terbang di ketinggian 5000 Mdpl kali ini.
Sedang asyik-asyiknya mereka bertiga terbang. Tiba-tiba saja dari arah bawah mereka. Muncullah ribuan jarum es, dengan begitu gencarnya yang menyerang mereka. Yang mau tak mau, harus mereka hadapi dengan shen mereka.
Mereka bertiga pun mengeluarkan shen mereka. Hingga diri mereka pun diselimuti oleh aura shen yang begitu pekat. Yang membuat jarum-jarum es itu pun meleleh, lalu terjatuh ke bawah.
"Siapa yang berani. Menyerang Panglima Sekte Langit Tanpa Batas!" Hoa pun langsung saja menukik turun ke arah dataran es, yang ada di bawahnya. Dengan penuh kegeramannya. Tanpa berpikir apa pun lagi.
"Seharusnya, dia tak perlu turun untuk melayani penyerang itu. Hanya membuang waktu saja," kata Chin, tetap melayang di udara.
"Ya, seharusnya seperti itu. Tapi ingatlah,dia itu seorang panglima. Harga dirinya mungkin terusik dengan serangan seperti itu," sahut Syam.
"Lalu, sekarang kita harus apa?" Chin pun bertanya kepada Syam.
"Ya, tentu saja kita harus menyusulnya," Syam pun menukik turun dari angkasa. Yang di ekori oleh Chin.