“Pak, apa saya bisa meminta dispensasi untuk Bahia agar tidak ikut kegiatan ini? “ Suara Aariz membelah kericuan yang tengah terjadi. Semua orang langsung menyoroti Aariz yang duduk paling depan. Sebenarnya suara Aariz tidak terlalu keras untuk menarik perhatian mahasiswa yang tengah sibuk menebak-nebak siapa kelak yang menjadi kelompok mereka.
Entah kenapa, Aariz sekarang menjadi pusat perhatian. Terutama para gadis yang menyoroti Aariz dengan tatapan bingung dan menyoroti Bahia dengan tatapan iri. Tatapan mata mereka seolah berkata, ‘beruntungnya Bahia memiliki pangeran berkuda putih sebaik dan se-care Aariz. “
“Kenapa? “tanya pak Hardi.
Aariz berdeham pelan, mengusir risih karena tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Aariz memang tidak peduli dengan hal ini. Namun ia lebih merasa terganggu dan risih di soroti seperti itu.
“Seperti yang Bapak ketahu, Bahia memiliki riwayat jantung. Kondisi dia sangat rentan untuk hal melelahkan seperti ini.”
“Baiklah....” pak Hardi menimbang-nimbang, sejenak. “Jika memang Bahia tidak mampu untuk ikut, Bapak tidak akan memaksa. Bapak akan memberi keringanan khusus Bahia. Bahia cukup membuat makalah penelitian saja.”
Aariz tersenyum lebar. Berbanding terbaling dengan Bahia yang seketika langsung bangkit dari kursinya.
“Saya mampu, Pak. Saya ingin ikut kunjungan ilmiah layaknya mahasiswa lain,” tegas Bahia, menjaga dengan baik intonasi suaranya agar tetap sopan.
Aariz melirik Bahia, ia memilih diam untuk keputusan yang Bahia ambil. Ia tidak ingin berdebat dengan gadis itu.
“Baiklah, kalo gitu.” Pak Hardi meraih kertas absen. “Di sini ada sepuluh daftar kunjungan ilmiah. Bapak akan bagi beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari empat mahasiswa, dua perempuan dan dua pria. Setiap kelompok akan mendapatkan masing-masing lokasi kunjungan ilmiah berdasarkan ketentuan bapak.
“Untuk mekanisme pembagian kelompoknya, bapak sudah acak dan kalian bisa langsung berkumpul dengan kelompok kalian. Waktu kunjung juga fleksibel. Tapi lebih cepat, akan lebih baik. “
“Silakan kalian cek ada di kelompok berapa kalian.”
“Kelompok lima. Kita satu kelompok Zur,” seru Bahia sumringah. “Ada Giffari dan Delshad juga,” sambung gadis itu.
“Alhamdulillah, kita sekelompok. Jadi buat waktu dan ngerjain tugasnya bisa di kos,” kata Azzura.
“Iya, ih. Alhamdulillah. Kunjungannya juga ke perpustakaan kota....ih pasti asik banget,” tambah Bahia.
Giffari dan Delshad mengeserkan kursi mereka agar sedikit mendekat pada ujung kursi Azzura dan Bahia. Mereka lantas membentuk setengah lingkaran. Mendiskusikan kapan waktu yang akan mereka pilih.
“Pak....” Aariz mengangkat kembali tangannya. Lagi, tindakan Aariz langsung mengundang perhatian semua orang di kelas. “Pak, saya ingin pindah kelompok.”
“Loh kenapa?” alis pak Hardi saling bertautan.
“Saya hanya ingin kunjungan ilmiah ini berjalan tanpa hambatan. Seperti yang bapak ketahu bahwa penyakit jantung bukanlah hal yang sepele. Saya hanya ingin menjaga nama baik Bapak selaku dosen penanggung jawab dan menjaga Bahia.”
“Saya ingin, Bapak mengizinkan saya untuk bergabung di kelompok Bahia. “
Pak Hadi tersenyum. Cara Aariz merayu cukup memaksa namun entah kenapa hal itu terdengar diplomatis dan terkesan bagus untuk dipertimbangkan.
“Ini demi kebaikan bersama. Kebaikan Bapak dan Bahia terutama,” rayu Aariz lagi.
Pak Hardi mengangguk. “Baiklah. Kalo begitu, saran kamu bapak terima. Silahkan pindah ke kelompok Bahia. “
Berhasil. Aariz tersenyum lega. Pria itu menarik kursi, bergabung dengan kelompok Bahia.
“Alasannya yang bagus, bro... “ kata Giffari. Tersenyum lebar atas bergabungnya Aariz dengan kelompok mereka. Aariz hanya tersenyum simpul menanggapi perkataan Giffari.
“Ada baiknya kita tentukan siapa ketua dari kegiatan ini. Ini penting, agar kunjungan kita lebih terorganisasi,” usul Delshad yang langsung mendapatkan persetujuan semua orang.
“Kita pihak perempuan setuju aja. Pemimpinnya dari kalian bertiga aja,” sahut Bahia.
“ Ya udah ente, aja Shad.... “ tunjuk Giffari. Delsahad gelagapan. Ia tidak ingin posisi syarat akan tanggung jawab itu.
“Tidak. Jangan ana. Yang lain saja,” tolak Delshad, cepat.
“Terus siapa dong?” tanya Giffari, bingung.
Delshad memberi isyarat pada Aariz untuk memilih Giffari. Aariz mengangguk setuju.
“Kamu terpilih, Gif. Selamat ya... “ Delshad menjabat paksa tangan Giffari. Diikuti Aariz sebagai bentuk dukungan pada Delshad.
Giffari terbengong, ingin protes saat kedua pemuda itu menjabat paksa tangannya. Tapi ia tidak berdaya. Keduanya sudah kompak melakukan hal ini. Giffari pasrah.
“Huft... baiklah. Ana pegang amanat ini, “kata Giffari akhirnya
“ Jadi kapan kita kunjungnya, ketua?” tanya Bahia bersemangat. Semangat ’45.
“Lebih cepat lebih baik. Bagaimana kalo besok lusa? Setuju? “
****
Sesuai rencana, kelimanya pergi ke perpustakaan kota untuk melakukan kunjungan penelitian. Moto, ‘lebih cepat lebih baik' kelimanya junjung dengan sangat baik. Tidak ada perdebatan mengenai pergi ke kebun teh.
Dari kosan mereka, berlama berangkat menggunakan mobil bermuatan enam orang, berwarna putih. Dengan formasi, Delshad dan Giffari di kursi paling belakang, Azzura dan Bahia di kursi tengah dan Aariz bertugas menyetir mobil, di kursi depan sendiri.
Kelimanya memilih untuk menyewa mobil rental untuk kendaran pulang-pergi. Lebih ekonomis setelah di hitung-hitung. Terlebih lagi bu Nirmala dengan baik hati membungkusi mereka bekal untuk menghemat uang. Bu Nirmala benar-benar memperlakukan kelimanya seperti anaknya sendiri.
“Bucin itu apa sih, Giff ? Itu kosa kata baru ya? Tapi kayanya gak ada di PUEBI? Atau itu kata serapan bahasa asing? ana cari di kamus kok gak ada? “ tanya Delshad, setelah dua hari lebih menyimpan pertanyaan ini di benaknya. Delshad rasa ini waktu yang tepat untuk bertanya, selagi santai menikmati pemandangan di luar mobil.
Giffari terkekeh. Delshad memang sangat cocok untuk mendapat gelar ‘pria terlugu' wajah yang mendukung dan ketidaktahuan yang sempurna.
“Ya, pasti gak ada lah, Shad. Itu bahasa gaul zaman now....”
“Emang artinya apa, Giff ?”
“Bucin is b***k cinta.”
“b***k cinta? “Delshad manggut-manggut, “Jadi, itu arti dari perkataan mereka. Aariz si b***k cinta Bahia ? “