Juna Yang Tak Suka Diatur

1607 Words
Juna mengerutkan kening menatap gadis yang kini menyandang status sebagai istrinya tersebut. "Ya. Terima kasih, Rhea," ucap Juna yang kemudian memutuskan sambungan telpon. Dengan bibir mengerucut, Jihan menatap Juna khawatir. "Jihan gak mau dimadu, Mas," cicitnya pelan. Helaan napas panjang Juna hembuskan. "Lo ngomong apa sih? Siapa juga yang madu lo, Jihan?" tanya Juna lelah. "Terus tadi siapa yang nelpon Mas Juna? Jangan-jangan perempuan itu pacarnya Mas yang gak direstui hubungannya sama orang tua Mas Juna," tebak Jihan membuat Juna seketika menggelengkan kepala, tak menyangka dengan isi pikiran istri kecilnya ini. Juna menarik hidung bangir Jihan membuat gadis itu meringis. "Korban sinetron ya?" "Aww!" keluh Jihan sambil mengusap hidungnya. "Pikiran lo ngaco tahu gak? Mending tidur sana, istirahat yang cukup biar gak mikir aneh-aneh," ucap Juna lantas mengambil langkah meninggalkan Jihan menuju dapur. Tak tinggal diam, Jihan mengikuti langkah suaminya. "Jadi, perempuan tadi itu bukan pac---," Juna menghentikan langkahnya, membuat Jihan tersentak kaget dan alhasil ia menubruk punggung lebar suaminya. Jihan meringis pelan sambil mengusap-usap dahinya. Juna memutar tubuh menatap Jihan dengan tangan bersidekap dan dagu sedikit terangkat. "Kalo iya perempuan tadi pacar gue gimana? Lo mau ngelakuin apa, hm?" Jihan melongo mendengar ucapan Juna. "Kenapa diem? Gak bisa ngelakuin apa-apa kan lo?" Juna tersenyum meremehkan. Jihan menundukkan pandangan dengan alis menaut. Kedua tangannya mencengkram tepian rok yang ia kenakan. Sungguh, jika benar Juna memiliki kekasih yang tak direstui orang tuanya, Jihan lebih baik mundur daripada menjadi penghalang hubungan orang dan yang lebih parahnya lagi, ia akan sakit hati karena tak dianggap sebagai istri oleh suaminya sendiri. Jihan terpejam. Menggelengkan kepala beberapa kali mencoba menepis pikirannya. Jika ia memilih mundur dari pernikahan suci ini, itu sama saja ia menyakiti dua belah pihak keluarga. Terlebih Tuhan nya sangat benci terhadap perceraian. Juna menyunggingkan senyum miring. Sebelum akhirnya, ia memutar tubuh lantas melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti tadi. Bersamaan dengan itu, Jihan mengangkat kepala menatap punggung lebar laki-laki di hadapannya. "Mas Juna!" Juna menghentikan langkah saat mendengar panggilan dari istri kecilnya ini. Tetapi ia tetap di posisi membelakangi Jihan. "Kalo emang bener perempuan tadi itu pacarnya Mas Juna, Jihan gak mau kayak istri-istri yang ada di sinetron tontonan Jihan. Pasrah dan membiarkan suaminya diambil sama perempuan lain." "Mimpi apa gue punya bini korban sinetron gini?" batin Juna. Jihan mengambil langkah cepat lalu ia berdiri berhadapan dengan tubuh tinggi suaminya. Kemudian, Juna mengangkat kedua alisnya begitu Jihan mendongak menatap wajahnya. "So?" "Mas Juna harus putus sama perempuan itu!" jawab Jihan dengan lantang. "Putus?" Juna sampai ingin terbahak saat ini juga. Jihan mengangguk yakin. "Iya. Putus." "Kalo gue gak mau?" tantang Juna, membuat Jihan mengerucutkan bibir. "Ya harus mau dong. Mas gimana sih? Umur aja lebih tua dari Jihan, masa masalah kayak ginian aja gak paham sih? Laki-laki yang sudah menikah itu punya tanggung jawab besar terhadap istrinya. Dan itu berarti dia sudah siap berkomitmen dengan istirnya," ujar Jihan panjang lebar. Juna mengerjap beberapakali. Tak menyangka begini sifat asli Jihan. "Gue kira lo orangnya pendiem. Tapi ternyata dugaan gue salah. Lo bawel. Udah bawel, jadi korban sinteron pula. Ck, berobat lo!" Juna berjalan melewati Jihan. Tentu saja dengan Jihan yang mengekorinya. Mengambil minuman kaleng dari dalam kulkas lalu ia duduk di meja makan. Juna meneguk habis minumannya. Lalu menyandarkan punggungnya pada penyangga kursi, menatap remeh Jihan yang sejak tadi tak sedetikpun mengalihkan pandangannya dari Juna. Benar-benar luar biasa. Jihan yang Juna pikir akan menjadi istri membosankan karena dia terlihat pemalu dan pendiam, langsung terhapus seketika begitu mendengar mulutnya yang tak berhenti mengoceh. "Mas, ih! Jihan serius tahu. Pokoknya Mas Juna harus putusin pacar Mas itu." Juna menghembuskan napas panjang. "Kalo gue punya pacar, ngapain juga gue mau nikahin elo. Mending nikahin pacar gue." Jihan mengerutkan kening. "Jadi, maksudnya...." "Dia sekretaris gue. Tahu sekretaris gak lo?" Seketika Jihan mengulum senyum begitu mendengar kata 'sekretaris' dari suaminya ini. "Kenapa senyum-senyum? Stres lo?" celetuk Juna. "Astagfirullah, Mas. Emangnya Mas Juna mau punya istri stres?" Juna memutar bola mata malas. Ia kemudian bangun dari posisi duduknya, lantas beranjak meninggalkan Jihan yang kembali tersenyum-senyum sendiri. Setidaknya ketakutannya tadi tidak menjadi kenyataan. "Hello everybody! Prince Keandra tiba membawa sejuta pesona ketampanan yang hakiki!" Jihan memutar tubuh menatap sosok pemuda seusianya yang merupakan adik dari Juna. Itu berarti pemuda itu adalah iparnya. Sambil menampilkan cengiran lebar, pemuda berpenampilan urakan tersebut menatap Jihan dengan tangan berkacak pinggang dan menampilkan raut wajah genit. "Hai, Kakak Ipar," sapa nya. Membuat Juna yang berada di undakan tangga, memutar bola mata malas. "Kean, boleh gak kalo kamu manggil aku jangan pakai embel-embel 'kak' segala? Panggil Jihan aja," pinta Jihan. Keandra menghela napas. "Gimana ya? Sehubungan gue ini seorang pemuda yang memiliki tata krama berbudi pekerti yang tinggi, itu merupakan suatu ketidak sopanan." Juna menatap jijik pada sang adik. Memang sok dramatis sekali Keandra ini. Sangat berbanding terbalik dengan sifat Juna yang terkesan cuek. Jihan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tapi kan kita seumuran. Aku gak nyaman dipanggil kakak sama kamu, Kean. Berasa tua banget," ucapnya sambil meringis. Di atas undakan tangga, Juna masih diam di sana memperhatikan interaksi istri dan adik lucknut nya itu. "Iya dah, bawel amat sih lu," putus Keandra membuat Jihan tersenyum lebar. Pandangan mata Keandra jatuh kepada sosok sang kakak yang diam memperhatikan. Kemudian sebuah senyum jahil tercetak dari wajah tampannya. "Ecie-ciee.... Bininya di pantau terus, takut diserobot sama gue yang modelnya Hyunjin ini," ucap Keandra menggoda kulkas yang merupakan kakaknya itu. Jihan menoleh menatap Juna yang tampak gelapakan karena ulah sinting Keandra. "Apa sih lo?!" ketus Juna, menatap Keandra tak suka. "Eum, Mas Juna daritadi berdiri di situ?" Jihan bertanya polos. Sementara itu, Keandra tampak mengulum senyum melihat kakaknya salah tingkah. Juna berdecak pelan. "Gak usah ge-er lo. Gue cuma pengen tahu aja, maksud kedatangan orang sinting itu apa datang ke sini? Barangkali dia mau ambil barang-barang branded gue kan," ucapnya membuat Keandra seketika melempar tatapan tak terima. "Waduh! Waduh! Waduh! Punya Abang satu gak ada akhlak banget." "Terus lo mau apa datang ke sini, ha?" Juna bertanya lelah. "Mau ikut menikmati suasana rumah pengantin baru. Barangkali gue kecipratan ketiban jodoh tiba-tiba," ucap Keandra sembari melangkah ke arah sofa lalu ia merebahkan tubuhnya di sana. "Prikk," ketus Juna yang kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamar dilantai atas. Sementara Jihan memilih pergi ke dapur untuk membantu beres-beres pekerjaan di sana. ••••• Langit senja tampak indah terlihat. Dari arah dapur, Jihan berjalan menuju kolam renang sambil membawa nampan berisi segelas jus jeruk untuk suaminya yang kini sedang berenang. Kedua sudut bibir Jihan melengkung ke atas membentuk senyuman manis. Sorot matanya menatap tulus pada Juna yang berenang ke arahnya. Kemudian, Jihan mendudukan tubuhnya di tepi kolam dan membiarkan setengah kakinya masuk ke dalam air. "Mas!" Jihan memanggil saat wajah Juna muncul ke permukaan air. Percayalah, Juna yang memang pada dasarnya sudah memiliki tingkat ketampanan paripurna, kini semakin bertambah berkali-kali lipat dengan rambut basahnya. "Ini, Mas. Jihan sudah buatkan minuman untuk Mas Juna," ucap Jihan seraya memberikan minuman tersebut pada suaminya. "Hm, thanks." Pandangan mata Jihan turun menatap jakun Juna yang naik turun saat laki-laki itu meneguk minumannya. Menyadari kemana arah tatapan gadis di hadapannya, terbesit ide jahil yang membuat Juna tanpa beban mencipratkan air hingga mengenai wajah Jihan. "Aaaaa! Mas Juna!" Juna tersenyum smirk melihat wajah jengkel Jihan yang basah karena terkena air tadi. "Jadi basah kan," keluh Jihan. Juna tak peduli. Ia mengambil satu tangan Jihan kemudian memindahkan gelas tersebut pada Jihan. Kemudian, ia meloncat naik untuk duduk bersebelahan dengan Jihan. "Mas Juna suka renang ya?" Jihan bertanya. "Lebih suka mabuk sih," jawab Juna ringan, tanpa menatap Jihan. Kedua bola mata Jihan membulat sempurna mendengar jawaban suaminya. "Mas, ih." Juna menoleh dengan senyum smirk di wajahnya. "Biasa aja kali. Mata lo kayak mau keluar dari tempatnya." "Kenapa?" "Apa?" Juna mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa harus mabuk?" "Ya karena gue suka." "Gak boleh, Mas. Gak baik. Bahaya tahu." Juna menatap Jihan yang jelas sekali bahwa gadis itu tidak suka saat mendengar kenyataan jika Juna memang hobi mengonsumsi minuman terlarang itu. "Lo khawatir sama gue?" "Baiknya seorang istri mengkhawatirkan kesehatan suaminya atau enggak?" Jihan berbalik tanya. Jangan lupakan dengan senyuman gadis itu yang terukir. Juna berdecak sembari memalingkan wajahnya ke depan. "Gue gak suka kalo ditanya balik sebelum pertanyaan gue dijawab." Jihan menghela napas panjang. Tatapan matanya sama sekali tak berpaling dari paras rupawan laki-laki berstatus suaminya itu. "Iya. Jihan khawatir." Jawaban dari Jihan, membuat Juna kembali menatap wajah polos gadis di sampingnya. Dalam beberapa detik lamanya, pasangan suami istri tersebut terlihat kontak mata tanpa satu patah kata pun yang keluar. Sampai akhirnya, terdengar suara siulan dari dalam rumah yang membuat kontak mata mereka berakhir. "Mentang-mentang pengantin baru. Nempel terus kayak perangko," ucap Keandra membuat Juna berdecak. Jihan berdiri sambil membawa nampan berisi gelas yang sudah kosong. "Kamu baru bangun?" Keandra hanya tersenyum sebagai jawaban atas pertanyaan Jihan. "By the way, gue laper nih. Ada mak---," "Balik sana," sahut Juna memotong ucapan Keandra. Kemudian ia bangun dari posisi duduknya. Keandra mengulum senyum dengan tatapan menggoda sang kakak. "Mau ritual ya, Bang? Bisa kali live." "Gue tendang p****t lo ya!" ancam Juna, yang justru membuat Keandra tertawa. Jihan yang tak mengerti maksud pembicaraan kakak beradik itu pun hanya diam saja. "Canda p****t," ledek Keandra yang membuat Juna semakin naik pitam. Sebelum Juna benar-benar menendang pantatnya, lebih dulu Keandra ngacir keluar dari dalam rumah besar tersebut. "Mas, udah, Mas." Juna mendengus. "Punya Adik gak berakhlak." Jihan tersenyum saja. "Jihan ke dalam dulu ya, Mas." Baru berapa langkah Jihan mengayunkan kakinya. Panggilan dari Juna membuat langkah gadis itu terhenti seketika. "Tunggu!" Jihan memutar tubuh. Menatap Juna dengan tatapan tanya. "Gue gak suka di atur." Suara Juna terdengar dingin menyentuh gendang telinga Jihan. "Jadi lo gak berhak ngatur gue atas apapun yang gue lakukan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD