Restu Fadli

1104 Words
"Suaminya itu....." "Bang Fajri. Anggota DPR. Lo tahu?" Arinda menggelengkan kepala. Ia tahu artisnya tapi tak tahu suaminya siapa. Apalagi kan artis-artis lama ya. Usianya saja lebih muda dibandingkan Rain. Meski sialnya, dari segi wajah, malah tak jauh berbeda. Orang bahkan sering mengira ia seumuran dengan Rain. Ya sudah lah. Sabar. "Kalo beneran selingkuh, gak tahu diri sih." Belum apa-apa, ia sudah memaki. Arinda terbahak. Ya sudah biasa sih kalau dengan Rain. Kapan Rain tidak memaki ketika dihadapkan dalam persoalan begini? "Omong-omong baru kali ini deh kayaknya kita ngurusin kasus perselingkuhan. Ye gak?" "Udah pernah kali, kak. Beberapa kali sebelumnya. Itu pengusaha Cina juga yang sebelumnya. Yang main sama penyanyi dangdut. Eh gak dinikahin juga itu penyanyi dangdutnya." Rain tertawa. Ya sih. Benar juga. "Ada lagi juga tuh si pengacara. Bu Ressa. Masih ingat kan? Dia pengacara yang banyak ngurusin kasus perceraian eeh kena juga. Jadi emang kudu hati-hati kayaknya kalo milih-milih masalah pekerjaan." Rain tertawa. "Lo? Jadi detektif gimana?" "Yang ada nih, cowok-cowok pada lari semua." Rain makin terbahak. Ya begini lah asyiknya kalau sudah mengobrol dengan Arinda. Ia juga jadi lupa deh dengan keberadaan Verrald. Entah di mana sekarang. Yang jelas sih kebut-kebutan di awan. Eeh awan lagi. Jadi salah ngomong. Omong-omong apa kabar cowok yang ngotot balikan tapi juga ngotot putus juga ya? Hahaha. Ia hajya bisa tersenyum kecil sambil menatap langit Jakarta yang sudah gelap. Ye lah. Ini sudah malam sejak ia berkeliaran dari siang. Biasa lah. Usai mengobrol dengan para sepupu soal kasus ini, ia kan tak mungkin langsung pulang. Pasti mereka nongkrong dulu baru kemudian lanjut bekerja. Walau sekarang jomblo-jomblo yang tersisa semakin sedikit. "Tapi yang minta tadi siapa bilangnya? Memang artisnya ya, kak?" "Lo gak denger apa kata Ferril tadi?" "Tadi gue nerima telepon dari tetangga depan apartemen gue. Sumpah ya tuh orang nyusahin banget." Rain terpingkal lagi. Tetangga depannya sih bule. Tapi sayangnya bukan bule lurus melainkan bule belok. Mau seganteng apapun kalah sukanya jeruk sama jeruk ya ogah deh. Mana cengeng pula. Hobi sekali menyusahkan Arinda pokoknya. Ia juga sedang membuat perhitungan dengan cowok itu. Lihat aja nanti. Tapi balasan apa yang cocok ya? Rebut pacarnya? Hahahaha. Dasar sableng "Bokapnya kak Bella yang nyuruh. Mantan menteri. Lo tahu gak?" "Bokapnya gue tahu. Kan suka lihat." Rain mengangguk-angguk. "Gue pikir suaminya secakep apa gitu sampai dia mau." Begitu katanya usai diperlihatkan oleh Rain fotonya. Rain terbahak lagi. Kali ini sampai memegangi perutnya. Memang yang namanya Arinda kalau mengghibahi orang itu tak pernah tanggung-tanggung. Coba kalau ada Ardan! Baaah ditambah Ferril? Entah berapa gunung dosa yang bertambah dalam waktu satu jam. Hahaha. Mereka memang geng rusuh dan geng rumpi. Adit paling ogah sebenarnya kalau sudah bergabung dengan Ardan, Ferril, Arinda, dan Rain. Bisa tewas ngakaknya. Tapi ya itu lah hiburan dikala rumit bekerja. Ya kan? "Terus kita mau ke mana nih? Kantor DPR?" Ia tak tahu mau nyetir ke mana. Dari tadi ya lurus saja. Hahaha. Ia dan rain kalau bergabung memang begini nih. Rain terbahak lagi. "Ya mana buka kantor DPR malem-malem gini. Lo mau jadi penunggunya?" "Iiiihhh," ia bergidik sendiri. Takut. Ia dan Rain sama saja tapi kadang Rain terlalu gengsi menunjukkan rasa takutnya. Eeh gak juga sih. Bukan gengsi. Barangkali sekarang belum takut aja. "Ngomong yang bener deh!" Rain terkekeh. Ya sih. Ia juga harus lebih hati-hati. Ia masih ingat betul kejadian sebulan lalu di mana tawanya dan Ardan ditiru makhluk halus. Waktu itu Ardan sampai terkencing-kening di celana dan ia juga tapi tak mau mengaku. Ahahaha. Ya salah mereka juga sih. Malam itu bercanda keterlaluan. Jadi mungkin membuat si penunggu merasa terganggu. "Kita coba ke rumahnya deh. Cek mobilnya dulu." Arinda mengangguk. Akhirnya mereka memutar balik arah laju mobil malam ini. @@@ "Rain belum pulang?" Ia tentu mencari anaknya. Kalau anak sulung sudah menikah. Jadi sudah pasti tinggal bersama suami. Yang menjadi tugasnya adalah anak keduanya. Ke mana gadis yang satu itu? "Belum. Tadi bilangnya lembur." Fadli menggaruk tengkuk. Mungkin ada tugas dadakan bersama Ferril. Ia berpikir begitu. Baru hendak masuk ke kamar, istrinya memanggil. "Kayaknya kali ini si Verrald serius." "Mau menikah? Kan udah ngomongin juga waktu itu." "Kamu beneran ngebolehin kan? Bukan halusinasi?" Hahaha. Caca hanya ingin memastikan. Maklum lah, yang namanya mantan playboy, terkadang omongannya susah dipegang. Hahaha. Jadi Caca hanya ingin memastikan kalau anaknya tak salah dengar. "Sekalipun aku gak kasih, anakmu yang satu itu pasti kawin lari." Caca tergelak. Ya sih. Pikiran Rain itu tak terduga. Bahka Fadli juga tak bisa membaca pikirannya. Mereka boleh saja mirip tapi Rain lebih cerdik. Yah mungkin bisa dibilang harusnya tak jauh berbeda juga darinya bukan? Hahaha. "Apa sih yang kamu khawatirin? Urusan perusahaan? Kan ada Ferril. Suami Rain gak perlu dilibatin juga gak apa-apa." "Bukan gitu. Bagaimana pun, itu perusahaan papi, hon. Semua keluarga baik anak maupun menantu laki-laki harus terlibat. Kamu tahu lah pilot bagaimana. Belum tentu cocok. Rain juga akan sering ditinggal. Pacaran sama nikah itu beda. Mungkin dia sekarang terlihat baik-baik aja. Karena tanggung jawabnya masih aku. Nanti kalau sudah menikah, yang tanggung jawab udah beda, hon." Yayaya. Caca tahu. "Tapi jabgan membatasi. Jangan juga terlalu memaksakan. Masing-masing orang kan punya ketertarikan yang berbeda." Ya istrinya memang benar. Maka itu ya jika memang anaknya berjodoh dengan lelaki itu, ia bisa apa sih? Karena kakau itu yang terbaik ya sudah. Tak apa-apa. Memang harus begitu menurut Allah. Maka ia tak perlu khawatir lagi. "Jadi? Restuin kan?" Fadli tersenyum kecil. Ya demi kebahagiaan anak, masa ia tak mau mengalah? Beda kasus kalau dengan Fasha dulu bukan? Lalu di mana anak yang dibicarakan itu? Sedang nongkrong tak begitu jauh dari rumahnya Arabella. Ia dan Arinda tentu saja mendapatkan plat mobil suaminya Arabella. Tapi belum terlihat di layar. Bahkan mereka juga bisa mekihat deretan mobil yang ada di dalam rumah itu. "Kalo pun selingkuh, apa coba alasannya sih, kak? Maksudnya, kurang apa coba si teteh?" Arinda masih bertanya-tanya. Ya kan Arabella cantik, anggun, baik, kaya, artis juga. Anak mereka juga cantik sekali. Jadi apalagi yang kurang dari perempuan seperti itu? "Cowok yang selingkuh bukannya emang gitu ya? Rata-rata bahkan yang jadi selingkuhan, kalah jauh sama istri sahnya. Mau taruhan gak nanti, bentuk selingkuhannya kayak gimana?" "OGAAAAH!" Rain tergelak. Tapi tawanya terhenti saat tak sengaja melihat plat mobil yang mereka tunggu-tunggu. Mobil itu baru saja masuk melewati pagar rumah. Mereka sudah menyalakan alat sebelumnya. Menangkap sinyal untuk mendapatkan nomor ponsel Fajri hanya dengan alat yang ada di dalam mobil. Yeah alat khusus itu harus didekatkan dengan ponsel target untuk mendapatkan informasi. Apa yang mereka cari kalau sudah mendapatkan data dari ponselnya? Ohooo. Tentu saja untuk elacak riwayat perjalanan lelaki itu. Kemudian besok mereka akan mengobrak-abrik tempat-tempat yang mereka dapatkan malam ini. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD