3rd Floor

1096 Words
            Keesokan paginya, Mrs. Marshall kembali ke rumah sakit St.Victoria. Ia mengendap-endap menuju gedung terbakar itu. Tapi, bahunya tiba-tiba ditahan oleh seseorang. Ia menoleh dan sekuriti memandangnya.             “Mohon maaf madam. Anda tidak bisa masuk ke dalam sana. Daerah itu terlarang.” tegurnya.             “Tolong biarkan aku masuk ke sana...aku harus mencari anakku di dalam...” ia memohon agar diperbolehkan masuk ke sana.             “Maaf madam. Sudah kami katakan bahwa anak anda tidak ada di dalam gedung itu. Kami sudah mencarinya dan tidak ada siapa-siapa di dalam sana !” petugas sekuriti itu nampaknya sudah hampir habis kesabaran dalam upayanya membujuk wanita itu.             Mrs. Marshall kembali pulang dengan sia-sia. Ia beberapa kali pergi ke rumah sakit itu untuk berusaha masuk ke dalam sana. Tapi, ia selalu dicegah oleh petugas sekuriti. Akibat tindakannya, gedung itu sekarang diawasi oleh sekuriti pada pintu masuknya.                                                                                                  ***               Seorang lelaki muda berkacamata turun dari sebuah mobil mewah berwarna hitam. Ia sangat rapi dan ada dua orang pengawal yang mengikutinya. Seorang pria membawa buku catatan berdiri di sampingnya, nampaknya ia adalah sekretarisnya. “Apa semua laporannya sudah disiapkan ?” tanya si direktur sambil berjalan menaiki tangga menuju pintu masuk rumah sakit St. Victoria. “Ya, sir. Saya sudah meminta mereka menyiapkan laporan keuangan dari awal tahun.” jawab sekretarisnya.             Sang direktur mengangguk dan ia berhenti di pintu masuk. Ada sesuatu yang menangkap perhatiannya. Seorang sekuriti sedang berjaga di pintu masuk gedung rusak. “Ada apa di sana ? Kenapa gedung itu jadi terbakar ? Kau tidak melaporkannya padaku ?” si direktur memandangnya tajam.             “Ah, maafkan saya sir. Saya lupa memberitahu anda bahwa tahun lalu gedung itu adalah gedung lama St. Victoria. Tapi, karena konsleting listrik, gedungnya terbakar hingga hangus seperti itu. Kami sudah meminta perusahaan konstruksi untuk menghancurkan gedungnya segera. Tapi, penduduk sekitar melakukan protes karena jika gedungnya dihancurkan, rumah mereka akan terkena reruntuhannya. Lokasi gedung itu terlalu dekat dengan perumahan di sekitar sini hingga menyulitkan kita untuk meruntuhkannya.” si asisten menunduk karena kesalahannya tidak melaporkan kejadian ini pada sang direktur.             Tidak ada jawaban dari direktur itu. Pandangannya kembali teralih saat manajer rumah sakit menghampirinya dengan hormat dan menyalaminya. “Oh Mr. Kleigh ! Kami telah menunggu anda !” pria itu tersenyum dan mempersilahkan Mike berjalan di depannya.             “Cari perusahaan konstruksi lain untuk menghancurkan gedung itu. Tapi, jangan merugikan penduduk sekitar.” perintah Mike kembali pada asistennya.             “Baik sir.”             Langkah kaki Mike kembali berhenti saat mendengar sebuah kegaduhan kecil dari arah gedung hangus itu. Ia menoleh dan melihat seorang wanita paruh baya sedang memohon –mohon pada petugas untuk masuk ke dalam gedung itu. “Ah, mohon maaf sir anda harus melihat kejadian ini. Kami akan segera membereskannya.” Si manajer dengan cepat menuntun Mike untuk berjalan kembali. Tapi, Mike tidak bergeming sama sekali.             “Katakan padaku apa yang terjadi, Benedict ?” Mike memandang tajam pada si manajer.             “Wanita itu kehilangan anak perempuannya. Dia selalu mengatakan bahwa anaknya ada di dalam gedung itu. Ini sudah 2 minggu sejak anaknya menghilang.” jelas Benedict. Mike mengerutkan keningnya.             “Kenapa anaknya bisa hilang di sana ?” gumam Mike.             “Menurut laporan, wanita itu melihat anaknya masuk ke dalam gedung hangus. Ia mengikutinya dan melihat anaknya masuk ke dalam lift. Lift itu sudah lama tidak berfungsi sir semenjak kebakaran tapi wanita itu mengatakan ia melihat lift itu menyala dan membawa anaknya ke lantai nomor 4. Kami sudah menyuruh teknisi untuk memeriksa tapi tidak menemukan siapapun di sana.” jawab Benedict lagi. “Anda tidak perlu khawatir tentang hal itu, sir. Wanita itu mungkin sedikit stress karena kehilangan anaknya.” lanjut lelaki itu lagi dan mempersilahkan Mike berjalan ke ruangannya.             Mike mengikutinya walaupun pikirannya masih terbayang akan sosok wanita paruh baya itu. Ia kembali tenggelam dalam tumpukan laporan yang harus dibacanya.             Hingga hampir jam 9 malam, Mike menyuruh para pengawalnya untuk pulang terlebih dahulu. Ia memilih untuk mengerjakan beberapa laporan yang menarik minatnya saat ini dan berpikir betapa kasihannya para pengawal yang harus berdiri di depan pintu menunggunya entah dari serangan apa. Mike sebenarnya enggan memakai pengawal jika bukan karena desakan Steve dan Nic yang menyuruhnya menyewa jasa seperti itu. Mereka beralasan bahwa Mike sekarang merupakan orang penting yang nyawanya bisa terancam kapan saja. Mike menyepelekan hal itu tapi mereka berkeras bahwa saingan Mike bisa bertindak di luar kendali dan mungkin banyak yang menginginkan kematiannya.             Hanya tinggal dia dan asistennya yang masih sibuk membaca laporan. Mike meletakkan laporan itu di meja dan mengurut keningnya yang sedikit lelah. Ia melepas kacamatanya selama beberapa menit hanya untuk mengistirahatkan matanya yang sibuk melihat angka.             Tidak berapa lama kemudian, Mike beranjak bangkit dari kursinya dan mengambil jas yang disampirkannya di belakang. “Ayo, Smith. Kurasa kita harus kembali. Aku sudah lelah.” ajak Mike dan asistennya Smith ikut berdiri membukakan pintu untuk mereka.             Rumah sakit cukup hening saat malam hari dan hanya ada beberapa suster yang berlalu lalang di lorong. Mereka sampai di depan pintu masuk dan Mike menunggu di sana sementara Smith mengambil mobil mereka.             Ia sibuk memandang sekeliling rumah sakit yang senyap. Pandangannya kembali terhenti pada bangunan hangus itu. Tidak ada penjaga di pintu masuknya seperti tadi pagi. Kemana dia pergi ? heran Mike dan tanpa sadar kakinya melangkah ke arah bangunan hangus itu.             Mike melongokkan kepalanya ke bagian dalam gedung untuk melihat seberapa hancur kebakaran menyebabkan semuanya menjadi seperti itu. Tapi, ia tidak bisa melihat apa-apa karena gelap sekali. Tidak ada listrik yang masuk ke gedung itu.             Ia mulai penasaran dan melangkahkan kakinya masuk ke gedung itu. Tapi, tetap saja gedung itu terlalu gelap untuk bisa dilihatnya. Mike merongoh ponselnya dan menyalakan senter. Ia menyinari daerah sekitar tempatnya berdiri.             Sebuah meja informasi panjang dengan tulisan hangus ada di depannya. Kayu-kayu kursi tunggu telah hancur dan menyisakan abu menghitam. Kaca-kaca pintu telah pecah dan semua dindingnya hangus. Plafon ruangan itu juga telah rusak di berbagai sisi hingga memperlihatkan lubang gelap di atasnya.             “Tolong ! Tolong aku ! Keluarkan aku dari sini !”             Sebuah suara samar-samar terdengar dari bagian dalam gedung hingga membuat Mike mengernyit. Ada yang berteriak meminta pertolongan di malam hari seperti ini ? pikir Mike dengan penasaran.             “Tolong !!! Kumohon tolong keluarkan aku dari sini !!!”             Lagi-lagi ia mendengar suara itu. Suara seorang perempuan yang berteriak frustasi meminta tolong sambil menangis. Mike mencari asal suara itu dan kakinya kembali melangkah lebih dalam ke lorong mendekati lift di ujung. Entah kenapa ia teringat dengan cerita anak perempuan yang menghilang di gedung ini. Apalagi setelah mendengar suara teriakan itu, ia yakin ada seseorang yang terjebak di tempat itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD