Bab 3. Membuat perjanjian.

3027 Words
Reino tidak menjawab pertanyaan istrinya, dia benar-benar terpana melihat wajah yang berada di depannya saat ini. "Mas, kenapa bengong? kamu dari mana, kenapa semalaman tidak pulang?" "Saya dari mana itu bukan urusan kamu!" "Sudah pasti itu menjadi urusan aku Mas. Kamu suamiku! kalau Bunda bertanya aku harus jawab apa?" "Ya kamu jawab saja sedang tidur atau apa gitu" Reino berjalan menuju dapur, dia meletakkan barang belanjaannya di atas meja makan. Aisyah mengekor dari belakang. "Jangan bilang kamu habis melewatkan malam dengan wanita di luar sana Mas! oh iya semalam aku melihat ada beberapa kotak alat kontrasepsi di lemari Mas, semuanya sudah aku buang." Reino menatap Aisyah dengan tajam. Bola matanya seperti akan keluar dari tempatnya mendengar perkataan istrinya. "Memangnya kenapa kalau saya bersama wanita lain, kamu cemburu? kepingin juga saya tiduri, mimpi!" "Maaf Mas, aku juga tidak berminat! sekarang aku akan mengikuti permainanmu, aku harap kita saling menguntungkan satu sama lain." "Apa maksudmu ...?" Reino berbicara dengan mata yang mendelik. "Aku akan membantumu mendapatkan warisan, selama setahun ini kita bermain sandiwara. Berpura pura menjadi pasangan suami istri yang harmonis di depan Bunda dan Angel, di luar itu semua kita punya kehidupan masing masing. Tapi satu hal yang aku minta..." "Apa ...?" "Jangan pernah tidur dengan wanita lain!" Reino terkekeh mendengar perkataan istrinya, Aisyah meminta dia untuk tidak tidur dengan wanita lain? lalu bagaimana dia menyalurkan hasratnya?" "Terus kalau saya dilarang tidur dengan wanita lain, saya tidur dengan siapa, dengan kamu?" "Tidak. Jangan pernah menyentuhku Mas! sudah aku katakan kita punya kehidupan masing-masing. Hanya saja selama pernikahan jangan berbuat zina dengan wanita lain karena itu dosa. Kasian Bunda!" "Oke saya setuju. Saya hanya akan tidur dengan Helen kekasih saya!" "Tidak boleh. Kecuali ...?" "Kecuali apa ...?" Kecuali Mas menikah dengannya agar terhindar dari zina!" "Kamu serius dengan perkataan kamu?" "Iya aku serius Mas. Lagi pula pernikahan kita hanya setahun, setelah itu kita akan bebas. Bebas untuk hidup dengan siapa pun!" "Oke. Aku deal!" Reino pergi ke kamar, pria itu ingin melanjutkan tidurnya. Tubuhnya masih terasa lelah dan kepalanya pusing karena mabuk. Aisyah duduk termenung di dapur. Memikirkan perkataanya tadi kepada suaminya. "Selama setahun ini aku akan berusaha membuatmu jatuh cinta kepadaku. Aku akan berusaha mendapatkan cintamu Mas, aku ingin kamu menjadi pria yang baik. Andai aku tidak bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku, setidaknya aku membantumu untuk tidak melakukan dosa besar." Wanita itu menata barang belanjaan yang di beli suaminya ke dalam kulkas, kemudian dia kembali ke kamar dan mengambil handphonenya. Aisyah melihat suaminya sedang tertidur pulas tanpa memakai baju, dari kejauhan terlihat jelas tanda merah yang memenuhi leher hingga perut atasnya. Aisyah hanya bisa menghela nafas." Astaghfirullah hal azim," ucapnya. Setelah mengambil handphone dia kembali ke ruang depan dan duduk di sofa, dia ingin mencari pekerjaan agar dirinya tidak diam di apartemen sepanjang hari. Puas dia mencari lowongan pekerjaan, wanita itu memutuskan untuk pergi ke swalayan, dia ingin membeli bahan kue dan juga sayuran untuk di masak hari ini. Ada banyak barang yang dia beli untuk stok beberapa hari ke depan, dia juga membeli mixer dan loyang untuk membuat kue dan roti. Aisyah pulang ke apartemen dengan membawa banyak belanjaan. Wanita itu langsung mengeksekusi bahan kue yang dia beli. Hari ini dia ingin membuat croissant isi coklat dan daging. Aisyah hobi sekali membuat kue dan roti, berbekal tutorial dari YouTube wanita itu sukses membuat makanan lezat termasuk cake dan roti. Seperti yang diperintahkan suaminya, dia tidak memakai dasternya tapi memakai kaos panjang dipadu dengan rok pliskat panjang, dan tentunya tanpa hijab. Selama satu jam dia berkutat di dapur mengolah tepung dan teman temannya menjadi croissant yang lezat. Aromanya bahkan sampai pula ke indera penciuman suaminya yang sedang tidur di kamarnya. Membuat perutnya keroncongan. Reino membuka matanya karena sedari tadi hidungnya mencium aroma wangi, membuat perutnya bunyi tanpa henti. Pria itu masuk ke kamar mandi terlebih dahulu untuk membersihkan tubuhnya, setelah itu dia pergi keluar kamar untuk melihat wangi apa yang sedari tadi mengusik tidurnya. Sesampainya di dapur dia melihat sosok lain istrinya yang sedang bernyanyi, matanya menatap oven. Reino tersenyum melihat adegan itu. Dia tidak pernah menyangka Aisyah tidak sekaku yang dia bayangkan. Bahkan dia menyanyikan lagu Love me like you do, milik Ellie Goulding sembari mengerakkan tubuhnya. Dia berpikir bahwa Aisyah wanita konvensional, kaku dan kampungan. Tapi ternyata dia melihat sisi lain Aisyah yang modern. Reino tetap diam di tempatnya memperhatikan istrinya yang sedang bernyanyi sembari mengecek oven. Aisyah membuka oven dan mengeluarkan loyang, terlihat croissant tersebut sudah matang. Dengan hati gembira dia membawa loyang tersebut di atas meja marmer di samping oven, tapi saat dia berdiri dan berbalik badan dia terkejut melihat penampakan suaminya yang sedang memperhatikan dirinya. Untung saja dia tidak menjatuhkan loyang yang dia pegang karena terkejut melihat Reino. "Mas kamu sudah bangun? mau coba croissant buatanku tidak?" "Hem ...boleh deh." "Ya sudah Mas duduk saja di kursi makan, aku siapkan dulu sekalian aku buatkan kopi." Aisyah menyalakan kompor untuk memasak air panas, sembari menunggu airnya mendidih dia menata croissant tersebut di atas piring. Setelah airnya mendidih dia membuatkan secangkir kopi, lagi lagi Reino dibuat takjub saat melihat Aisyah membuat kopi. Istrinya membuat kopi dengan 2 tahapan. Pertama dia menyeduh kopi dengan separuh air mendidih dan menutup nya selama 5 menit, kemudian mendidihkan air itu kembali dan menuangkan nya ke dalam cangkir berisi kopi yang baru diberi air setengah tadi. Setelah selesai Aisyah membawa kopi dan croissant tersebut untuk dicicipi suaminya. "Mas kamu cicipi ini lalu beritahu aku di mana kurangnya." Reino menyeruput kopi buatan Aisyah, rasanya sama seperti kemarin pagi. Enak dan manisnya pas. Kemudian dia mencoba croissant buatan istrinya dan ternyata itu benar benar enak. Rasanya tidak kalah dengan buatan toko roti ternama. "Gimana Mas, rasanya? sudah bisa dikatakan enak atau belum?" "Ini enak, serius ini enak sekali." "Alhamdulillah kalau enak. Tapi seriusan enak kan Mas?" "Iya enak. Ngomong ngomong dari mana kamu bisa membuat ini? "YouTube Mas. Tapi sedari kecil aku suka sekali membuat kue dan roti, bahkan saat aku kuliah di Mesir aku sering membuat roti." Reino tersedak mendengar perkataan istrinya. "A-apa. Kamu pernah kuliah di Mesir?" "Iya, di Al Azhar. Aku stay di sana selama 5 tahun Mas, aku sempat bekerja di kedutaan Indonesia untuk Mesir selama setahun. Tapi ibuku memintaku pulang, setelah aku pulang setahun kemudian kedua orang tuaku malah meninggal." "Kok bunda tidak pernah memberitahu kalau kamu lulusan Al Azhar Kairo? aku pikir kamu hanya gadis kampung biasa saja." Aisyah terkekeh. " Aku yang memintanya Mas." Mulai saat itu Reino menjadi berubah menilai istrinya, ya walaupun dia masih kesal dan membenci wanita itu. Tapi tingkat kebenciannya menurun 50% dari awalnya 100% menjadi 50%. *** Tidak terasa pernikahan mereka sudah memasuki usia 2 bulan. Reino masih belum berubah, dia masih tetap menemui Helen dan bercinta dengan wanita itu saat dia menginginkan pelepasan. Aisyah tidak dilarang untuk keluar apartemen, seperti saat ini wanita itu sedang interview di sekolah Islam Terpadu setaraf SMA. Yayasan itu milik pengusaha muda berusia 23 tahun yang bernama Irwan sastra Wijaya. Aisyah sangat bahagia ketika dia diterima menjadi tenaga pengajar di sekolah ini. Dia mengajar bidang studi fiqih sesuai dengan kemampuannya. Selesai interview dia buru buru keluar ruangan, rencananya dia akan ke rumah Bunda untuk memberitahu berita bahagia ini. Saat sedang jalan terburu buru dia tak sengaja menabrak seorang pria yang baru saja keluar dari mobilnya. Brukkk..., tubuhnya tersungkur ke lantai saking kerasnya dia bertabrakan. "Maaf Pak, saya minta maaf saya ti..." Aisyah mendongak ke atas melihat wajah pria yang dia tabrak. "Ica. kamu Aisyah Mujahidah kan?" tanya pria itu. "Irwan sastra Wijaya kan? " Aisyah langsung berdiri tegap, dia tidak menyangka bisa bertemu dengan sahabat karibnya saat SMP dan SMA dulu. "Apa kabar Ca? Ya Allah lama banget kita gak ketemu ya. Kamu makin cantik aja." "Alhamdulillah baik Wan, kamu ke mana saja? iya lama banget kita gak ketemu ya." Aku kuliah di Colombia university selama 4 tahun, aku di Indonesia baru 2 tahun inilah." "Sama dong denganku. Aku juga baru 2 tahun di Indonesia." "Oh iya ngomong ngomong, kamu ngapain di sini?" "Aku keterima mengajar di sini, kamu ngapain di sini?" "Aku pemilik yayasan ini Ca. Jadi kamu kerja di sini sekarang? yes...aku seneng banget bisa ketemu kamu terus." "Ih apaan sih? ya sudah lah aku pulang dulu." "Eh Ca, boleh minta wa kamu?" "Boleh dong..." Irwan mengetik nomor handphone Aisyah kemudian menghubunginya. "Save nomor aku ya, Ca." "Siap Pak Bos. Aku pulang dulu ya Wan, Assalamualaikum." "Waalaikum Salam." Pria itu tampak bahagia bisa bertemu dengan cinta pertamanya, diam diam Irwan menyukai wanita itu sejak SMP. Sampai saat ini pun Aisyah tetap mempunyai ruang khusus di hati Irwan, walaupun dia pernah beberapa kali menjalin kasih dengan wanita lain. Irwan menganggap mungkin Aisyah jodoh yang dikirim Tuhan untuknya, kali ini pria itu tidak akan diam seperti dulu, dia akan mencoba mendekati Aisyah sebagai pria yang mencari pasangan hidup. Bukan sebagai teman lagi. Tapi tanpa Irwan ketahui bahwa Aisyah sudah menikah. Andai dia tahu hatinya pasti sakit sekali. *** Aisyah sampai di tempat Bunda Merry dengan wajah ceria, wanita itu tak henti-hentinya menebar senyum di bibir tipisnya itu. "Assalamualaikum Bunda." Aisyah memberi salam kepada Bunda yang kebetulan saat ini berada di taman depan rumahnya. "Waalaikum salam. Menantu Bunda ceria sekali hari ini?" "Bun, Ica diterima mengajar di sekolah." "Benarkah? Alhamdulillah, Bunda ikut senang mendengarnya. Apa nama sekolahnya Sayang?" " Baitul Jannah, Bun. Kebetulan yang punya temen Ica sekolah dulu Bun. Tadi selesai interview Ica tidak sengaja bertemu dengan dia." "Bunda ikut seneng mendengarnya Sayang, Bunda selalu mendukung apa pun yang Ica lakukan selagi itu positif. Oh iya bagaimana suamimu? Reino tidak menyakiti Ica kan?" "Alhamdulillah Mas Reino baik Bun, jadi Bunda tidak perlu khawatir ya." "Alhamdulillah kalau begitu. Masuk yuk Nak, kita minum teh bersama." Kedua wanita itu masuk ke dalam rumah untuk minum teh sembari mengobrol. Lama Aisyah berada di rumah Bunda, dia tak lupa memberi pesan kepada suaminya bahwa dia berada di rumah Bunda. Reino menerima pesan singkat dari istrinya, pria itu baru saja selesai bercinta dengan Helen di apartemen wanita itu. Reino hanya menjawab "Ok" kemudian dia merebahkan diri di atas tempat tidur dan memejamkan mata. Saat Reino tertidur pulas Helen mengambil ponsel Reino, lalu mengirim foto mereka berdua ke ponsel Aisyah. Helen berpose hanya mengenakan selimut putih menutupi sampai atas dadanya sementara Reino dibiarkan tidak tertutupi. Aisyah yang masih berada di rumah Bunda menerima kiriman foto dari kontak suaminya, dalam pikirannya tumben suaminya ini mengirim foto? saat dia buka, matanya terbelalak. "Astaghfirullah hal azim!" Aisyah menutup mulutnya dengan salah satu tangannya. Bunda yang melihat hal itu menanyakan kepada menantunya. "Ada apa Sayang, siapa yang mengirim pesan?" "Eh ..., bukan apa apa Bun. Ini temen Ica iseng ngirim gambar serem." Wajah Aisyah langsung pucat pasi, dia juga marah kepada suaminya. Apa maksudnya Reino mengirim foto itu kepada dirinya? tak lama setelah menerima foto itu Aisyah langsung pamit pulang. Dia beralasan takut suaminya pulang duluan ke apartemen mereka. "Bun Ica pamit ya, Assalamualaikum." "Waalaikum salam. Hati hati Nak!" "Iya Bun." Aisyah mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, tangannya gemetar saat memegang setir. Air mata mulai membasahi pipinya yang merona alami. "Ya Allah Mas, kenapa kamu melakukan itu kepadaku? kenapa kamu tidak mau berusaha mencintaiku Mas, andai kamu mencobanya aku yakin kamu akan mencintaiku." Aisyah mengendarai mobilnya sembari menangis, setengah jam kemudian dia tiba di apartemen. Langkahnya terasa amat berat, kakinya seperti terikat rantai besi. Dalam hubungan ini mungkin hanya Aisyah yang cinta sendiri, bukan tanpa sebab Ica mencintai suaminya. Dulu saat tahu dia di jodohkan dia sudah bertekad akan mengabdi kepada suaminya, dia akan mencintai imam dalam rumah tangganya. Dan saat dia di sandingkan dengan suaminya di awal pernikahan, Aisyah sudah jatuh hati kepadanya. Menurut wanita itu pernikahan adalah janji dengan Allah, jadi segala hal buruk dan baik yang ada pada suaminya dia harus mencintai dan menerimanya dengan ikhlas. Aisyah masuk ke dalam apartemen, dia berjalan ke arah dapur lalu menuangkan air ke dalam gelas, tangannya masih gemetar. Ada sesak di dadanya yang tidak dapat dia tahan lagi. Wanita itu duduk di kursi makan dan menangis. Kali ini dia tidak menangis dalam diam, dia menangis tersedu-sedu suara tangisnya memenuhi seluruh ruangan apartemen itu. Setelah puas di masuk ke kamar dan berbaring, lama kelamaan matanya mulai terpejam. Wanita itu tertidur dengan perasaan yang hancur, kecewa dan sakit hati. Aisyah tidur selama 2 jam penuh dengan air mata yang terlihat