Dalila menatap pantulan dirinya pada cermin, dan jelas-jelas merasa jika gadis yang ia tatap bukanlah dirinya sendiri. Hal itu terjadi karena kini Dalila memiliki penampilan yang berbeda daripada biasanya. Dalila tampil dengan tatanan rambut yang dicepol rendah dengan dihiasi oleh asesoris manis yang terlihat mahal. Wajahnya yang sudah cantik, semakin cantik saja. Ditambah dengan gaun putih yang elegan membalut tubuhnya yang indah.
Benar, ini adalah hari pernikahan Dalila dan Max. Pernikahan yang tentu saja belum bisa diterima sepenuhnya oleh Dalila. Namun, Dalila sadar jika dirinya tidak bisa terus menolak pernikahan yang ternyata memang sudah dipersiapkan oleh Max dan para tetua yang lain. Selain karena Dalila tidak ada tempati lagi bagi Dalila, Max sendiri sudah menjelaskan jika situasi saat ini sangat genting.
Pertama, Dalila sudah membunuh Nich karena ledakan kekuatannya. Hal itu membuat Max harus menutupi berita tersebut dengan menutupi kematian Nich sebagai bunuh diri. Namun, Max tidak bisa menutupi keberadaan Dalila sebagai seorang anak campuran. Kaum pembelot yang memang sudah memburu Dalila sejak lama, tentu saja sudah menyadari ledakan kekuatan Dalila, dan sekarang pasti kembali melakukan pengejaran. Mereka memang sudah sangat mengincar Dalila, untuk memanfaatkan kekuatan Dalila untuk meraih apa yang mereka inginkan.
Kaum pembelot sendiri adalah kaum immortal yang tidak mau mematuhi perintah Sang Pencipta. Ribuan tahun yang lalu, Sang Pencipta sudah memberikan perintah pada kaum immortal agar hidup berdampingan dengan kaum mortal atau yang lebih dikenal sebagi kaum manusia. Sang Pencipta memberkahi kekuatan yang luar biasa pada kaum immortal untuk dipergunakan menjaga keseimbangan dan kedamaian dunia. Sayangnya, tidak semua kaum immortal mematuhi perintah tersebut. Ada sebagian kaum immortal yang merasa lebih superior dan ingin menguasai serta berada di atas kaum manusia.
Dulu minoritas kaum immortal yang tidak menuruti perintah Sang Pencipta, membuat kekacauan yang membuat hubungan antara dua kaum menjadi sangat buruk. Alhasil para petinggi kaum immortal pun memilih untuk membuat sebuah asosiasi kaum immortal yang nantinya, para pemimpinnya akan menjembatani hubungan antara kaum immortal dan kaum manusia. Semenjak saat ini, kaum immortal terpecah menjadi dua kubu. Ada kubu yang patuh akan perintah Sang Pencipta, serta kubu di mana mereka mengkhianati kepercayaan Sang Pencipta dan disebut sebagai kaum pembelot.
“Semuanya sudah selesai, Nona. Ini buket bunganya,” ucap seorang pelayan yang sebelumnya membantu Dalila untuk berias.
Saat ini sebenarnya Dalila sudah benar-benar siap. Ia sudah mengenakan riasan dan gaun yang sempurna. Namun, ia belum bisa ke luar karena harus menunggu orang yang akan menjemputnya menuju altar. Dalila kembali larut dengan pemikirannya sendiri, hingga seseorang masuk ke dalam ruangan tersebut dan memanggil Dalila lembut, “Dalila, kau sudah siap?”
Dalila tentu saja menoleh dan melihat Tyska yang juga mengenakan gaun yang terlihat begitu cantik. Tyska berasal dari kaum Elf, memiliki pembawaan yang lembut dan anggun. Ada kesan penuh kasih di setiap tindakan yang ia lakukan, karena itulah sifat alami dari kaum Elf itu sendiri. Tyska tersenyum saat bisa melihat betapa Dalila saat ini tengah merasa gugup.
“Kau pasti tengah merasa gugup, bukan?” tanya Tyska lalu menggenggam tangan Dalila yang bebas. Karena tangan Dalila yang lain terlihat menggenggam buket bunga yang sebelumnya diberikan oleh pelayan.
“Ya, aku tidak bisa berbohong. Aku memang merasa sangat gugup. Jujur saja, aku bahkan tidak pernah membayangkan jika aku akan menikah secepat ini. Apalagi ternyata aku menikah dengan seseorang yang tidak pernah aku duga,” ucap Dalila jujur.
Tyska tersenyum. Ia mengulurkan tangannya dan menyentuh kelopak bunga pada buket yang berada dalam genggaman Dalila. Secara ajaib, bunga-bunga itu berganti jenis. Namun, kali ini bunga-bunga itu terlihat lebih indah. Dalila sendiri lebih menyukai buket bunga yang saat ini, dan hal itu membuat ekspresinya secara alami lebih baik daripada sebelumnya.
“Aku memang tidak bisa memberikan penghiburan yang terlalu jauh, mengingat aku sendiri sadar bahwa situasi ini memang sulit untukmu. Apalagi, baru-baru ini kau terus saja dihadapkan dengan situasi yang sulit dan tak terduga. Namun, ada sesuatu yang perlu aku katakan padamu, Dalila,” ucap Tyska membuat Dalila menarik pandangannya dari buket bunga dan menatap perempuan cantik yang sudah berusia ribuan tahun itu.
Dengan yang lain, Dalila merasakan sebuah jarak dan perbedaan yang secara alami membuat Dalila enggan untuk berdekatan dengan mereka. Namun, Tyska berbeda. Ia adalah sosok lembut yang membuat orang-orang merasa nyaman di sekitarnya. Itulah yang Dalila rasakan, dan hal tersebut mendorong Dalila untuk mau menerima dan mendengarkan apa yang Tyska katakan padanya. Mengingat memang, Dalila sudah cukup menerima Tyska dalam lingkungannya.
“Tidak perlu cemas atau ragu akan hal apa pun, Dalila. Percayalah, Max akan menjaga dan mencintaimu dengan sepenuh hati,” ucap Tyska sembari tersenyum. Seakan-akan dirinya memiliki kepercayaan penuh bahwa nantinya Max memang akan mencintai Dalila dengan sepenuh jiwa.
“Tidak, aku rasa kami tidak akan pernah bisa saling mencintai. Apalagi dengan sifat kami yang bertolak belakang ini. Max, tidak mungkin mencintaiku, apalagi dengan sepenuh hati,” ucap Dalila menolak apa yang dikatakan oleh Tyska.
Namun, ucapan tersebut membuat Tyska lagi-lagi mengulum senyuman lembutnya. “Kau tidak bisa meremehkan ikatan yang disebut sebagai pasangan takdir. Kalian adalah soulmate yang sudah diciptakan oleh Sang Pencipta. Sebenarnya sistem ini sudah tidak lagi ada sejak ribuan tahun yang lalu. Sistem soulmate sudah punah, tetapi kembali muncul saat Max bertemu denganmu sebagai seorang anak campuran. Mungkin, ini adalah pertanda jika kau akan membawa sebuah perubahan besar di dunia ini. Dalila, ingatlah satu hal. Tidak ada satu pun orang yang bisa melawan kuasa Sang Pencipta. Dengan takdir yang mengikat kalian, tinggal menunggu waktu agar perasaan yang dalam tumbuh untuk satu sama lain.”
Setelah mendengarkan nasihan dari Tyska, Dalila pun segera didampingi untuk melangkah menuju altar di mana pernikahan akan segera berlangsung. Kegugupan yang sebelumnya sudah tidak Dalila rasakan, kini kembali datang dan membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Rasanya, sudah sangat lama Dalila tidak merasakan rasa gugup seperti ini. Rasa gugup Dalila semakin menjadi, saat melihat tamu undangan yang mengenakan pakaian formal, tampak mengamatinya dalam diam.
Dalila tentu saja tahu jika mereka semua bukan manusia. Mereka datang dari berbagai kaum, untuk menyaksikan pernikahan pemimpin kaum manusia serigala yang ternyata memiliki takdir untuk menjadi pasangan sang anak campuran yang selama ini hanya menjadi sebuah legenda. Tyska yang mendampingi Dalila pun berbisik, “Tenanglah, Dalila. Tidak ada satu pun dari kami yang berniat buruk padamu. Sekarang pergilah.”
Tyska melepaskan tangannya saat Max sudah berada di hadpaan mereka dan mengambil alih Dalila dari Tyska. Dalila sendiri mematung melihat Max yang terlihat sangat berbeda dengan penampilan formalnya. Rambut hitamnya yang biasanya dibiarkan jatuh berantakan, kini terlihat ditata dengan begitu rapi. Tidak ada satu pun helai rambut yang dibiarkan ke luar dari penataannya. Pria yang memiliki tubuh tinggi dan kekar itu mengenakan set pakaian formal yang umum dikenakan oleh mempelai wanita.
Baik Dalila maupun Max sama-sama mengenakan pakaian yang umum dikenakan oleh pasangan pengantin. Namun, semuanya dipesan secara khusus untuk pernikahan tersebut dan dibuat dengan bahan yang paling berkualitas. Meskipun terkesan memiliki model yang umum, tetapi karena dikenakan oleh pasangan yang memiliki pesona yang sangat memukau, pakaian itu menjadi naik satu tingkat. Kini pakaian-pakaian itu terlihat begitu luar biasa.
Max mencium punggung tangan Dalila sebagai sebuah kesopanan sebelum membawa calon istrinya itu naik ke altar pemberkatan pernikahan. Sejak saat itu, rasanya semua berjalan dengan sangat cepat. Saking cepatnya, Dalila bahkan tidak bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Ia linglung dan tiba-tiba Max membuka veil yang ia kenakan. Lalu dengan begitu manisnya, Max meraih pinggang Dalila dan menempelkan tubuh mereka dengan begitu erat sebelum menghadiahkan sebuah kecupan manis pada bibirnya.
Jelas, Dalila terkejut. Bahkan kedua matanya membulat dengan sempurna, seakan-akan siap untuk melompat kapan saja dari rongganya. Max yang menyadari hal itu menyeringai. Merasa jika Dalila bertingkah manis. Orang-orang yang menghadiri acara pernikahan tersebut bertepuk tangan dan berdiri. Lalu mereka semua mengangkat tangan mereka ke udara lalu merapalkan mantra yang mendoakan kebahagiaan pasangan muda tersebut. Lalu, sebuah cahaya indah muncul dari setiap tangan tamu undangan yang berada di udara. Cahaya-cahaya itu melayang lalu menyatu sebelum meledak dengan cahaya yang menyilaukan.
Saat Dalila terpukau dengan keindahan yang baru pertama kali ia lihat, Max pun berbisik dan berkata, “Kita memang sudah menikah, tetapi kita baru dianggap resmi menjadi pasangan suami istri di mata hukum manusia. Di hukum kaum immortal, kita masih belum resmi menjadi pasangan suami istri.”
Mendengar hal itu, Dalila pun mengernyitkan keningnya. “Lalu, apa ada hal yang harus kita lakukan lagi untuk meresmikannya?” tanya Dalila sembari menjauhkan wajahnya. Karena Dalila tidak merasa nyaman berbicara tanpa melihat mata lawan bicaranya.
Saat Dalila menatap netra keemasan Max, ia tidak bisa menahan diri untuk kembali terpukau karenanya. Itu netra indah yang rasanya tidak akan pernah Dalila temukan pada lain orang. Hal yang memang sepertinya hanya pantas untuk dimiliki oleh seseorang yang sempurna seperti Max. Netra keemasan itu membuat penampilannya mendapatkan nilai sempurna.
Lalu Max pun kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Dalila. Max sepertinya sama sekali tidak sungkan menunjukan kedekatannya dengan Dalila di hadapan semua orang. Tepat di hadapan bibir Dalila yang terlihat merah merona, Max pun berbisik, “Ya. Ada hal lain yang harus kita lakukan. Tapi itu nanti, sekarang kita nikmati pesta pernikahan pertama dan terakhirmu ini, Dalila.”
***
“Apa kau bilang?!” tanya Dalila meninggikan suaranya membuat telinga Max berdenging karena nada tinggi yang digunakan oleh perempuan yang sudah berstatus istrinya itu.
Kini, keduanya sudah berada di dalam kamar utama. Tentu saja setelah rangkaian pesta yang membuat keduanya kelelahan. Dalila sendiri segera membersihkan diri dan berniat untuk mengistirahatkan tubuhnya yang menjerit untuk segera istirahat. Rasanya, Dalila belum pernah merasa selelah ini. Saat dirinya bertugas sebagai seorang pengawal pun, Dalila tidak pernah kehabisan energi seperti saat ini. Sepertinya, terlibat dengan orang-orang di sini memang menguras semua energi yang Dalila punya.
Max pun berkata, “Pertama, jangan meninggikan suaramu, Dalila. Kedua, kenapa kau terkejut? Aku hanya memintamu untuk menanggalkan gaun tidurmu. Bukankah itu hal yang wajar diminta oleh seorang suami?”
Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Max memang tidak ada salahnya. Namun, Dalila sama sekali tidak memiliki kesiapan untuk melakukan hal itu dengan Max. Terlebih Dalila masih terbayang bahwa sebelumnya Max adalah Winter, anjing peliharaannya. Dalila menggigit bibirnya dan berusaha untuk menjauh dari Max. Sementara Max sendiri melirik pada kaca balkon dan melihat jika bulan purnama sudah muncul secara sempurna. Ini adalah waktu yang tepat, untuk melakukan penandaan. Max tidak boleh sampai kehilangan momentum.
Dengan gerakan secepat kilat, Max menarik dan memeluk Dalila lembut sebelum menjatuhkan tubuh mereka ke atas ranjang. Dalila jelas terkejut karena gerakan Max bahkan tidak bisa ia lihat. Itu terlalu cepat hingga Dalila tidak bisa mengambil langkah antisipasi. Kini, Dalila sudah berbaring di atas ranjang yang dipenuhi oleh aroma maskulin miliki Max yang membuat sesuatu menggelitik hatinya. Namun, Dalila segera mengenyahkan pemikiran itu dan mendorong d**a Max. Tentu saja itu tidak berpengaruh pada Max.
Max sendiri berkata, “Ini akan sedikit terasa sakit.”
Sebelum Dalila bertanya apa yang dimaksud oleh Max, pria itu sudah lebih dulu menarik turun bagian gaun tidur Dalila pada bahunya. Setelah itu, Max menunjukan dua gigi taringnya dan menggigit tepat di atas tulang selangka Dalila. Tentu saja Dalila yang merasakan sengatan rasa sakit yang luar biasa, segera berontak kasar. Namun, Max memeluknya dengan lembut tetapi memastikan jika Dalila tidak akan menjauh darinya.
Netra Max yang berwarna keemasan terlihat berkilau. Lalu cahaya bulan purnama memasuki kamarnya dan melingkupi pasangan muda itu. Tak lama, sebuah cahaya keemasan muncul dagi gigitan Max. Cahaya itu terus membesar hingga memeluk pasangan itu. Sebelum benar-benar tertutupi cahaya keemasan itu Max pun berkata, “Selamat, kini kau sudah resmi menjadi Luna-ku, Dalila. Kau adalah Luna bagi kaum serigala. Nyonya besar yang akan mendapatkan semua kehormatan dan cinta dari kaumku. Kini, kau satu-satunya yang memiliki hati, jiwa, dan tubuhku.”