Kisah Gerald

1191 Words
Lucy datang di tengah keheningan ruangan saat usul Richard terbuai di udara. Ia mengebrak meja yang terbuat dari kaca, membuat Briarly menaruh cemas terhadap kaca yang mungkin akan hancur oleh kekuatan Lucy yang sebenarnya juga tidak seberapa. "Gerald! bisakah kau hentikan penulis sialan itu!" "Apa-apaan kau." Gerald menyatukan alisnya. Terkejut dan sedikit jengkel dengan sifat Lucy yang memang selalu membuat kakak-kakaknya mendapatkan kejutan. Tapi ia tidak pernah menaikkan nada suaranya pada adik perempuannya yang manis itu. "Bisakah kau hentikan penulis sialan itu! ini sudah keterlaluan Gerald! semua teman-temanku jadi hanya sibuk bertanya tentangmu." Gerald mengerjapkan. "Apa maksudmu?" Lucy memutar bola matanya. "Platform n****+ itu! memang kau tidak tau?" Gerald mengerjap lalu menggeleng. "Platform?" Lucy mengangguk, kali ini emosinya cukup mereda akibat ketidaktahuan kakaknya. "Seharusnya Daphne tau! apa tugas sekretarismu itu! kalo itu saja tidak tau! bahkan novelnya sampai dibaca satu juta orang." “Tugasnya membantu pekerjaanku Lucy, bukan mengurusi hal-hal sosial yang gak berguna,” bela Gerald. “Kalo begitu mulai sekarang, suruh dia untuk mengurusi hal-hal sosial juga!” Lucy merogoh handphone di tas branded-nya lalu melemparkan handphone yang merupakan series keluaran terbaru seperti majalah yang diletakkan secara kasar di meja. Gerald menggeleng ia belum menyentuh handphone itu, tapi hanya memandang Lucy. Sekarang ia tau alasan Kyle memberi syarat untuk melepas semua fasilitas yang Lucy punya selama tiga bulan untuk menjadikan gadis itu wanita yang mandiri. Perangainya untuk menghargai sesuatu sangat buruk, itu handphone ketiganya bulan ini. Setelah fasilitasnya akan di cabut ia masih dengan enteng melemparnya? tatapan Gerald berubah sinis, wataknya yang suka menghargai apapun kecuali manusia merasa tercoreng akan sikap adiknya. "Kau lupa kalau semua fasilitas yang kau terima dari keluarga sudah dihentikan tiga hari lalu?" Gerald memincing pada Lucy. Lucy mengerjap dan terbelalak, ia sadar melakukan kesalahan pada lelaki yang begitu menganggap semua benda mati itu penting. Jika Lucy tidak merubah sikapnya detik ini juga, ia yakin Gerald akan membuat hidupnya tambah menderita saat setiap fasilitas hidupnya di cabut. Lucy dengan cepat mengambil kembali handphone lalu mengusap-usapnya seolah itu benda paling langkah di dunia. Dan dengan hati-hati kembali menaruh handphonenya di meja. Gerald kini bersedia mengambil handphone Lucy, lalu mencoba melihat apa yang disodorkan adiknya. Ia tersenyum sinis menatap adiknya. "Apa ini?" "Itu cerita non fiksi tentangmu Gerald! baca!" bentak Lucy. Gerald memandang malas pada adiknya. "Kau tau aku paling sebal membaca jika itu berhubungan dengan novel." "Baca saja!" Lucy meraung. "Berhenti berteriak! meski rumah ini luas, kau tetap bisa membangunkan adikmu!" protes Anthony. "Maaf." Lucy mengayunkan tangannya."Baca cepat!" "Baca saja Gerald." Heaven memberi saran. Gerald menyodorkan handphone Lucy ke Lucy sendiri. "Kau saja yang baca.” "Gerald!" Lucy mengertakan giginya kuat-kuat. Wajahnya lalu berpaling, semburat warna merah muncul di wajah Lucy. "Aku tidak akan membacanya saat ada lelaki di sini!" Melihat warna merah di wajah adiknya membuatnya penasaran. "Ok, aku baca." "Intinya saja! intinya saja! yang ini." Lucy menunjukkan sebuah bagian dengan sangat antusias. New York, 30 Juli 2024 Dengan setiap hiruk pikuknya. Tapi Gerald mampu membuat kota yang membuatku tidak bahagia serasa seperti surga. Gerald Bernneth menatapku dengan pupil yang membesar. Merasakan leherku dengan lidahnya, rasanya mengiurkan dan nikmat. Membuat jantungmu seolah akan menembus keluar. Gila. Lelaki ini memang manusia gila yang menjelajah setiap tubuh wanita. Memastikan setiap centimeter jadi kegilaan yang mengiurkan untuk keesokan harinya. Tanpa perintah ia sudah membuat payudaraku terekspos keluar, menjilat-jilat inti pusat kenikmatan. Membuat gerakan memutar pada lidahnya. Ahh ya, kenikmatan yang membuatku membutuhkan hal lainnya. Aku mulai membelai bagian paling liar tubuhnya. "Oh Sayang." Suaranya parau dan luar biasa menggoda. Ia mengigit telingaku, menjilatinya dan memberikan efek memabukan. Aku mulai menarik bagian itu keluar, aku sudah tidak sabar merasakan setiap bagian incinya mengesek tubuhku dengan liar. Sial. Aku ingin melakukannya dengan segera. Tiba tiba tubuh kokohnya itu bangkit, melepaskan kain pada setiap bagian tubuhnya. Lalu merobek setiap bagian tipis gaun malamku. "Gerald!" Lucy mulai mengganggu konsentrasinya. Gerald menaikkan satu tangannya, wajahnya tampak tegang dan fokus."Sebentar," perintahnya. Kami kini tidak memakai selembar benangpun dan aku jelas menyukainya. Ia menekan tubuhku di kaca. Lalu merasakan sesuatu masuk ke tubuhku dengan kasar. Ya aku menginginkan ini. Aku menginginkannya menusuk tubuhku seperti ini. Liar dan Oh kasar, nikmat. Aku tidak bisa berhenti menyebut nama maskulinnya di udara. Gerald, Gerald, Gerald. Aku melayang, aku mabuk, aku tidak bisa hanya diam dan merasakan. Aku ingin sesuatu yang lebih dan lebih. Aku bergerak mengikuti iramanya yang liar. Sementara tangannya mulai menangkup payudaraku, memainkan puncaknya. Dan sesekali menjilat telingaku. Luar biasa. Ah. Ah. Ia terus bergerak-bergerak. Dan aku tidak bisa bertahan lebih lama. Aku mengenggam erat tangannya yang kokoh hingga merasakan puncak kenikmatanku bersama dirinya. "Oke. Aku sudah selesai." Lucy menoleh dengan segera."Bagaimana?" Gerald menatap polos adiknya. "Bolehkah aku ke toilet." Wajah Lucy berubah jijik ke kakaknya. "Gerald!" Lucy mengerang putus asa. "Aku keras!" bela Gerald sama sekali tanpa rasa canggung dan malu. Lucy meraung frustasi. "Kau menjijikan!" Keempat adiknya saling pandang penasaran."Ada apa?" tanya William yang lebih tertarik dari yang lain. "Ceritanya bagus." Gerald menjawab dengan antusias sambil memberikan Handphone Lucy ke adik laki-laki terakhirnya. "Gerald!!" Lucy kembali meraung. "Lucy diam. Ingat adikmu!" Anthony kembali mengingatkan. "Anthony kenapa dia menjijikan," keluh Lucy. Tapi Anthony sudah mendekat dan kini menikmati ceritanya bersama William, dan Richard. Mereka mengabaikan Lucy. Anthony tersenyum senang. "Ini menarik." "Aku rasa tidak ada masalah di sini." Gerald mulai berpendapat, sembari menutupi sesuatu yang sudah menonjol di depan adiknya. "Tapi aku tidak pernah menjilati tubuh wanita. Itu bukan aku." "Jelas bukan! Dia memakai namamu dan keluarga kita Gerald! orang-orang menyangka kau benar-benar tidur dengan semua wanita!" Lucy menjelaskan dengan nada frustasi. "Kau bahkan hari ini ada di majalah gosip karena cerita itu! mengungkit kebenaran apakah kau memang penjelajah wanita sungguhan!" "Itu bisa saja menjadi rumor buruk untuk perusahaan kita Gerald." Heaven kini mulai membela adiknya. "Tapi secara tersirat. Kakak kita memang b******n seperti itu." William memberikan pendapatnya terang-terangan. Gerald menatap sinis William. "Heh! aku memang meniduri lebih dari satu wanita. Tapi aku hanya meniduri kekasih-kekasihku saja." "Dan kekasihmu selalu ada tujuh orang," ucap William. "Kau benar-benar melakukan semua yang ada di sini?" tanya Richard polos. "Gila! tentu saja tidak! penthouseku memang di lantai atas. Tapi di sana juga ada gedung berdekatan dengan gedungku. Aku tidak mungkin memamerkan aktivitas bercinta begitu saja." Gerald menatap Richard."Dan aku tidak pernah menjilati orang," jelas Gerald. "Kalo begitu kita harus segera memberi klarifikasi pada media. Aku takut mungkin ini bisa menjadi hal buruk untuk saham perusahaan kita. Dan aku yakin banyak wanita yang akan balas dendam karena pengkhianatanmu pada mereka dengan membenarkan isue itu." Heaven kini mulai sibuk dengan handphonenya. "Aku akan hubungi orang yang bisa melacak siapa pembuat cerita," usul Richard yang disetujui oleh saudara lainnya. Tiba-tiba Lucy yang terkejut sendiri sekarang. "Wow," katanya spontan. "Ada apa?" tanya Anthony. "Sebenarnya aku cuma ingin menyuruh Gerald menghentikan kisah itu saja. Kau tau! karena cerita itu teman-temanku begitu memujamu dan terus bertanya soal dirimu, di sana kau memiliki banyak kisah unik yang membuatmu jadi seperti pahlawan! mereka berkata di tulisan kau sangat keren. Aku tidak menyangka cerita ini akan berubah jauh lebih buruk." Lucy menyunggingkan senyum, ekspresi yang tidak dimaksudkan ke dalam makna apapun. Hanya senyum. “Dasar Lucy, si putri yang hanya memikirkan diri sendiri,” ujar Anthony.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD