Dalila terlihat kehilangan fokus. Ia baru saja membaca sebuah artikel mengenai Nich, bos besarnya ternyata benar-benar sudah mati. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Max sebelumnya. Sebelumnya, fokus Dalila teralihkan hingga tidak menanyakan hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Akan tetapi, ternyata Max kembali mengungkit masalah itu, setelah Dalila tenang dan memahami situasi yang tengah terjadi. Max pun menunjukan artikel yang berkaitan dengan kematian Nich, untuk membutktikan perkataannya bahwa Nich memang sudah mati.
Namun, dalam artikel tersebut dikatakan jika Nich mati karena bunuh diri. Berbeda dengan penjelasan dari Max yang mengatakan jika Dalila yang sudah membunuh Nich. Sebenarnya, hingga saat ini pun Dalila masih tidak percaya dengan perkataan Max. Pria itu mengatakan jika Dalila yang membuat Nich mati dengan tangannya sendiri. Tentu saja itu adalah pernyataan yang terasa sangat tidak masuk akal baginya.
Max yang saat ini tengah duduk di samping Dalila, mengamati ekspresi gadis itu dalam diam. Ia bisa membaca pemikiran Dalila, bahwa apa yang tengah ia hadapi terasa sangat tidak masuk akal. Dalila pasti tidak percaya jika dirinya sendirilah yang sudah membuat Nich mati. Apalagi dengan fakta bahwa Nich sendiri adalah seorang vampire, makhluk abadi yang hidup dengan mengonsumsi darah makhluk hidup yang lain. Makhluk yang sering kali dikisahkan dalam sebuah n****+ misteri atau romansa. Entah menjadi tokoh penebar teror, atau sebagai tokoh romantis yang mencintai kekasihnya dengan sepenuh jiwa.
Max pun berkata, “Nich benar-benar mati karenamu. Saat itu, kau tengah kehilangan kendali, karena kekuatanmu terbangkitkan. Karena itulah kau tidak akan mengingat kejadian tersebut. Jika mau, aku bisa menunjukan kamera pengawas yang merekam momen itu. Mengenai artikel yang sebelumnya kau baca, itu adalah upaya yang dilakukan oleh Asosiasi Kaum Immortal untuk melindungi dirimu.”
“Asosiasi Kaum Immortal? Apalagi itu?” tanya Dalila terlihat begitu lelah. Rasanya, kepala Dalila saat ini ingin pecah karena informasi yang ia terima. Terlalu banyak informasi baru yang ia dapatkan dan rasanya memenuhi kepalanya. Jika saja Max masih berusaha untuk menjejalkan informasi baru padanya, Dalila tidak yakin apa yang akan terjadi nantinya.
Dalila rasa, situasi saat ini lebih parah daripada situasi ketika dirinya bersiap menghadapi ujian. Di mana dirinya memaksa untuk belajar kebut semalam. Berusaha untuk menjejalkan semua pelajaran yang ia tebak akan muncul di ujian dalam semalam. Rasa pusing dan frustasi saat itu masaih terbayang oleh Dalila, dan membuatnya bersumpah untuk tidak lagi mengikuti ujian yang memusingkan. Namun, ternyata Dalila malah menghadapi hal yang lebih sulit daripada sebuah ujian sekolah.
Max menyilangkan kakinya dan menjawab, “Itu adalah asosiasi yang memastikan jika semua kaum immortal yang bergabung dalam asosiasi, tidak mengganggu kehidupan para manusia, dan mematuhi peraturan yang ada. Seperti yang sebelumnya sudah kujelaskan, kita para kaum immortal harus menyembunyikan identitas kami, dan hidup berdampingan dengan para manusia. Demi menjaga kenyamanan dan kedamaian. Keberadaan kami bahkan dilindungi secara hukum. Tentu saja hukum yang dibentuk secara rahasia.”
Penjelasan Max semakin membuat Dalila merasa pusing. Dalila yang saat ini tengah berada di dalam sebuah mobil mewah, memilih untuk melihat pemandangan yang dilewati. Dalila masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang ia ketahui. Menurut penjelasan Max, pada kaum immortal yang selama ini hanya dianggap sebagai legenda atau mitologi, sebenarnya hidup di tengah-tengah para manusia. Namun, sesuai dengan peraturan asosiasi, mereka harus menyembunyikan identitas. Bagi mereka yang tidak mau hidup berbaur dengan para manusia, mereka bisa tinggal di sebuah kota yang khusus ditinggali oleh para kaum immortal. Kini, Dalila sendiri tengah berada di kota tersebut.
Kota ini berada jauh di pedalaman dan memiliki akses terdekat dengan kota Albarracin, kota indah yang hanya berpopulasikan 1075 jiwa. Kota di mana para kaum immortal tinggal memang berada di pedalaman, tetapi memiliki peradaban yang maju. Bahkan lebih maju daripada peradaban dunia manusia. Semua yang berada di hadapan mata Dalila adalah hal yang nyata. Max bahkan melakukan transformasi di hadapannya secara langsung. Nich juga melakukan hal yang sama. Semuanya sangat nyata, tetapi Dalila masih belum bisa menerima kenyataan ini secara sepenuhnya. Apalagi saat Max menyebut bahwa Dalila bukanlah manusia melainkan bagian dari makhluk immortal.
Meskipun Dalila tidak mengatakan apa pun, tetapi Max sendiri bisa menebak jika ada banyak hal yang tengah memenuhi benak gadis tangguh itu. Jika saja Dalila bukan gadis yang tangguh, saat ini pasti Dalila sudah jatuh tidak sadarkan diri karena semua yang ia lihat dan ketahui. Max sendiri harus mengacungkan jempol untuk Dalila yang saat ini bisa memiliki sikap yang begitu tenang.
“Aku yakin kau masih memiliki banyak keraguan. Karena itulah, kini aku membawamu untuk bertemu para pemimpin atau tetua dari Asosiasi Kaum Immortal.”
Begitu Max selesai berbicara, mobil mewah yang membawa mereka berhenti di sebuah bangunan megah, tetapi bernuansa gelap. Meskipun begitu, bangunan tersebut sama sekali tidak terlihat menakutkan. Dalila malah merasa jika bangunan itu terlihat memiliki wibawa yang sulit ia jelaskan. Dalila turun dari mobil tanpa menunggu Max membukakan pintu untuknya. Dalila bahkan mengabaikan uluran tangan Max yang akan mengawalnya. Dalila pun bertanya, “Tepati janjimu. Pulangkan aku setelah mempertemukanku dengan para pemimpin itu.”
“Aku akan menepati janjiku. Tapi kau juga harus ingat, aku akan mengembalikanmu ke dunia manusia, jika kau memang bukanlah mate dariku. Karena jika kita memang pasangan, maka kita tidak bisa menolak takdir kita.”
“Aku yakin, kita sama sekali bukan pasangan. Jika pun iya, aku sendiri yang akan merusak takdir itu,” ucap Dalila penuh rasa percaya diri. Tentu saja Dalila percaya diri jika dirinya bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia bisa kembali ke kehidupan normalnya. Jika tidak ada jalan, maka ia sendiri yang akan menciptakan jalan itu dengan tangannya sendiri. Terdengar keras kepala, tetapi itulah dirinya.
Sayangnya, kepercayaan diri Dalila dipatahkan begitu saja. Karena para tetua yang terdiri dari Arfel—tetua dari kaum vampire, Alyson—tetua dari kaum siren, dan Tyska—tetua dari kaum elf, dengan mudah membuat penampilan asli Dalila muncul. Rambut yang berwarna cokelat gelap, berubah menjadi cokelat keemasan, dan netranya yang berwarna biru jernih, berubah menjadi berwarna merah, dan berwarna keemasan.Kuku Dalila juga memanjang secara ajaib. Tentu saja penampilan tersebut membuktikan bahwa Dalila memanglah bukan manusia.
Dalila menatap penampilan barunya itu dengan tatapan kosong. Seakan-akan Dalila tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Meskipun Dalila berdiri di depan cermin, sosok yang berada di pantulan cermin rasanya sangat asing bagi Dalila. Ia sama sekali tidak mengenalinya. Jika saja tidak ada yang menyebut jika pantulan itu adalah dirinya sendiri, Dalila yakin jika dirinya tidak akan mengenali pantulan dirinya sendiri.
“Dalila, kau adalah pasangan yang ditakdirkan Tuhan untuk Max. Kalian tercipta untuk saling mencintai dan melindungi. Karena itulah, kalian harus menikah,” ucap Arfel membuat Dalila menggeleng panik. Arfel sendiri adalah tetua yang berasal dari kaum vampir.
Kini, Dalila sudah kembali berpenampilan normal. “Tidak, aku tidak mau menikah dengan pria ini. Selain itu, aku ingin dikembalikan ke kehidupanku yang sebelumnya. Aku akan merahasiakan apa yang sudah aku ketahui, tetapi aku ingin mendapatkan kehidupanku sebelumnya tanpa harus diganggu sedikit pun oleh kalian,” ucap Dalila berusaha untuk memberikan penawaran.
Dalila sadar, jika jalannya untuk melarikan diri dari situasi gila ini semakin menyempit. Entah memang benar dirinya memanglah termasuk pada golongan makhluk immortal atau tidak. Namun, Dalila sadar jika kini dirinya tengah berada di tengah-tengah orang yang memiliki kekuatan yang tidak masuk akal. Kekuatan yang mereka miliki jelas melampaui bayangan dan akal sehat Dalila. Ia tidak boleh bertindak gegabah, demi kesalamatan dirinya sendiri.
Sayangnya, para tetua kaum immortal itu menggeleng. “Kau harus menikah dengan Max, Dalila. Jika tidak, nyawamu akan dalam bahaya,” ucap Tyska lembut. Karena berasal dari kaum elf yang memang memiliki sifat dasar lembut dan penuh kasih, maka Tyska memiliki kemampuan membujuk yang cukup baik.
“Bukan hanya nyawamu yang berada dalam bahaya, tetapi nyawa kaum manusia juga akan berada dalam bahaya,” tambah Alison yang berasal dari kaum siren.
Dalila menggeleng panik. Sebelumnya, ia mungkin masih bisa mempertahankan akal sehatnya. Ia bisa bersikap tenang dan melakukan hal yang benar. Namun, kali ini dirinya tidak bisa kembali bersikap seperti itu. Dalila rasanya sudah sangat frustasi. “Tidak, aku tidak mau menikah dengannya. Lagi pula, aku adalah manusia. Aku bukan termasuk bagian kalian. Perubahan yang kalian tunjukan sebelumnya mungkin saja adalah pengaruh sihir yang kalian gunakan. Aku adalah manusia, putri dari Fion Luz,” ucap Dalila.
Tyska yang terbilang paling bisa memahami apa yang dirasakan oleh Dalila saat ini, segera menggenggam tangan Dalila. Ia pun berkata, “Dalila, sihir yang kami gunakan tidak bisa mengubah penampilanmu. Sihir itu hanya bisa melemahkan segelmu. Untuk ke depannya, jika kau sudha terlatih dan bisa mengendalikan kekuatanmu sendiri, kau sendiri bisa mengubah penampilanmu sesukamu. Lalu, mengenai masalah orang tua, Fion Luz bukanlah ayah kandungmu, Dalila. Dia hanya mengadopsimu.”
Dalila yang mendengar hal itu pun menggeleng. Ia bahkan terkekeh sarkas. “Jangan mengatakan omong kosong!” seru Dalila sembari menepis kasar tangan Tyska yang sebelumnya masih menggenggam tangannya.
“Satu pun orang di sini tidak ada yang mengatakan omong kosong, Dalila. Apa yang kami katakan adalah fakta. Termasuk mengenai kewajibanmu untuk menikah dengan Max. Jika kau masih saja menghindar dari kewajiban ini, maka kau akan melihat dunia ini kacau balau dan tinggal menunggu waktu untuk hancur,” ucap Arfel, sang tetua dari kaum vampire yang memang terbilang paling bisa berpikir dengan dingin.
Dalila terlihat sangat ling-lung saat ini. Sementara Max yang berada di sudut ruangan sama sekali tidak terlihat tergerak untuk menenangkan atau membuju Dalila. Ia malah menyeringai, seakan-akan senang menonton kesulitan calon istrinya itu. Alyson yang melihatnya pun menghela napas. Max memang pendiam, tetapi saat dirinya menemukan hal yang menarik untuknya, ia sama sekali tidak akan membiarkannya lepas dari tangannya. Padahal, para tetua yakin jika Max bisa menjadikan Dalila istrinya dengan kemampuannya sendiri. Namun, Max memaksa untuk meminta para tetua membantunya.
Alyson sendiri yakin, jika Max memang sengaja melakukannya untuk melihat hal ini. Rasanya Alyson ingin memberikan pelajaran pada salah satu kaum Immortal yang memiliki kekuatan luar biasa itu. Agar Max tidak bermain-main seperti ini lagi. Namun, untuk kali ini Alyson harus membantunya, karena situasi benar-benar sangat mendesak. “Dalila, menikahlah dengan Max. Karena tidak ada jalan kembali untukmu. Menikah dengannya, atau kematian bagi kita semua,” ucap Alyson.
“Sudah kubilang, kau harus menikah denganku,” ucap Max dengan nada main-main. Max sendiri termasuk dalam pemimpin asosiasi kaum immortal. Karena dia adalah seorang alpha atau pemimpin dari kaum manusia serigala, secara alami ia memang termasuk ke dalam daftar pemimpin asosiasi kaum immortal. Max adalah pemimpin termuda yang berada di sana, tetapi memiliki kekuatan yang seimbang dengan para pemimpin kaum lain yang sudah berumur ribuan tahun.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Max, Dalila menatap pria itu dengan kesal dan bertanya, “Tutup mulutmu! Memangnya siapa yang mau menikah dengan pria sepertimu?!”
Nada Dalila yang meninggi membuat para tetua terkejut. Apalagi perkataan Dalila jelas sangat memprovokasi Max. Hal itu membuat para tetua agak gugup. Walaupun Max adalah yang termuda di antara mereka, tetapi Max yang paling sulit untuk dikendalikan. Ia selalu bertindak dengan prinsipnya sendiri. Max juga agak tempramen. Jujur saja, sekarang para tetua cemas bahwa Dalila akan mendapatkan kemarahan Max. Namun, ternyata Max malah terlihat senang bermain-main.
Dengan ekspresi datar, Max pun berkata, “Memangnya siapa yang menanyakan pendapatmu? Mau tidak mau, kau harus mau menjadi istriku.”