Cowok Tidak Tahu Diri

1086 Words
Ia dan Arinda segera masuk ke dalam mall. Tadi mereka tentu saja melihat keberadaan Fasha dan Pandu. Tapi tak bisa menyapa. Kalau sedang dalam misi begini, mereka harus fokus. Jadi keduanya menunggu kedua orang itu pergi dulu baru kemudian masuk ke dalam mall. "Bagi tugas." Arinda mengangguk. Ia buru-buru masuk ke dalam lift. Sementara Rain naik ke eskalator. Mereka tentu sudah menandai tempat yang didatangi pasangan sejoli itu untuk kemudian? Arinda yang mendatanginya. Ia? Ia bertugas untuk menguntit keberadaannya sekarang. Mereka sibuk mengumpulkan bukti-bukti perselingkuhan sang anggota DPR dengan staf biasa di dalam gedung yang sama "Kalo selingkuhnya sesama anggota DPR atau minimal yaaa apalah yang sederajat, setidaknya bisa sedikit bikin teh Bella nyesal. Lah ini? Heran gue. Otak cowok kalo selingkuh itu ada di sebelah mana sih?" Ia mengomel sendirian sembari mempercepat langkah ke area supermarket. Tampaknya keduanya berbelanja dulu kah? Padahal mall sudah mau tutup. Ia juga harus lebih berhati-hati. Setidaknya ia tak membawa kamera besar. Ya harus kamera khusus untuk kondisi kayak gini. Kalau terlalu jelas kan yang ada malah ketahuan. Sementara itu... "Maaf, kak, kami tidak bisa mencetak ulang--" Arinda langsung menyetor foto kebersamaan Arabella dan suaminya. "Tahu kan cowok tadi siapa?" Si perempuan itu terdian. Tentu saja ia tahu Arabella. Tapi.... "Suaminya yang ini. Saya juga disuruh. Jadi, please....." Ya teknik berbohong. Kakau pakai uang suap kan rugi. Hahahaha. Kata Rain, mereka harus sehemat mungkin biar bisa ia tabung sisa uang dinas malam ini. Haah dari malam kemarin juga lembur sih. Mau tak mau si petugas membantunya. Ya kasihan juga dan kaget. Tapi tentu tak berani berkomentar. Walau ia dibuat penasaran. Ia juga melihat bagaimana lelaki di dalam foto itu bersama perempuan lain di sini. Yeah booking kursi di ruang bioskop VIP yang bayarannya jauh lebih mahal. Usai mengambil itu, Arinda mengambil fotonya dulu untuk diamankan. Kemudian ia masukkan ke dalam tas dengan sangat rapi. Ia membuka ponselnya dan kali ini mencari keberadaan Fajri dan selingkuhannya. Ia juga melihat keberadaan Rain. "Cih. Najis banget. Ada yang halal nyari yang haram. Heran sama cowok begitu." Rain tak berhenti mengomel. Ia berdiri agak jauh dari kedua orang yang sedang membayar belanjaan. Tak banyak. Sepertinya untuk cemilan. Lalu keduanya kembali menuju eskalator. Rain buru-buru membuntutinya tepat di belakang keduanya. Berani sekali? Ohooo. Bukan Rain namanya kalau tidak blak-blakan. "APA? b******k BANGET?!" Ia sengaja berkata begitu kencang hingga membuat dua orang di depannya itu menoleh ke arahnya. Ia sedang berlagak berteleponan. Tujuannya apa sih? "SELINGKUH? WAH k*****t TUH COWOK!" HAHAHAHA. Arinda yang menatap dari bawah saja sudah bisa mendengar suaranya yang besar itu. Bahkan beberapa orang yang ada di sekitarnya langsung menoleh. Tentu saja bertanya-tanya. Sementara kedua orang di depannya menjadi gugup seketika. Takut tiba-tiba menjadi pusat perhatian. "SERIUSAN? ISTRINYA YANG ARTIS DAN CAKEP ITU? SUAMINYA ANGGOTA DPR? YANG SELINGKUH ITU SUAMINYA? WAAAH PARAH BANGEET. CEWEKNYA KAYAK APA EMANGNYA?" Arinda menahan tawa dibalik eskalator. Ah kalau Rain sudah begini, tak ada yang bisa menahannya. Terlebih ia memang berhasil membuat kedua orang itu tak nyaman. Makanya begitu mencapai lantai, keduanya buru-buru berjalan menuju area parkiran. Tentu saja Rain mengikuti dan Arinda menjajari langkahnya. "OH IYA? CEWEKNYA JELEK BANGET YA? YA EMANG GITU SIH KALO YANG NAMANYA SELINGKUHAN PASTI GAK BAKAL LEBIH BAGUS DARI ISTRI SAHNYA. TAPI ASEM BANGET TUH ANGGOTA DPR. GILAK. BININYA AJA DISELINGKUHIN APALAGI RAKYATNYA COBA!" Kemudian ia menutup telepon. Keduanya masih melanjutkan langkah meski ditatap oleh orang-orang di sekitar yang heran. Sementara dua orang yang dibicarakan baru saja menghilang di balik pintu belakang mall yang terhubung ke parkiran. Rain dan Arinda kompak bertos ria sambik terbahak. Lalu keduanya sama-sama membalik badan menuju mobil mereka terparkir di area depan mall. "Lagian jahat banget sih, gak tahu diri coba. Nyelingkuhin istrinya. Kesel banget gue pas tau banyak tadi dari kak Dina." "Kak Dina kenal emangnya?" "Kenal lah. Satu manajemen. Orang-orang di manajemennya juga pada tahu kalo dia jadi anggota DPR itu semua modalnya dari si teh Bella. Ya asem banget kalo ditinggal gitu aja. Emang dasar cowok gak tahu diri." "Yang namanya cowok selingkuh itu emangnya ada yang tahu diri?" "Ya sih." Arinda terkekeh. Memang tak perlu diperjelas sih. Ia menyalakan mesin mobilnya. Tak perlu menguntit mereka sampai ke tempat tinggal dan apa yang akan mereka lakukan setelah ini. Yang jelas, ia dan Rain juga sudah kenyang dengan semua fakta-fakta ini. "Mau ke mana nih kita?" "Pulang aja lah. Capek." Ya. Arinda juga capek sih. @@@ Melihat Fadli berbaring di atas sofa, Wira dan Regan yang baru datang tertawa. "Kenapa lagi lo?" "Biasanya gak jauh-jauh dari anak tengah." Wira tertawa. Ya kalau Regan cuma punya satu anak. Ya itu pun sudah cukup membuatnya pusing. Kalau Fadli? Dulu kegalauannya soal Asha. Sekarang giliran Rain. Ada apa? "Anak gue tetep mau sama si anak mantan dari kakak ipar." Mereka tentu saja langsung tahu. "Yang almarhum?" Ia mengangguk usai beranjak duduk. "Kata Caca, lo udah oke." "Ya." "Terus kenapa lagi?" Ya kalau tak dibuat pusing namanya memang bukan Fadli. Ia tampak menghela nafas. "Entah lah. Gue gak paham kenapa gak yakin." Aah. Firasat. Fadli selalu mengandalkan itu. Keraguan memenuhi benaknya. Berbeda dengan Fasha dulu. Permasalahannya bukan soal keraguan sih. Lalu soal apa? Ya semua orang juga tahu kakau Adit itu anak lelakinya. Ia lebih suka kalau Adit menjaga Fasha seperti saudara bukan sebagai pasangan. "Udah lah. Gak usah dipikirin terlalu dalem." "Paling juga karena gak dapat Husein buat jadi menantu." Keduanya malah tertawa. Fadli hanya geleng-geleng kepala. Ya ia tak masalah juga. Ia kan tak bisa memaksa Rain. Mungkin juga Husein terlalu baik untuk anaknya. Ia juga sadar diri. Sementara itu, orang yang dibicarakan juga sudah mendengar kabar. Bahkan Adit, Ferril, Ardan, Farrel, Ando, Juna, dan Darren langsung mendatangi ruangannya secara beramaizramai. Tentu saja bukan untuk mengucapkan selama patah hati. Hahaha. Lalu perkara apa? "Semangat, bro," tukas Ardan. Tapi yang mengucapkan itu pun tak semangat. Hahahaha. "Tenang, yang jomblo bukan lo doang." Ferril terbahak paling kuat mendengar itu. Tak bermaksud untuk menghiburnya dengan datang ke sini. Hanya bisa membayangkan bagaimana piasnya wajah Husein. Walau mereka juga sudah tahu dari awal, Rain tak tertarik pada Husein. Mau sebaik apapun Husein, Husein itu tak masuk kriteria yang pernah disukainya. Bukan sok sempurna. Tapi kendalanya adalah Rain tak pernah suka lelaki yang lebih tua darinya. Hahahaha. Rain juga tak tertarik pada cowok yang terlalu dewasa. Ia benar-benar suka yang ala-ala bocah. Arinda juga tak paham sih dengan isi kepala Rain. Padahal kalau ia di posisi Rain, lebih baik Husein yang bisa memimpin. Haaah. Ia hanya melihat dulu Rain sering bertengkar dengan pacarnya. Meski sekarang tampaknya sudah berbeda. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD