Hari yang telah ditetapkan akan segera mewujudkan ikatan, Xander menatap diri di depan cermin kamar mandi setelah dia membersihkan badan termasuk memangkas kumis dan rambut ikalnya menjadi lebih rapi. Pria satu anak itu tetap sukar mendapati sebuah setelan jas dengan warna yang sama dengan Gisha, hari ini akan ada pertemuan penting di perusahaan sebelum lusa mereka menikah.
Terpaksa Xander mengenakan pakaian yang sudah disiapkan oleh Nathan, tanpa melupakan dasi garis-garis berwarna biru telur asin. "Ci…,"
Teriakan Xander didengar oleh desainer keluarga Ivanska, Cici langsung masuk dan mengerti apa yang dibutuhkan Tuan nya. "Duh, Bapak oke banget pakai ini. Ganteng."
"Mana bros ku?" tanya Xander memegang bagian d**a sebelah kanan, di mana akan ada hiasan kecil di sana.
"Oh ya, bentar Pak bentar." Cici melangkah ke lemari kecil terdapat koper, dia meletakkan segala aksesori pribadi Xander di dalamnya.
Setelah terpasang dengan benar, Xander mengenakan jam tangan kemudian kembali melihat tatanan rambut. "Dia udah beres belum? Biar aku nggak lama nunggu."
"Mbak Gisha? Udah dong, dia… Cantik banget Pak, nggak kalah sama Ibu."
Cici menutup mulut, dia sadar telah melibatkan siapa dalam perkataannya. "Ayo Pak, aku antar keluar."
Xander kesal dan menolak ajakan Cici, dia langsung menyambar kunci mobil dan menatap wajah itu kurang suka. "Jangan bawa-bawa nama istriku!"
"I… Iya, maaf Pak." jawab Cici merasa bodoh hari ini.
Dengan membawa sekotak hadiah yang sudah dipersiapkan Nathan, dia pun keluar untuk menemui Gisha yang menghuni rumah Xander satunya lagi. Sikapnya tidak lagi menolak semua perintah Nathan, dia langsung mengiyakan malam itu juga ketika ayahnya meminta agar Gisha diperkenalkan pada kolega Ivanska.
Jarak antara rumah utama dan hunian yang dulu dipakai Xander dan Adhisti ketika berduaan tidak jauh, memerlukan 10 menit dengan mobil. Saat sudah memarkirkan mobil Xander langsung bergegas menemui Ibel yang sedang bermain di halaman belakang.
"Papa…,"
Gadis kecil itu langsung memburu pelukan Xander, mengecup juga kedua tangannya menerima bingkisan yang dibawa. Tetapi Ibel harus menyesal saat Xander menggeleng tanda itu bukan miliknya. "Terus punya siapa Pa?"
"Sayang, ini… Punya Mama Gisha." berat rasanya harus mengetakan ini.
Ibel sejenak menatap sampai akhirnya menjaga jarak. "Mama? Tante Gisha kan bukan Mama nya Ibel Pa!"
"Iya," Xander berhasil mendapatkan pelukan Ibel kembali. "Tapi mulai besok Ibel harus memanggil Tante Gisha dengan sebutan Mama!"
"Tidak mau, Pa!" rengek Ibel menahan tangis.
Xander melepaskan pelukan. "Hei, dengerin Papa! Ibel kan anak pintar, dan udah janji bakal jadi anak penurut, jadi… Harus mematuhi semua perkataan Papa!"
"Tapi Mama Ibel lagi pergi, bukan Tanten Gisha. Bukan!" Ibel menolak keras, dia menatap ke lain arah.
Saat seperti inilah yang membuat Xander harus berjuang lebih keras, dia kembali memeluk Ibel walau penuh penolakan dari putrinya tersebut. "Sayang… Jangan nangis ya, kan Mama Gisha baik. Dia juga sayang kan sama kamu?"
"Tapi Pa…,"
"Sudah, Ibel nggak boleh nangis ya! Papa ada acara penting di kantor, kamu sama Mbak Iska dulu. Dan nanti malem Papa janji ajak kamu makan malam sama… Mama Gisha." terpaksa harus dilakukan, Xander telah melihat ancaman ayahnya bukan hal yang bisa dipermainkan.
Rupanya sangat mudah meluluhkan hati gadisnya, hal itu membuat Xander merasa semakin bersalah. Tetapi dia tahu jika Gisha pasti bisa membuat Ibel merasa nyaman, dan syarat yang telah Xander berikan pada Nathan lah membuat dia harus memenuhi janjinya. Bahwa jika Gisha berhasil mendekati Ibel maka pernikahan akan terjadi.
"Papa nggak pulang malem 'kan?" tanya Ibel menghapus air matanya.
"Enggak sayang, Papa pulang sore ya! Nanti kita jalan-jalan." tawaran Xander kembali membuat senyum itu muncul.
Ibel mengangguk dengan polosnya, dia langsung meraih tangan Xander dan membimbing ke arah kamar Gisha. Walau Xander muak bersikap seakan tidak terjadi apapun dalam hidupnya, tetapi dia harus menjadi lelaki yang terlihat lembut di depan Ibel.
Dari luar terdengar suara ketukan pintu, Gisha terkejut karena dia hampir membuka pintu jendela. Bermaksud ingin menghindari acara ini, baginya tidak ada yang harus dilakukan selain pernikahan menyebalkan itu.
Terpaksa Gisha membuka pintu, dia menemukan wajah cantik Ibel mendongak. "Hai, ada apa sayang?"
Sebenarnya Gisha berlaku lembut karena dia menyukai anak-anak, sekaligus merasa kasihan karena Ibel memiliki ibu yang kurang perhatian. "Kamu kenapa nangis?"
"Dia sedih bakal dapat Mama baru!" jawab Xander sinis.
Gisha menatap getir saat mendengar alasan Xander, dia pun berjongkok demi mencapai kedua pipi Ibel. "Kamu… Nggak udah makan belum? Mau… Tante masakin apa?"
"Tadi kata Papa, Ibel harus panggil Tante Gisha dengan sebutan 'Mama'. Apa benar boleh Tante?" tanya Ibel dengan nada lugu, dia benar-benar tidak tahu apa ini.
Hanya bisa menatap ke arah lain, Gisha pun hanya tersenyum kecil menyimpan sejuta kata 'tidak' dalam batinnya. "Boleh, kamu suka 'kan?"
"Jadi Ibel punya 2 Mama?" Ibel menunjukkan 2 jarinya tepat di wajah Gisha.
Sungguh, Xander tidak betah melihat keramahan yang bisa saja dibuat oleh Gisha, dia terus menatap arloji kemudian mengerang tidak suka. Xander hanya bisa menahan sikap, karena baginya tidak akan membawa pengaruh baik jika Ibel melihat dia kasar kepada Gisha.
"Sebenarnya aku bingung Tante, eh Mama. Kenapa ya? Aku…,"
"Sudah, Ibel main aja sama Mbak Iska!" Xander memberikan kode pada pengasuh Ibel.
Sikap itu memang sangat penurut, Xander mengecup kedua pipi Ibel kemudian memberikan kotak hadiah kepada Gisha dengan kasar hingga membuat wanita itu hampir terjatuh. "Aku tunggu di luar, nggak usah bikin aku mirip sopir!"
Gisha menerima kotak berwarna merah dengan pita putih, dia tidak langsung membuka dan hanya menaruh barang itu di kamarnya. Kemudian dengan tergesa-gesa sambil menyingkap gaun dan rambutnya yang menjuntai Gisha keluar, dia seperti tenaga dikejar hantu saat masuk ke dalam mobil.
Tingkah Gisha membuat Xander terkejut bukan main, pasalnya dia sedang melihat semua pesan yang ada di ponsel. "Nona, kamu nggak bisa berlaku lembut sedikit saja hm?"
Gisha mengatur napas karena berlari dari kamar ke halaman hingga masuk ke mobil. "Maaf Pak, tapi aku males bikin Anda ini terkesan. Aku nggak perlu sopan atau… Lemah lembut!"
"Terkesan?" Xander hampir marah, tetapi dia enggan memperpanjang ini saat mengingat Nathan.
Tidak ada perkataan lain lagi, mobil langsung bergerak keluar dari halaman membawa ke jalan besar Jakarta. Di sepanjang perjalanan, Xander melirik ke arah Gisha yang mengenakan gaun cokelat di mana warna itu menjadi kesukaannya saat melihat Adhisti mengenakan gaun. Sial. Rupanya Nathan telah mempersiapkan ini dengan matang.
Menerjang suasana riuh di kota itu sudah menjadi hal biasa, dan Xander mencoba menikmati keadaan macet hingga 30 menit sebelum dia sampai. Dan akhirnya mobil berada di kawasan hotel milik salah satu kolega keluarga Ivanska, Xander turun tanpa membukakan pintu untuk Gisha dan hanya memberikan kode agar wanita itu cepat keluar.
Melihat itu Gisha harus mengatur kesabaran, dia turun dan mengekor di belakang Xander. Dan ketika melihat Nathan dia langsung melingkarkan tangan di lengan Xander, sempat pria itu terkejut dan melepaskan diri.
"Ada… Papi." jawab Gisha mengarahkan pandangan Xander ke Nathan.
Xander hanya tertawa kecil. "Nggak perlu pura-pura mesra, Papi tau itu cuma akting!"
Tanpa merasa berdosa Xander pergi meninggalkan Gisha, baginya yang terpenting dia sudah datang ke acara itu dan membawa calon istri keduanya. Tetapi tiba-tiba Nathan mengirim pesan singkat, jika Xander harus berpura-pura mesra di depan semua orang.
Sambil mengepalkan tangan dan berhasrat ingin membanting ponselnya, dia berjalan kembali ke tempat Gisha. Dia menarik jemari lentik itu untuk berada di siku, kemudian dia merangkap sentuhan di pinggang Gisha. "Nggak perlu nolak! Dan jangan anggap aku ini gatel sama kamu!"
Tentu saja Gisha tidak beranggapan demikian walau masih ada rasa khawatir karena Xander pernah mencoba memerkosanya saat sedang mabuk. Sejak itulah Gisha enggan menerima tawaran menjadi pengantar minuman di sebuah klub, dia terlanjur ngeri tetapi justru harus bertemu dengan Xander yang akan menjadi suaminya.
"Pak, jangan cari kesempatan. Kan bisa kita cuma gandeng tangan 'kan?" pinta Gisha mulai menggeliat tidak nyaman.
"Kamu diem aja! Aku nggak akan berbuat macam-macam!" bisik Xander pura-pura membetulkan rambut Gisha, agar kata-katanya bisa didengar dengan mudah.
"Ya tapi kan…,"
"Gisha, akhirnya kamu datang juga Nak."
Dari belakang, Nathan dan 2 tamu lainnya mendatangi tempat Xander dan Gisha. Bermaksud dia ingin menunjukkan calon menantunya. "Sempat macet tadi?"
"Iya, tadi macet tapi nggak lama kok Tuan." ups, Gisha seketika menatap 2 orang di sebelah Nathan, dia seketika panik karena sudah salah memanggil.
Tidak ada yang mengungkit hal itu karena Nathan langsung mengajak tamunya untuk segera menikmati hidangan yang sudah disediakan, Gisha pun merasa kurang nyaman ketika Xander menatapnya penuh maksud tertentu. Itu sudah sejak pertama kali mereka akan pergi ke pesta, memang bukan hal aneh lagi untuk Gisha mendapat tatapan seperti itu dari pria tetapi dia tetap merasa risih.
"Lain kali jangan buat kesalahan, memang kau tidak akan dihukum. Tapi aku!" ucap Xander melepaskan tangan Gisha, dia pun berlalu begitu saja.
Entah Gisha merasa tidak nyaman melihat wajah Xander yang tiba-tiba murung, walau dia tidak peduli tetapi ketika mendengar suara keras Nathan saat di dalam telepon membuatnya penasaran. Apa itu? Sebuah hukuman apa? Gisha termenung kemudian menyusul Xander di luar ruangan, tepatnya dekat dengan kolam renang.
"Maaf aku nggak sengaja." ucap Gisha tepat di belakang Xander.
Xander hanya sibuk memutar gelas di tangan, dia menatap jauh ke sana agar bisa menenangkan diri. "Nggak perlu, lebih baik kamu jangan jauh-jauh dariku! Jangan sampai buat orang-orang curiga, tau kan mulut orang usil itu seperti apa?"
"Kenapa malah Anda menghina negara ini? Anda tidak…,"
Seketika Xander mencekal pinggang Gisha. "Adakah perkataanku yang menghina negara mu? Aneh!"
Memang benar. Kali ini Gisha telah melakukan dua kesalahan kecil namun berdampak besar, orang-orang menatapnya saat dia berbicara dengan nada keras. Dia pun hanya sanggup diam ketika tangan Xander mendekapnya erat, membelai bagian punggung Gisha yang terlihat.
Demi apapun Gisha geram dan berkali-kali mencubit pinggang Xander, berusaha menghindar rupanya tidaklah mudah. Hampir setiap pasang mata yang ada di dekatnya menikmati kemesraan tangan Xander, dia pun menyesali telah berbuat salah karena cara memperbaiki semuanya tidak mudah.
"Diam! Walaupun aku menciummu harus diam!" bisik Xander sengaja membuat kegaduhan di hati Gisha.
"Jangan ma…," Gisha tidak dapat melanjutkan perkataannya, setelah kedatangan 2 orang tamu lain tepat di dekat mereka.
Gisha harus lega sekarang, 2 tamu itu membuat Xander melepas pelukan mereka dan menyambut hangat. Tetapi Gisha harus tetap melakukan bakat terbaru dengan pura-pura mesra di samping Xander.
"Wah, Pak Xander akhirnya ya bisa gandeng calon istri ke pesta." pekik tamu dengan pakaian adat khas Jawa.
"Selamat siang Ibu Nugroho, senang bertemu Anda kembali." sambut Xander memeluk pinggang Gisha.
"Ya," wanita setengah umur itu terlihat menatap Gisha dengan seksama. "Saya juga Pak, senang bisa menghadiri pesta ini. Nggak lama lagi dong ya Pak Xander ini melepas masa lajang?"
Lajang? Gisha sempat terkejut mendengar itu, tetapi dia tidak memiliki kesempatan untuk bertanya dan hanya menyambut uluran tangan tamu wanita itu juga laki-laki yang merupakan seorang suami. "Siang, senang bisa bertemu dengan Anda."
"Mari Ibu, saya antar ke dalam." Xander menawarkan diri, tanpa sadar dia telah lama memeluk Gisha.
Ketika mendapat kesempatan, saat mereka tamu belum ada yang mendekat dan ingin tahu Gisha mencegah langkah Xander. Dia membawa tubuh tinggi besar itu ke ruang memiliki sekat. "Lajang? Status mana yang benar mengenai Anda?"
"Kenapa kamu ingin tahu huh? Tidak penting, kamu itu cukup jalani aja sandiwara ini!" balas Xander menolak untuk memberikan keterangan yang asli.
Saat Xander akan pergi, Gisha kembali mencegah langkah itu. "Ini memang bukan urusanku, tapi… Apa… Anda juga menyembunyikan status Ibel di muka umum?"
Status. Itulah yang membuat Xander selalu merasa frustasi, di usia 4 Tahun Ibel memang tidak ada yang tahu. "Nggak penting Nona! Itu nggak akan menguntungkan kamu juga!"
Gisha merasa kecewa, sekaligus tidak berdaya atas semua ini. Terlalu menyedihkan untuk diterima, juga tidak bisa ditentang karena Gisha hanya berperan menjadi istri sandiwara. Dia pun enggan ke tempat Xander lagi, sampai Nathan tiba-tiba menghampiri.
Tidak ada perkataan apapun, tetapi calon mertuanya itu mengajak Gisha ke area pesta yang berlangsung. Gisha pun hanya mengiyakan, namun menemukan sapaan Xander dia ingin memaki. Pria keterlaluan. Dalam hati Gisha menyatakan siapa Xander.
"Melamun apa Nak?" tanya Nathan mengejutkan Gisha.
"Ah ya Pi, nggak kok. Aku… Cuma bingung mau ngobrol apa." jawab Gisha pasti, dia terus menatap kurang suka ke arah Xander.
"Oh, nggak usah bingung gitu. Santai aja ya Gisha!" ucap Nathan memastikan keadaan ini akan baik-baik saja.
"Ya udah, Papi temenin aku ngobrol aja. Biar… Nggak aku nggak keliatan kaku di sini." pinta Gisha disambung tawa renyah, dia tetap kurang suka saat menemui wajah Xander. Sangat membenci kelakuan itu atas diri Ibel.