masih menggenang. Reino pulang ke apartemen mereka pukul 6 sore, saat membuka pintu tidak ada Aisyah yang biasanya duduk di sofa. Saat dia masuk istrinya itu akan menyambutnya dengan wajah manis, tapi kali ini tidak. Reino bertanya tanya kepada wanita itu, kenapa tidak menyambutnya seperti biasa?. Reino memasuki kamar, dia melihat istrinya sedang meringkuk di atas tempat tidur. Reino menghampiri Aisyah dan melihat bahwa wanita itu sedang tertidur pulas. Reino juga bisa melihat ada genangan air mata, itu artinya Aisyah tidur dalam keadaan menangis? tapi kenapa? dia merasa tidak melakukan apa pun. Dia membiarkan istrinya terbaring di sana, tidak ada pengusiran seperti biasanya. Reino merasa sangat lelah, dia masuk ke kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya dengan air hangat untuk menghilangkan rasa lelah. Selesai mandi dia kembali ke kamar dan melihat istrinya masih tertidur. "Tidak biasanya dia seperti ini?" Reino mendekat dan mengecek kening istrinya dengan telapak tangannya, Reino terkejut karena kening Aisyah terasa panas saat mengenai kulitnya. Reino membuka hijab sang istri, dia mengompres kening Aisyah dengan air hangat dan membetulkan posisi tidur wanita itu. Sudah pukul 7 malam tapi Aisyah belum juga membuka matanya, entah mengapa Reino menjadi khawatir. Biasanya istrinya sudah menyiapkan makan malam untuknya, menyiapkan kopi dan juga kudapan. Melihatnya sakit seperti ini membuat Reino iba. Saat Aisyah terpejam, Reino memperhatikan wajah Aisyah dengan seksama. Wajah wanita yang sangat dia benci ini. Wajahnya membuat yang melihat merasa nyaman, bulu mata yang lentik, pipi merah merona, hidung mancung serta bibir tipis namun berisi itu membuat Reino terpesona. "So beautiful," ucap Reino secara tidak sadar. Dia segera menjauh, begitu dia sadar bahwa yang dia pandangi adalah wanita yang sangat dia benci. Tak lama Mata Aisyah mulai bergerak gerak, kemudian terbuka sempurna. Dia terperanjat ketika melihat rambutnya terurai. Aisyah duduk dengan tiba tiba, melihat sekeliling dan mengingat apa yang dia lakukan sebelum dia tidur. Dia merasa bingung? tapi sejurus kemudian Reino berkata padanya, membuat Aisyah terkejut. Ternyata suaminya sudah pulang. "Mas, kamu yang membuka hijabku?" "Iya, tadi kamu demam. Aku kompres dengan air hangat. Kamu sudah baikan?" "Alhamdulilah. Ya Allah jam berapa ini?" Aisyah melihat jam di lengan kirinya terlihat pukul 19.30, Aisyah menangis karena dia melalaikan sholat magrib. "Kamu kenapa?" "Aku belum sholat magrib." "Ya ampun aku pikir kenapa!" Reino pergi meninggalkan Aisyah sendiri di kamar. "Ya Allah ampuni aku. Hanya karena seorang manusia, aku jadi melalaikan perintah-Mu! hiks ...hiks ...hiks." Wanita itu menangis menyesali kelalaiannya yang meninggalkan sholat magrib. Aisyah bergegas mengambil wudhu untuk menunaikan sholat isya. Setelah selesai dia pergi ke dapur untuk membuat makan malam sementara Reino berkutat dengan laptopnya. Satu jam kemudian masakan yang Aisyah buat sudah tersedia di atas meja makan, dia memanggil suaminya untuk makan bersama. Reino makan dengan lahap semua masakan istrinya, selama 2 bulan ini Reino terbiasa dengan masakan Aisyah. Jadi sekarang pria itu jarang sekali makan di luar. Dia ingin makan masakan yang di buat Aisyah, rasanya pas di lidahnya. 20 menit setelah makan Aisyah membawa kan secangkir kopi dan kudapan yang dia buat tadi pagi sebelum berangkat interview. "Mas ini kopinya..." "Taruh saja di situ ...!" "Mas boleh bicara sebentar?" "Ada apa?" "Tunggu sebentar aku ambil handphone aku dulu." Aisyah berjalan cepat menuju kamar untuk mengambil handphonenya, kemudian segera kembali lagi kehadapan suaminya. "Mas, apa maksudnya mengirim foto ini kepadaku? Aisyah bicara dengan memperlihatkan foto pada layar handphonenya. Mata Reino terbelalak melihat foto itu. Dia tidak merasa mengirim apa pun kepada istrinya. "Kapan aku mengirimkannya?" "Tadi siang, untuk apa Mas? kan sudah aku katakan, perjanjiannya jangan pernah berzina kecuali kamu menikah dengan wanita itu." Mulut Aisyah memang berkata begitu tapi hatinya sakit. Mana ada perempuan yang secara sukarela menyuruh suaminya menikah lagi? walaupun ada presentasinya paling sekitar 1%. "Sumpah aku tidak pernah mengirim foto apa pun ke kamu! lagi pula apa kamu yakin tidak apa apa kalau aku menikahi Helen? kamu tidak akan memberitahu Bunda kan? atau apa ini rencanamu agar aku dicoret dari daftar warisan?" "Maaf Mas, aku tidak sepicik itu! lagian yang memulai kan kamu sendiri. Untuk apa kamu mengirim foto seperti itu?" "Sudah aku katakan bukan aku!" "Lalu ini wa siapa?" "Mungkin Helen yang mengirim. Aku tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu!" "Mas, kenapa tidak Mas nikahi saja wanita itu? kamu menikmati tubuhnya tapi tidak mau menghalalkannya. Apa Mas yakin kalau selama ini mencintai dia?" Tek...! ucapan Aisyah menyadarkannya. Apakah selama ini dia mencintai Helen atau hanya ketertarikan fisik semata? kalau memang dia mencintai wanita itu harusnya Reino sudah menikahinya dari kapan kapan. "Ya aku mencintainya, kami saling mencintai. Memangnya kenapa? kalau kami belum menikah bukan berarti aku tidak mencintai dia." "Tidak ada wanita baik baik yang mau melakukan itu? tidak ada wanita baik baik yang menyerahkan tubuhnya secara gratisan selama bertahun-tahun tanpa kepastian." "Jadi maksud kamu apa? Kamu mau bilang, Helen bukan wanita baik-baik! mulutmu lama-lama kurang ajar ya." "Maaf Mas, aku tidak bermaksud apa apa. Bukankah semua orang bebas berpendapat dengan apa yang dilihatnya. Kalau Mas keberatan aku minta maaf, tapi itulah pendapatku tentang wanitamu! Aisyah tidak mau berdebat panjang lebar dengan suaminya, dia kembali ke kamar untuk menyiapkan materi besok. Sepeninggal Aisyah, Reino kembali berpikir, pria itu memikirkan ucapan Aisyah apakah dia mencintai Helen atau tidak. Atau justru sebaliknya, apakah Helen mencintai dia atau tidak? Selama 3 tahun menjalani kehidupan bebas, Helen tidak pernah meminta tanggung jawab. Wanita itu bahkan tidak mempermasalahkan ketika tahu Reino bermain dengan wanita wanita yang ada di Club malam. Jika Helen mencintainya harusnya dia marah, dia cemburu. Tapi nyatanya selama ini tidak. Helen marah hanya saat dia menikahi Aisyah, sekarang sikap Helen biasa saja setelah diberitahu bahwa pernikahan Reino dan Ica hanya karena warisan. "Ah sialan. Gara gara perkataan Ica aku jadi tidak konsen begini. Dasar wanita sialan! sok tahu tentang perasaan orang. Pokoknya aku mencintai Helen dan begitu sebaliknya." Reino berbicara sendiri, dia menghentikan aktivitasnya dan menyeruput kopi di balkon apartemen. Lagi lagi pikirannya mengarah kepada perkataan Aisyah. Aku yakin aku mencintai Helen. Aku yakin selama ini kami saling mencintai. Aku mencintainya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD