Kesalahan yang Menjijikkan

1253 Words
Hideki menahan tangan Ayumi, Masih tersisa akal sehat, dan mengingatkan untuk mencegah Ayumi membuka pakaiannyay. "Ayumi, hentikan! Kau mau apa?" Niat baik yang tidak sejalan dengan keinginan Ayumi, karena ia justru mendorong tangan Hideki menjauh, dan benar-benar menurunkan seluruh gaun tidur tipis itu, beserta yang lain. Tidak ada lagi sisa kain menempel di tubuh Ayumi, dan Hide hanya bisa memandang sekarang. Mulai membatin apakah semua itu mimpi---terlalu mustahil. “Panas---” Desahan Ayumi terdengar lembut, sementara ia membaringkan diri. Mata Ayumi terpejam, seperti tidur, tapi tangannya terus mengelus tubuhnya sendiri, seakan mengusir gerah yang melanda seluruh tubuhnya. Ada mata yang tidak berkedip sejak tadi, menatap gerak-gerik Ayumi sambil menelan ludah beberapa kali. Tidak mungkin ada pria yang bisa mempertahankan akal sehat setelah melihatnya. Hideki yang tadi berniat benar, sudah melupakan niat itu. Ia berusaha mengingat kalau gadis yang amat menggoda itu adalah Ayumi, tapi di sisi lain, nafsu dan kepalanya yang sejak tadi tidak lagi jernih mulai menyingkirkan sisa akal sehatnya. "Kemari... bergeraklah." Seakan menggeliat saja belum cukup, Ayumi malah bergeser mendekat, meraih tangan Hideki, membawanya untuk menyentuh tubuh yang semakin hangat itu. "Kenapa diam?" Ayumi memprotes dengan mata sayu dan suara serak. “JANGAN!” Teguran itu bukan untuk Ayumi saja, tapi juga dirinya sendiri. Hideki ingin mencegah terjadinya bencana kalau sampai dirinya menyentuh Ayumi. Tapi keinginan itu hanya datang dari Hideki, Ayumi menginginkan sebaliknya. Ia menginginkan pelampiasan atas rasa panas dalam tubuhnya, ia ingin ada yang menyentuh tubuhnya. "Kaitto... kemari." Ayumi tidak melihat dengan jelas siapa pria yang sejak tadi menjadi tempatnya memohon, ia memanggil nama suaminya. "Bukan!" Hideki yang sedang mencoba untuk menenangkan diri, tersulut mendengar nama pria itu disebut Ayumi. Hideki meraih pipi Ayumi, membuatnya mendongak agar bisa melihat wajahnya lebih jelas. “Lihat dengan benar! Aku bukan Kaitto!" Hide membentak keras, tapi Ayumi menanggapi dengan senyum, ia justru gembira karena pria yang diinginkannya dekat sekali dengan bibirnya. Ayu merangkulkan tangannya ke leher Hideki, dan berusaha mencium. Itu titik dimana Hideki tidak bisa kembali. Hasrat yang ditekan pun tidak mungkin bisa tertahan lagi, saat bibir Ayumi menyapu dengan polos. Aroma Ayumi seakan melambai menggoda, menghanguskan segala bayangan resiko yang masih tersisa dalam kepala Hideki. Tidak ada lagi yang menghalanginya. Hideki melumat bibir Ayu yang membuka, melampiaskan nafsu sekaligus sisa amarah akibat mendengar nama Kaitto tersebut tadi. Nafsu dan amarah tumpang tindih yang akhirnya membuat Hideki tidak lagi bisa lembut. Ia terus melumat bibir Ayumi dengan kasar. Tapi Ayumi juga membalasnya. Tidak peduli siapa, Ayumi menerima dengan senang hati saat tubuhnya terdorong, dan pria hangat itu menindihnya. Ayumi menggeliat, menginginkan lebih. "Kau lihat dengan benar aku siapa!" desis Hideki, sekali lagi memalingkan wajah Ayumi, agar melihatnya dengan benar. “Siapa aku?!” Hideki bertanya dengan suara serak, sementara tangannya sibuk membuka sisa pakaian yang ada di tubuhnya sendiri. “Siapa aku?!” Hideki mengulang, sambil menghujani lehernya dengan ciuman. Menuntaskan keinginan Ayumi yang terus memintanya bergerak. “Oji... Hideki? Oji--san..." Ayumi membuka matanya dengan benar untuk pertama kali, akhirnya mengenali pria yang ada di atas tubuhnya itu. Tapi tidak mengubah apapun. Ayumi sudah terseret terlalu jauh, lebih menikmati bagaimana tubuhnya disentuh oleh kehangatan tangan pria. Puas karena hasratnya mendapat pelampiasan. Ayumi tidak terlalu peduli siapa, ia hanya ingin ada yang mengisi tubuhnya. Ayumi tanpa ragu memekik dan merintih saat nikmat itu datang, menggeliat saat tubuhnya terus dipacu. Kepuasan, Ayumi hanya mengingiankan itu, dan Hideki yang memberikannya. Hideki tidak lagi berpihak pada akal sehat, ia juga menikmati hangat tubuh Ayumi yang seolah tidak bisa dipuaskan. Terus melenguh dan meminta, sebelum akhirnya terhempas dan diam. Hideki memeluk tubuh hangat Ayumi, lalu menutupi tubuh mereka dengan selimut, terlelap. Tidak memikirkan akibat. Ia hanya ingin memeluk tubuh itu. *** “KALIAN MENJIJIKKAN! AYUMI? KAU GILA!” Ayumi memaksakan diri membuka mata. Ia kebingungan. Teriakan dari bibinya itu terdengar seperti lolongan mimpi buruk. Ayumi memandang Karina yang ada di pintu. "Bibi? Ada apa?" Ayumi bertanya, sementara perlahan tangan Karina terangkat dan menunjuk. Ayumi merasa Karina menunjuk dirinya, tapi kemudian sadar kalau ia menunjuk ke arah samping tubuhnya. Ayumi berpaling dan memekik, karena ada tubuh pria yang berbaring di sampingnya, membelakangi. "Kau datang untuk padaku dengan luka, tapi ini balasannya?!" Karina memekik lagi, semakin menambah kepanikan Ayumi. Ia mencoba bangun, tapi kembali memekik saat menyadari kalau tubuhnya telanjang. Ia tidak memakai apapun di balik selimut itu. "Kau murahan! Kau menjijikkan!" Karina terus menuding. "Bibi! Tenang dulu!" Ayumi merasa kepalanya berdening. Ini tidak seharusnya terjadi. Ayumi hanya ingat ia tertidur setelah minum s**u, tidak ingat membawa pria bersamanya. "Aku tidak tahu kau bisa serendah ini! Kemana moralmu? Kau bukan hanya berkhianat pada Kaito, tapi juga menyakitiku! Apa sebenarnya maumu?!" Karina mulai terisak, sementara Ayumi kembali memandang pria yang ada disampingnya. Ayumi tadi sedikit berharap pria itu Kaitto, meski tidak mungkin---karena punggung Kaitto tidak sangat berotot seperti itu, tapi harapan itu sudah dipastikan salah oleh Karina. "AGH!!" Ayumi menjerit nyaring, saat akhirnya bisa mengenali siapa pemilik punggung dan rambut yang berantakan itu. "TIDAK MUNGKIN!" Ayumi menjerit lagi. Menolak kenyataan menjijikkan yang baru disadarinya. Tidak mungkin ia tidur dengan pamannya sendiri! "Hideki..Oji--san..." Ayumi terbata, saat melihat tubuh itu bergerak. Terbangun mendengar suara jeritan Ayumi. Tidak salah lagi, pria itu pamannya. Karena itu bibinya histeris dan terus mencacinya. “Tidak… Mungkin…” Ayumi menggeleng terbata. Tidak mungkin ia baru saja melakukan hal yang tidak terbayang dengan pamannya. “Kau ternyata memang wanita tidak tahu terima kasih!” Karina masih sangat marah "Ibu mertuamu benar! Kau wanita tidak tahu diri! Lihat apa yang kau lakukan. Jalang tidak tahu terima kasih!" Luka baru tertoreh. Ayumi kemarin mendapat kenyamanan dan penghiburan dari Karina, tapi kini tidak mungkin lagi. Air mata Ayumi mengalir turun, lalu bergeser mendekati bibinya. "Aku tidak tahu... Ini bukan aku. Tidak mungkin..." Ayumi mencoba membela diri, tapi Karina menarik selimut yang menutupi tubuhnya. "Tidak mungkin apa! Itu tanda kau memang murahan!" Karina menunjuk bercak kemerahan pada leher Ayumi. Bekas cumbuan Hideki pastinya. Ayumi menatap lengan atasnya. Disana ada uga. Kalaupun tadi ingin membantah tidak terjadi apapun, maka tidak bisa lagi. Tubuhnya kemarin putih bersih tanpa noda. “Tapi aku... tidak mungkin, Bibi. Bagaimana bisa?” Air mata Ayumi membanjir semakin deras, saat otaknya tidak bisa lagi mengingkari kenyataan. "Kau bertanya padaku? Aku yang seharusnya bertanya! Bagaimana bisa kau melalukan hal menjijikan seperti ini dengan pamanmu sendiri!" Karina menuding lagi. "DIAM!" Suara serak dan berat membuat mereka berdua menoleh bersamaan. Hideki akhirnya benar-benar terbangun dan duduk. Butuh lama karena kepalanya terasa berat dan sakit---sama seperti Ayumi tadi. “Kau juga kurang ajar! Tega sekail padaku!” Karina mengalihkan tunjukan tangannya untuk Hideki, tapi Hideki tidak peduli. Ia mendecak, dan mengibaskan tangan, mengusir. "Pergi! Keluar!" desisnya, sambil menatap tanpa perasaan. Karina yang tadi masih menahan air mata, langsung terisak lalu berlari keluar sambil menjerit. Hideki sekali lagi tidak peduli, malah berpaling pada Ayumi, yang langsung saja menyambar selimut dan bersembunyi. Isak tangis Ayumi teredam oleh selimut. "Ayumi..." Hideki bergeser mendekat, mencoba untuk menyentuh pundaknya, tapi Ayumi memekik saat merasakan sentuhan dari balik selimut. “Jangan menyentuhku!” Ayumi tidak ingin Hideki menyentuhnya lagi. Terbayang bercak merah di tubuhnya. Ia tidak mau pamannya itu menyentuhnya lagi. Hideki mendecak, lalu berjalan menuju kamar mandi yang ada di sudut kamar dengan tubuh polos. Kepalanya terlalu sakit, Hideki akan mengguyurnya dengan air, berharap bisa berpikir lebih jernih. Ayumi mendengar langkah kakinya. Begitu mendengar suara pintu tertutup, dengan secepat kilat Ayumi mengambil baju yang kemarin dipakai, memakainya dengan tergesa, kemudian berlari keluar. Ayumi hanya ingin pulang, tapi Karina menghadang di ruang depan. “Kau mau kemana? Pergi begitu saja setelah puas menghancurkan hati orang lain?!" bentak Karina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD