Terluka

2116 Words
Dalila menatap tidak percaya pada Nich, yang saat ini berusaha untuk mengajaknya makan siang. Rasanya saat ini Dalila ingin berteriak, apakah Nich gila? Tentu saja, untuk kesekian kalinya, Dalila kembali menjadi pusat perhatian orang-orang. Rasanya, semenjak Nich diperkenalkan menjadi bos besar yang baru, tidak ada hari yang berjalan bagi Dalila. Setiap harinya, ia selalu diganggu oleh pria di hadapannya ini. Dalila pun menghela napas dan berkata, “Tidak. Saya tidak bisa makan siang dengan Anda, Tuan.” Penolakan kesekian kalinya yang diberikan oleh Dalila ternyata masih belum berpengaruh pada Nich. Pria itu pun berkata, “Kenapa menolaknya? Tidak perlu sungkan. Jika merasa tidak nyaman, kita bisa makan di kantin saja. Aku juga penasaran untuk memiliki pengalaman makan di kantin.” Dalila merasakan pelipisnya berkedut. Kenapa Nich sama sekali tidak memahami apa yang ia katakan sebelumnya? Apa mungkin ia tidak cerdas seperti yang terlihat? Bahkan, Winter saja cukup diberikan perintah sekali dan ia akan mengerti. Padahal, Winter hanya seekor anjing dan bisa sepintar itu. Apakah Nich tidak bisa bersikap seperti Winter? Sepertinya nanti Dalila harus memperkenalkan Nich pada Winter. Agar Nich malu dengan sikapnya selama ini. Dalila menahan diri untuk tidak menghela napas. Ia menjawab, “Maaf. Tapi saya tetap tidak bisa makan siang bersama Anda, Tuan. Saya harus bergegas untuk menjalankan tugas dengan tim. Kami akan makan siang di tempat kami bertugas. Kalau begitu, saya permisi.” Setelah mengatakan hal itu Dalila pun beranjak pergi. Saat itulah Sasya dan Gery muncul di kedua sisi gadis satu itu. “Wah, ternyata Tuan Nich benar-benar gigih untuk mendapatkan hatimu,” ucap Gery. “Betapa romantisnya dia tidak menyerah saat berulang kali kau tolak, Dalila. Sepertinya, ini sudah waktunya kau sedikit membuka hatinya untuknya,” ucap Sasya membuat kening Dalila mengernyitkan keningnya dalam-dalam. “Kenapa aku harus membuka hatiku untuknya, saat aku pada dasarnya tidak memiliki perasaan apa pun padanya?” tanya Dalila benar-benar tidak memahami perkataan Sasya. Namun, ternyata ucapan Dalila lebih tidak bisa dipahami oleh Sasya dan Gary. Mereka tidak mengerti, bagaimana bisa Dalila tidak memiliki perasaan apa pun, atau sedikit saja rasa tertarik pada Nich. Padahal sudah jelas-jelas jika Nich adalah pria yang penuh akan pesona. Selain itu, Nich adalah orang yang kaya raya. Jika Dalila membuka hatinya untuk Nich. Bukankah hal itu akan memudahkan masa depannya? Dalila memegang kekuasaan dan koneksi yang luar biasa yang tentu saja akan mempermudah kehidupannya. “Sudahlah, sekarang mari fokus dengan tugas kita,” ucap Dalila pada kedua rekannya sembari naik ke dalam mobil yang akan membawa mereka ke tempat di mana mereka akan bertugas. Sasya dan Gary sendiri memilih untuk diam, karena Dalila sudah memberikan perintah tersebut pada mereka. Saat ini tim mereka memang mendapatkan tugas untuk mengawal sebuah rapat yang diselenggarakan oleh salah satu partai besar di negara mereka. Dalila sendiri secara khusus mendapatkan tugas untuk mengawal salah satu politikus perempuan yang sangat berpengaruh. Kebetulan, ia memang salah satu klien yang memang selalu menggunakan pengawalan Dalila. Tidak membutuhkan waktu lama, mereka pun tiba di tempat yang dijadikan sebagai tempat rapat. Karena para politikus dan anggota partai belum datang, maka Dalila dan pengawal lainnya harus segera bergegas untuk menyisir area tersebut dengan bekerja sama dengan pihak kepolisian yang juga tengah bertugas. Mereka harus memastikan jika tempat tersebut aman, tanpa ada bahaya yang membuat kacau acara nantinya. Penyisiran tersebut berlangsung cepat, karena bantuan berbagai pihak. Dalila dan timnya segera bergegas di tempat mereka. Tak lama puluhan mobil mewah datang secara beruntun. Mobil-mobil itu membawa para politikus dan anggota partai yang akan menghadiri acara rapat tersebut. Dalila segera mendekati salah satu mobil, yang ia kenali sebagai mobil kliennya. Begitu mobil terbuka, Dalila pun tersenyum dan memberikan hormat. “Selamat pagi, Nyonya Weny,” ucap Dalila. Weny yang mendengar hal itu pun tersenyum. “Selamat pagi juga, Dalila. Tampaknya kau semakin cantik saja,” ucap Weny sembari menerima uluran tangan Dalila tersebut. Dalila memang membantu Weny untuk turun dari mobilnya. Setelah Weny turun dari mobilnya secara sempurna, Dalila pun berkata, “Saya rasa, Nyonya yang lebih cantik. Bahkan saya rasa, Anda terlihat lebih muda daripada terakhir kali bertemu.” Ucapan Dalila disambut gelak tawa Weny. Hubungan keduanya memang akrab. Ini bukan kali kedua atau ketiga Weny menggunakan jasa pengawalan Dalila. Ia sudah berulang kali menggunakan jasa pengawalannya. Dan Weny selalu puas akan pengawan Dalila. Gadis muda ini seakan-akan bisa memahami setiap hal yang Weny inginkan, tanpa harus Weny mengatakannya lebih dulu. Dalila pun segera beranjak untuk mengawal Weny memasuki gedung rapat. Semuanya berjalan dengan lancar. Rapat pun menghasilkan beberapa keputusan yang membuat semua anggota partai merasa puas. Rapat diakhiri dengan damai, dan semua orang tersenyum karena hasil rapat tersebut. Dalila yang semenjak tadi terus berada di sekitar Weny, tentu saja mengawal sang klien kembali saat waktunya Weny meninggalkan tempat tersebut. Namun, begitu ke luar dari gedung, ada penyerangan yang tidak terduga. Tentu saja para polisi dan pengawal yang bertugas, segera memblokir penyerangan yang ditujukan pada para politikus ternama tersebut. Dalila sendiri segera melindungi Weny, dan membuat politikus itu berdiri di belakang punggungnya. Semuanya terlihat aman bagi Dalila, tetapi sedetik kemudian, Dalila merasakan bahaya di belakangnya. Ia pun secara refleks menarik Weny untuk berdiri di hadapannya, dan berbalik tepat waktu. Dalila meringis saat merasakan pahanya tertusuk, menggantikan Weny. Namun, Dalila menggertakan giginya, dan segera berbalik menyerang penyerang itu. Bukan hal sulit bagi Dalila untuk melumpuhkan penyerang tersebut. Ia berhasil melumpuhkan lawannya, tetapi darah dari luka tusuk pada pahanya masih mengucur deras. Meskipun begitu, Dalila memilih untuk mengabaikan lukanya dan berbalik menatap kliennya. “Nyonya tidak terluka, bukan?” tanya Dalila terlihat cemas dengan kondisi sang klien. Tadi adalah situasi yang sangat tidak terduga, dan untung saja Dalila mendapatkan firasat serta mengambil langkah yang tepat. Jika tidak, rasanya Dalila akan kehilangan karirnya saat ini juga karena tidak bisa melindungi Weny. Weny menggenggam tangan Dalila dan berkata, “Ini bukan saatnya bagimu mengkhawatirkan diriku, Dalila! Kau terluka!” Dalila mengulum senyum. Lebih tepatnya memaksa untuk mengulum senyum. Tentu saja bohong jika Dalila berkata bahwa saat ini dirinya tidak merasa sakit. Bagaimana mungkin dirinya tidak merasa sakit, sementara pisau itu benar-benar menacap dan mengoyak dagingnya. Saat ini saja Dalila bisa merasakan darah yang mengalir deras dari lukanya. “Saya tidak apa-apa. Sekarang, Nyonya harus bergegas meninggalkan tempat ini. Sebelum ada penyerangan yang lebih berbahaya. Nanti, akan ada sebuah pasukan yang mengikuti dan mengawal hingga Nyonya tiba di kediaman Nyonya,” ucap Dalila menenangkan kliennya. Saat ini, hal yagn paling utama adalah memastikan jika kliennya berada dalam kondisi aman. Karena itulah Dalila memilih untuk mengabaikan rasa sakit yang tengah ia rasakan itu. Weny tidak bisa menolak, karena itu adalah hal yang paling benar ia lakukan saat ini. Weny pun segera bergegas pergi. Lalu setelah semua penyerang berhasil dilumpuhkan dan diambil alih oleh pihak kepolisian, Gary dan Sasya segera mendekat pada Dalila yang tengah membebat luka pada pahanya. Gary pun berniat untuk segera mengantarkan Dalila ke rumah sakit, tetapi Dalila menggeleng. “Tidak, jangan cemaskan kondisiku. Sekarang fokus dengan tugas kalian. Untuk saat ini, aku akan meminta izin untuk kembali dan mengobati lukaku. Aku minta kalian untuk menjelaskan hal ini pada ketua tim. Selain itu, tolong urus masalah kompensasiku dengan ketua tim,” ucap Dalila. Sasya dan Gary tentu saja merasa cemas. Bukan hanya keduanya, semua orang saat ini merasa cemas dengan kondisi Dalila tersebut. Namun, melihat Dalila yang masih bisa membicarakan masalah uang dengan santai, mereka pun berpikir jika Dalila tidak mengalami luka yang parah. Sasya pun berkata, “Kami akan mengurusnya. Kalau begitu pergilah, obati lukamu dengan benar. Jika memang sulit, kau bisa menghubungiku. Aku akan membantumu.” Dalila mengangguk. Ia menyungingkan senyuman manis, seakan-akan apa yang terjadi bukanlah masalah yang berarti baginya. “Terima kasih atas perhatian dan bantuan kalian semua,” ucap Dalila.       **         Sebelumnya Dalila memang bisa bersikap santai walaupun terluka, tetapi begitu dirinya tiba di rumah, Dalila tidak bisa menahan diri untuk meringis menahan rasa sakit yang saat ini ia rasakan. Napas Dalila bahkan terdengar berat karena luka yang ia rasakan tersebut. Dalila sempoyongan saat dirinya menuangkan makanan yang ia beli untuk Winter. Meskipun Dalila kesakitan sekali pun, setidaknya ia tidak boleh sampai membuat Winter kelaparan. Setelah memastikan jika makanan Winter siap, Dalila beranjak untuk masuk ke dalam kamarnya. Winter yang melihat luka Dalila mulai menggonggong, tetapi Dalila yang mendengar hal itu sama sekali tidak bisa bereaksi. Tidak hanya pada lukanya, kini Dalila merasa jika sekujur tubuhnya terasa sangat sakit. Hal yang selalu ia rasakan ketika dirinya mendapatkan luka pada tubuhnya. Dalila mengabaikan Winter dan segera membilas lukanya dan mengobatinya dengan keahlian yang ia miliki. Karena ketidaksukaan Dalila pada rumah sakit, ditambah dengan fakta bahwa Dalila bekerja di dunia yang membuat dirinya riskan terluka. Karena itulah kemampuannya dalam mengobati luka seperti ini menjadi meningkat. Dalila bahkan memiliki kemampuan dalam menjahit. Namun, untuk kali ini Dalila tidak akan menjahit lukanya. Tubuhnya sudah terlalu sakit. Ia bahkan sudah kehilangan fokus. Jika dirinya sampai memaksakan diri untuk menjahit lukanya, sudah dipastikan jika dirinya akan melakukan kesalahan. Setelah mengoleskan obat anti infeksi, Dalila pun memilih untuk membebat lukanya dan berbaring di atas ranjangnya. Dalila memejamkan matanya dan mengatur napasnya yang semakin lama semakin memberat. “Aku setidaknya harus berganti pakaian,” gumam Dalila lalu susah payah bangkit dan mengganti pakaiannya. Ternyata Winter masih saja mengikuti dan menunggu Dalila. Winter sepertinya menyadari apa yang terjadi dengan Dalila, dan kemungkinan besar tengah merasa cemas. Hal itu membuat Dalila yang baru saja ke luar dari kamar mandi, segera mengelus puncak kepala dari Winter dan berkata, “Aku tidak bisa menemanimu bermain. Aku harus beristirahat. Makanlah makananmu, lalu tidur. Jadilah anak baik.” Setelah mengatakan hal itu, Dalila kembali masuk ke dalam kamarnya dan benar-benar bersiap untuk tidur. Tubuhnya yang sakit dan lelah, memaksa Dalila untuk tidur dengan cepat. Dalam tidurnya, Dalila mengerang pelan. Merasakan sakit yang menyiksa tubuhnya. Dalila demam, dan keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya yang menggigil. Hal ini selalu terjadi saat Dalila mengalami kejadian yang membuatnya mengalami luka fisik. Sebenarnya, ada sebuah rahasia yang membuat Dalila tidak mau ke rumah sakit. Hal itu adalah, separah apa pun luka yang Dalila dapatkan, tidak akan membutuhkan waktu lama bagi Dalila untuk puluh. Paling lama, Dalila hanya membutuhkan waktu selama satu minggu, agar lukanya benar-benar sembuh dan tidak meninggalkan bekas. Tentu saja itu adalah hal yang terasa tidak masuk akal. Jika ada orang yang mengetahuinya, pasti Dalila akan dijadikan objek percobaan para ilmuan. Sebab itulah, sejak kecil mendiang ayah Dalila memilih untuk merawat Dalila sendiri. Ia juga memberikan pelajaran ilmu pengobatan pertama. Agar Dalila tidak perlu bantuan orang lain jika terluka, dan rahasinya akan tertap terjaga. Semenjak jadi pengawal pun, Dalila selalu menghindar jika rekannya akan membawany ke rumah sakit, ketika dirinya mengalami kecelakaan saat bertugas. Daripada ke rumah sakit, Dalila akan mengobati lukanya sendiri dan meminta kompensasi dari klien dan perusahaannya. Meskipun terdengar menguntungkan, ada efek samping dalam hal tersebut. Dalila memang cepat sembuh, tetapi malam saat di mana dirinya terluka, akan terasa sangat menyiksa. Dalila akan merasakan sakit di sekujur tubuhnya, dan dirinya akan demam tinggi. Saat dirinya masih memiliki sang ayah, Dalila akan melewati malam yang menyiksa itu dengan ditemani oleh ayahnya. Namun, semenjak sepeninggal ayahnya, Dalila harus menghadapinya seorang diri. Dalila harus menghadapi akumulasi rasa sakit yang seharusnya orang normal hadapi selama berminggu-minggu, menjadi satu malam saja. Bisa dibayangkan seberapa sakitnya Dalila malam ini. Namun, Dalila tidak bisa meminta tolong pada siapa pun. Ia hanya bisa menangis dalam tidurnya. Alam bawah sadarnya pun saat ini tengah menderita. Untungnya, Winter segera mengambil wujud manusia. Ia duduk di tepi ranjang dan meletakkan telapak tangannya di kening Dalila yang dibasahi oleh keringat dingin. Suhu tubuh Dalila yang sebelumnya terlampau tinggi, secara perlahan kembali turun. Membuat Dalila yang sebelumnya mengerang kesakitan, secara perlahan kembali tenang. Ia bahkan tidak mengigaukan apa pun, dan napasnya yang sebelumnya terlihat berat, sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. “Pasti berat menghadapinya sendirian seperti ini,” ucap Winter. Setelah memastikan jika Dalila tidak demam lagi, Winter menyingkap selimut Dalila, dan menarik sedikit guan tidur Dalila agar menunjukan bebat luka pada paha Dalila yang terluka. Winter pun mengulurkan tangannya. Tanpa menyentuh luka tersebut, ia pun berusaha untuk menyembuhkannya. Pendar cahaya emas menyentuh dan melingkupi bebat luka pada paha Dalila. “Ini memang tidak akan sepenuhnya menyembuhkan lukamu. Tapi ini lebih dari cukup untuk membuatmu tidak lagi merasakan sakit,” ucap Winter berbicara sendiri. Ia pun kembai menatap wajah Dalila. Dengan lembut, ia menyeka keringat pada kening dan pipi Dalila yang putih mulus. “Pekerjaan ini terlalu berbahaya untukmu. Sepertinya, aku harus segera menunjukan diri, dan menjelaskan situasi ini padamu,” ucap Winter sembari mengernyitkan kening. “Ya, aku harus bergegas. Karena aku memiliki firasat, mayat hidup itu akan melakukan sesuatu yang besar,” gumam Winter sebelum menggenggam dan mengecup punggung tangan Dalila dengan lembut, tepat pada detak nadi sang gadis yang kini terlelap dengan begitu tenang.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD