Mengenalmu

1031 Words
Unti … ya lagi lagi aku si Unti, entah kenapa selalu saja ada hal yang menarik jika pembahasan mengenai diriku. Berdasarkan hasil polling di barometer perdemitan, aku adalah makhluk paling favorit yang paling cantik, rada menakutkan, paling imut dan paling renyah ketawanya. Keturunan kami adalah demit yang paling mudah di temui dan juga mudah di manfaatkan. Bahkan saking viralnya ada yang plagiat diriku hanya untuk keperluan content atau demi ketenaran di dunia maya, padahal Maya saja tak berani bertemu denganku. Kebanyakan orang mungkin menganggap Unti adalah makhluk yang menyeramkan, padahal kalo menurutku kaumku adalah demit yang paling asik, mulai dari tawanya yang gurih dan khas seperti Hulk lagi menertawakan Ironman. Rambut lurus panjang menjuntai kedepan seperti girl band asal Korea. Mungkin yang membedakan hanya dari kostumnya yang jarang atau tepatnya tak pernah di tapas (cuci). Ya wajarlah ga pernah di cuci, emang dunia demit ada buka jasa laundry? Terlepas dari itu semua, Unti tetaplah Unti … Rabu, 31 Mei 2017. Hari itu agak sedikit beda dari hari biasa. Rabu malam ketika di pusat kota sedang berlangsungnya acara konser sebuah band ternama dari ibukota. Bersama para sahabat yang seusiaku kala itu. Awal bertemu dengannya bukanlah karena keinginanku, semua karena memang sudah jalannya. Cowok itu bernama Bayu, anak keturunan Jawa yang ramah dan sopan saat pertama kali mengenalnya. Entah kenapa setiap ia menatap ke arahku, hati terasa deg deg serrr … macam Catwoman lagi ngantri boker di WC tapi akhirnya tepecirit dalam celana. Yah begitulah gambaran perasaanku jika pandangan kami beradu satu sama lain. Selalu aku yang salah tingkah didapatnya. Pesona cowok itu memang luar biasa. “Mun kenape lu? Woi sadar lu Mun …” tegur sahabatku. “Eh lu ga lihat sis, tu noh cowok a***y banget cakepnya,” sahutku tak berhenti berkedip. “Apaan sih lu, cowok begitu di bilang cakep? Woi gile lu ye Mun!” Aku tak lagi menghiraukan teguran sahabat tadi. Mataku tetap tak bergeming menatap cowok itu. Setiap gerak tubuhnya membuat mata ini enggan berpindah arah. Namun naas tanpa ku sadari ketika cowok itu sudah berada tepat di hadapanku tanpa aku sadari sedikitpun kapan ia disitu. “Hai, jenengku Bayu, koe sopo cah ayu?” Tanya cowok itu dengan menunjukkan senyumnya yang sekilas mirip Lee Min Tok, lelek bakso langganan yang selalu berhasil memploroti uang jajanku setiap sore. Dengan penuh perjuangan ku sodorkan tangan kiri ini dan ia malah merasa jijik dan kemudian menertawakanku. Oh my ghost karena grogi aku lupa jika ini tangan yang biasa ku gunakan buat cebok saat buang air besar. “Namaku Maimuntinah, juz say Mun bang.” Sejurus kemudian ia kembali melempar senyum Lee Min Tok tadi. Uh rasanya mau ku cipok saja cowok ini saat itu, jika saja tidak sedang berada di tengah umum dan mengingat dendamku pada paklek bakso tersebut, sudah pasti ku lakukannya. Senyuman itu seakan menyihir bagi siapa saja yang melihat. Tak ada yang menyadari jika dalam tubuh cowok itu ada makhluk yang memang sengaja diperuntukkan cowok tersebut. Jadi jangan heran jika siapapun yang melihatnya pasti akan jatuh hati padanya. Munti yang begitu polos tak akan pernah tahu siapa sebenarnya jati diri cowok yang ada di hadapannya. Usia yang masih muda membuat ia tak mampu berpikir dengan jernih, kejiwaannya begitu labil meski itu sudah dapat warning dari kedua orang tuanya. Sesuatu yang dilarang justru itu yang membuat ia makin penasaran dan ingin mengetahui hasilnya. Bayu tinggal bersebelahan gang dengan rumahku. Rupanya selama ini aku tidak tahu jika ada cowok yang cakep tinggal tidak jauh dari rumahku. Maklum diri ini adalah gadis kuper di kampung sendiri. Jarang keluar dari rumah atau bergaul dengan gadis sebayaku di kampung. Makanya jangan heran jika info ataupun gossip di luar tidak pernah aku mendapat updatenya. Tak heran bila info tentang seorang Bayu tidak banyak ku ketahui tentang jati dirinya. Aku pun tidak mengambil pusing mengenai siapa dia sebenarnya. Buatku yang utama adalah doi bisa menjadi milikku adalah anugrah terindah saat itu. Dalam sekejap aku pun benar benar jatuh cintrong ke doi. Hanya dengan sekali senyum bisa meluluh lantakkan hatiku yang selama ini gersang dengan rasa itu. Sehari tak ketemu doi serasa 2x24 jam berpisah dengannya. Hari-hari yang ada di kepalaku hanya wajah cowok itu. Senyumnya, cara dia bicara, melangkah maju mundur cantik semua selalu berlalu lalang di kepalaku. Hanya saat boker saja aku tak bisa terbayang. Malam jumat pertama pasca berkenalan dengan Bayu. Aku diajak doi untuk berjalan jalan di sebuah tempat yang tidak jauh dari kampung kami. Beruntung aku mendapat izin meski itu dengan cara kabur loncat pagar rumah. Meski dilarang aku pasti akan melakukannya karena ini adalah kesempatanku bisa mengenal idola baruku. Kapan lagi waktu itu bisa datang jika tidak sekarang. Ayah ibu mungkin ada alasan tertentu melarangku untuk keluar tengah malam tepat pukul 12 teng hanya untuk alasan yang tak jelas. Apalagi keluar untuk menemui seseorang yang tidak begitu dikenal oleh mereka. Pertemuan berikutnya aku selalu di manjakan doi, meski hanya nongki dalam hening di tempat yang sangat romantic, yaitu di tempat pemakaman. Entah kenapa kami selalu janjian di tempat yang indah seperti ini. Sudahnya sangat sepi, gelap dan menyeramkan. Belum lagi aroma aroma aneh yang selalu tercium menusuk hidungku jika terlalu lama berada disana. Untungnya di tempat itu tidak ada satpol PP yang biasa razia. Aku yang seharusnya takut dengan tempat dan situasi di sekitarnya malah masa bodoh dan justru sangat senang. Dalam pikiranku saat itu yang penting bisa berduaan dengan doi. Peduli setan dengan lingkungan sekitar ataupun orang lain jika ada yang melihat atau mengintip kami. Begitulah cinta ya, jika sudah di mabukkan olehnya maka hal yang jelek agak sulit membedakan dengan yang baik. Sesuatu yang akan berdampak negative juga selalu menjadi abu abu, semua jadi tidak jelas. Hingga menjelang ajalku menjemput, ungkapan perasaan seorang Bayu tidak pernah keluar dari bibir cowok itu. Ah betapa bodohnya aku yang terhipnotis cinta, menjadi b***k perasaan yang hanya bertepuk sebelah tangan. Sudah jelas cowok itu tidak memiliki perasaan padaku tapi aku tetap berharap banyak padanya. Segala keinginan cowok itu selalu aku berusaha untuk memenuhinya. Aku tidak lagi pedulikan kondisi tubuhku yang memiliki penyakit dari bawaan lahir. Semua tak ku pedulikan, termasuk nasehat dari kedua orang tuaku dan orang orang terdekat dengan ku. Cinta telah membuat mata hatiku benar benar buta.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD