Setelah kejadian siang itu. Deril dan Jessi sama – sama mantab akan keputusan mereka masing – masing. Jessi memutuskan untuk bersedia menunggu Deril dalam setiap kehidupannya, hingga pada ahirnya mereka bisa bersama selamanya. Tanpa harus melakukan tugas apapun. Sedangkan Deril memutiskan untuk terus menjalani hidupnya. Entah manis atau pahit kehidupan yang akan dia lalui nantinya.
Langit sudah berganti biru. Maaih begitu sepi dilembah hijau. Tapi Steve sudah bersiap dengan rapi. Dia sudah membangunkan Deril dengan susah payah. Dia sangat bersemangat mencari buku tugas lembah hijau. Dia ingin mencari tahu, tugas apa yang cocok untuknya. Dan bagaimana dia kan melaluinya nanti. Steve dan Deril segera menuju perpustakaan. Dengan mata masih mengantuk Deril berjalan mengikuti langkah Steve. Jessi melihat mereka, lalu dia melambaikan tangan pada mereka. Steve dan Deril juga membalas dengan melambaikan tangan. Sayangnya Jessi harus bertugas lagi. Menyiapkan keperluan para jonggyo yang akan magang hari itu. Jessi memberi kode, bahwa dia akan menyusul mereka nanti setelah para jonggyo berangkat.
Kurcaci hijau melihat kode – kodean mereka. Dia merasa curiga dan cemburu tentunya. Hanya dengan melihat itu dia begitu sangat cemburum bagaimana jika dia tahu bahwa mereka telah menyatu siang kemarin. Kurcaci hijau menghampiri jessi.
“Lihat apa?” tanyanya.
“Gak ada.”
“Jangan bohong.”
“Apa maksudmu?”
“Aku masih dengan jelas mengingat wajahmu yang masam kemarin. Itu pasti ulah dia kan?” selidiknya keaal.
Jessi yang merasa diinterogasi merasa malaa menjawab pertanyaannya. Dia hanya melengoa dan pergi. Tapi kurcaci hijau mencegahnya. Dia menarik tangan kurcaci pink dengan keras.
“Jawab aku.” Bentaknya.
“Apa maksudmu? Apa yang harus kujawab?” ucapnya sambil meronta untuk melepaskan tangannya dari genggaman kurcaci pink.
“Siapa mereka? Kenapa mereka bisa membuatmu sakit hati dan dengan cepat kamu melupakannya?”
“Bukan urusanmu.”
“Jelas itu urusanku.”
“Maksudnya?”
Kurcaci hijau terdiam. Tapi tangannya tetap menggenggam jessi dengan erat hingga jessi kesakitan. Kurcaci lain yang melihat hal itu lansung berlari menuju mereka berdua. Dihempaskannya tangan kurcaci hijau. Mereka membawa kurcaci hijau pergi dan membiarkan jessi hanya bersama kurcaci kuning.
“Ada apa?” tanya kurcaci kuning.
“Ga tahu.”
“Ga tahu gimana? Dia sampai marah begity?”
“Aku memang ga tahu kenapa dia sampai marah. Tiba – tiba saja marah tanpa sebab.”
“Kamu yakin?”
“Yakin. Dia tiba – tiba datang dan menanyakan orang yang kusapa. Lalu ngamuk ga jelas. Tanganku sampai sakit dibuatnya.”
“Siapa jes? Deril?”
“Iya, tadi dia lewat sama Steve.”
“Sepertinya dia cemburu jes.”
“Hah? Cemburu? Padaku? Ga masuk akal.”
“Jelas dia menyukaimu.”
“Jelas darimananya? Dia bahkan nyakitin tanganku. Nih lihat sampai merah dibuatnya.”
“Dia menyukaimu. Tapi tak tahu cara menyampaikan rasa. Hingga dia hanyut dalam cemburu.”
“Tumben kata – katamu puitis.”
“Aku serius jes. Kamu harus berhati – hati. Pertemanan kita sudah tak bisa seperti dulu lagi. Pertemanan dengan rasa cinta memang bisa berjalan baik, jika keduanya saling cinta. Tapi jika hanya sebelah tangan saja, yang ada saling nyakitin. Dia merasa kamu sakiti dengan hal tadi. Dan kamu tersakiti dengan sikapnya. Begitulah.”
“Ah. Aku jadi malas berada disini.”
“Aku juga sudah malas disini.”
“Tapi kita terjebak disini.”
“Kata siapa?”
“Apa maksudmu?”
Kurcaci kuning melihat kesana kemari. Memastikan tak ada yang mendengarnya berbicara. Kemudian dia berbisik pada kurcaci pink.
“Ada cara. Kita bisa ke dunia seperti biasa.”
“Lalu tugas – tugas itu?”
“Kamu lupa ya? Kita bebas memilih. Dimana kita akan tinggal.”
“Iya, tapi kan tugas kita siapa yang bakal gantiin?”
“Ya adalah pokoknya. Ga usah spaneng mikirin itu.”
“Lalu gimana caranya?”
“Tidak sekarang. Ayo bertugas.”
Jessi manyun. Dia tak mendapat jawabab dari pertanyaannya. Jessi melirik kesal pada kurcaci kuning. Sedangkan kurcaci kuning malah tertawa terbahak melihat ekspresi temannya itu.
***
Di perpustakaan.
Deril dan Steve sedang memeriksa isi rak buku. Petugas disana keheranan, jarang sekali ada yang datang sepagi ini dan sudah sibuk mencari buku. Namun dia hanya melihat mereka, tanpa berniat membantu. Deril pindah ke rak buku lain, Steve pun juga. Mereka mencari buku yang berisi tugas – tugas lembah hijau. Tapi masih belum juga ketemu. Steve memilah – milah buku dihadapannya.
“Ini bukan, ini juga bukan.” Ucapnya.
Sudah beberapa rak buku mereka cari dan masih belum ketemu juga. Petugas perpustakaan kini menjadi resah. Buku – buku sudah mulai berantakan dimana – mana. Dia segera menghampiri keduanya.
“Kalian mencari buku apa?”
“Buku tugas. Tugas lembah hijau.” Jawab Steve.
“Ya jelaslah ga ketemu disana. Sini ikut aku.” Ucapnya sambil berjalan menuju mejanya.
Dia mengetik “Tugas – tigas lembah hijau” pada search di komputernya. Dan langsung keluar beberapa judul buku beserta sampul dan warna raknya.
“Beres kan?” ucapnya lagi.
“Yeee, ngapain ga dari tadi aja bilangnya. Kan ga perlu capek – capek bongkar rak.”
“Ya mana kutahu kalian maunya apa. Aku Cuma males beresin buku – buku yang makin lama makin kalian berantakin. Beresin itu.”
“Hehehe maaf maaf. Iya aku beresin.” Steve ngacir. Derik hanya ngikik melihat temannya kena semprot petigas perpus.
Steve mengembalikan buku yang sudah dia kocar – kacirkan. Petugas perpus segera mengambilkannya beberapa buki yang tadi tertera di layar komputer.
“Ini bukunya. Memangnya kenapa kamu mencari buku ini?”
“Ya mau dibacalah. Masak dimakan.” Jawab Steve asal.
Tok.
Pukulan mendarat dikepalanya.
“Kalau ngomong yang sopan. Uda dibantuin malah ngomel – ngomel. Bukannya terimakasih.”
“Iya maaf maaf. Makasih ya sudah dibantuin nyari bukunya.” Ucap Steve sambil tersenyum genit.
“Iya sama – sama.” Jawabnya sambil tersipu.
Deril yang melihat kejadian itu lalu dia ganti memukul kepala Steve.
Tok.
“Aduh. Apaan sih der?”
“Ngapain kamu pasang wajah m***m itu.”
“ssssttt, biar dia cepet pergi aja dih. Hehehe.”
“His, Dasar mesum.”
“Coba siapa yang habis berduaan kemarin. Ngapaim ya disana?” Sindir Steve.
Wajah Deril memerah.
“Mau tau aja.”
“Iiihhh wajahnya merah. Ngapain kamu kemarin hah?” ejek Steve.
“Rahasia.” Ucap Deril sambil melotot.
“Ga takut sama pelototanmu. Sipit gitu sok melotot.”
“Uda sana baca itu bukunya. Yang rajin ya. Aku mau kencan dulu.” Ucap Deril sambil berlalu.
“Heh temenin disini dong.”
“Udah pinjam saja bawa ke kamar.” Jawab Deril yang sudah berada dipintu perpus.
“Tungguin dong.”
Deril tetap berjalan meninggalkan steve sendirian di perpus. Steve mendengus kesal karena ditinggal sendirian.
***
Steve anteng di dalam kamar membaca lembar demi lembar buku yang dipinjamnya. Saat membaca sebuah halaman, dia menjadi sangat tertarik akan tugaa tersebut. Halaman itu berjudul “peri gigi”. Disana dijelaskan apa saja tugas peri gigi. Peri gigi akan selalu pergi membawa botol kecil, botol itu digunakan untuk tempat gigi anak – anak yang telah lepas. Steve membayangkan betapa lucunya anak – anak itu saat tidur, dengan harapan peri gigi akan mengambil giginya yang sudah lepas. Biasanya anak – anak an menuliskan sebuah keinginan dikertas kecil dan digunakan untuk membungkus giginya. Pergi gigi bertugas mengambil gigi, menyimpannya dan memberi nama, serta tanggal lepasnya gigi. Dia juga akan meninggalkan sebuah catatan kecil, sebagai balasan dari surat anak – anak itu. Sementara untuk mewujudkan keinginan mereka, peri gigi bekerja sama dengan peri yang lain. Jika mereka menginginkan mainan, maka surat itu akan dia antarkan ke peri mainan. Jika mereka menginginkan hal lain, maka peri gigi akan mengantarkan surat itu sesuai kepada peri sesuai dengan isi suratnya.
“Ah gampang nih tugasnya. Seru kalau bisa jadi peri gigi nih.” Ucapnya.
Dia membuka lembae berikutnya. Ternyata disana masih ada keterangan lain. Tugas peri gigi tak hanya mengurus gigi anak – anak. Dia juga mengurus gigi para orang dewasa yang lepas. Bedanya, orang – orang dewasa ini sudah tidak percaya dengan keberadaan peri gigi. Karena semakin bertambahnya usia, cara berpikir mereka akan berubah. Hal – hal semacam peri sudab tidak ada dalam pikiran mereka. Itulah sebabnya, anak – anak masih bisa melihat keberadaan peri disekirarnya. Sementara orang dewasa tidak.
Dihalaman itu dijelaskan bahwa, peri gigi juga bertugas mengambil gigi orang dewasa yang lepas. Sialnya, gigi orang dewasa biasanya dibuang begitu saja. Di tempat sampahlah, di saluran airlah, bahkan di lubang wc. Disinilah titik berat tugaa peri gigi. Bayangkan, kamu harus mengambil gigi di wc. Steve seketika mual. Keinginannya menjadi peri gigi langsung menghilang seketika.
“Gila sih ini tugasnya parah.” Steve berbicara sendiri.
“Deril kemana ya, kencan beneran sepertinya itu anak. Dasar kalau uda cinta – cintaan, lupa sama temen seperjuangan.” Rutuk Steve.
***
Sementara, Deril sedang bersama Jessi di rumah pohon. Mereka menghabiskan waktu bersama. Menikmati setiap momen yang ada. Sebelum waktunya habis tak bersisa. Dua hari lagi, Deril akan segera bertugas. Bahkan besok dia kan segera magang. Tapi tak ada raut sedih diantara mereka. Mereka sudah berdamai dengan ego masing – masing. Hanya ada senyum bahagia dan rasa cinta yang bergelora.
“Kamu ga nemenin Steve?” tanya Jessi.
“Ah biar saja dia di kamar. Palingan lagi serius baca buku.”
“Tadi jadi ke perpus?”
“Jadi, uda ketemu kok bukunya. Setelah diberantakin pastinya. Hahaha.”
“Lah, petugas perpusnya ga marah?”
“Gak kok, cuma disuruh beresin aja. Terus dibantu nyari sama dia. Langsung ketemu. Yaudah aku tinggal dia, disini sama kamu aja enak. Hehehe.”
“Kasihan tuh si Steve. Kamu kesana dulu deh. Kan besok sudah magang.”
“Biarinlah, dia juga pasti bisa.”
“Kan dia itu setia sama kamu. Kok kamu gitu sih sama dia?”
“Iya deh iya, aku kesana. Nanti kalau urusan sama dia uda selesai. Aku kesini lagi ya?”
“Iya, aku disini aja kok. Biar anak lain aja yang ngerjain tugas yang belum selesai. Aku tunggu kamu. Sekalian masak.” Ucapnya sambil mengecup pipi Deril.