Playland, Vancouver, Kanada.
28 April 2030
16 hari sebelum batas waktu.
Marina menghembuskan nafas panjang, menata hati dan pikirannya yang tampaknya mulai kacau. Mengapa dia ada di wahana bermain? dan bagian terburuknya. Ia bersama lelaki yang sudah terkenal kaya raya, c***l, dan tampan. Marina menoleh ke sisi kiri di mana sosok Gerald yang tampak begitu seksi dengan kaos hijau botol yang membentuk sedikit lekukan di dadanya. Sial, dia memang sakit. Tapi sama sekali tidak kehilangan minat dalam pemujaan. Dan pada akhirnya dia sumber masalahnya sendiri, ia menyesali diri karena begitu mudah di bujuk. Ia tidak menyangka satu kali ajakan telepon dari general manajernya segera ia setujui ketika kata Playland di sebut. Sekali lagi, ia berkencan dengan pria amoral yang seharusnya hanya menjadi objek tulisannya saja, tidak lebih. Tapi ia memang tidak pernah ke sini atau bahkan ke tempat wahana bermain di negaranya. Ia selalu merasa harus menghemat uangnya untuk hidup. Dan sekarang, dia dapat ke tempat ini dan yang paling menakjubkannya bahwa ia tidak perlu mengeluarkan uang sepersenpun, alias gratis. Bahkan dengan seorang pria yang melamarnya. Sebuah hal sebenarnya sudah jadi fantasinya sejak dulu.
Gerald mendekat pada Marina, ia menatap langit-langit biru, yang nampak berbeda dari biasanya."Sepertinya salju bakal turun sebentar lagi."
"Dari mana kamu tau?"
Gerald terdiam, wajahnya tampak berfikir lalu berkata,"feeling. Tapi itu selalu tepat. Bahkan adik-adikku bilang, aku ramalan cuaca berjalan."
Marina terkekeh, ia baru mendengar julukan aneh seperti itu.
Alis Gerald terangkat satu."Kenapa tertawa?"
"Julukan paling aneh yang pernah ku dengar. Aku pikir Mr.Gerald selalu memiliki julukan keren."
Gerald cemberut. Wajah tampannya seketika berubah jadi mengemaskan. Ia mendekat ke wajah Marina."Mereka menjuluki diriku pria kejam yang c***l, Marina."
Marina terperangah, ia tidak menyangka. Julukan itu mampir juga di telinga sang general manajer. "Kau tau?"
"Tentu saja, aku juga punya kuping."
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Marina.
"Perasaan? biasa saja. Kenyataan memang aku tidur dengan banyak wanita. Hanya persepsi c***l mereka terlalu awam. Karena aku tidak c***l, mereka juga sangat bersedia tidur denganku. c***l jika mereka tidak menginginkannya." Marina mulai menatap Gerald dengan berani. Membuat Gerald sedikit panik. "Ada apa?" tanya Gerald dengan wajah cemas.
"Berarti kau memang cabul."
Gerald merasa tidak terima."Apa maksudmu."
Wajah Marina merona."Kau menciumku padahal aku tidak mau."
Gerald melipat tangannya, menatap Marina."Aku mengecupmu bukan menciummu."
"Sama saja."
"Jelas itu berbeda, jika aku menciummu aku akan membawamu ke ranjangku." Gerald tersenyum jahil.
Tubuh Marina langsung bergidik mendengar ucapan Gerald yang menekan kata ranjang lewat suaranya yang serak dan berat. Ia harus segera mengakhiri percakapan ini secepatnya. "Ayo ke situ aku ingin foto di sana." Marina menarik tangan Gerald, sementara lelaki yang biasa memimpin dalam keluarga dan perusahaan berubah menjadi si penurut dan tukang foto dadakan.
"Coba aku liat," kata Marina menghampiri Gerald. Gerald mencoba memamerkan kembali hasil potretnya pada wanita berumur 30 tahunan yang sekarang seolah sedang menyamar menjadi gadis remaja yang baru pertama berkencan di wahana bermain. Baru kali ini Gerald seperti seorang om-om yang sedang mengencani gadis umur belasan.
Gerald memandang Marina."Bisakah kita mulai naik wahananya?"
"Ahh maaf, aku terlalu antusias. Aku tidak pernah ke sini sebelumnya."
Alis Gerald terangkat ke atas."Sungguh?"
Marina mengangguk."Aku tidak sepertimu. Yang bisa menghamburkan uang hanya untuk bermain-main di sini."
"Maaf Miss Gilbert. Aku bahkan tidak punya waktu untuk pergi ke tempat seperti ini."
"Kau tidak pernah ke sini?" tanya Marina penasaran.
Gerald mengangguk dengan malas."Adik-adikku saja yang pernah ke sini. Itupun aku harus menutupi kelakuan mereka. Kami memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengelola perusahaan. Tidak ada waktu untuk bermain." Nada suara Gerald terlihat getir meski ditutupi dengan senyuman setelahnya.
Marina menatap Gerald dengan perasaan bersalah, tidak seharusnya dia menyimpulkan setiap kehidupan orang lain sesuai dengan apa yang terlihat saja. Ini benar-benar tidak adil. Marina ingin memperbaiki ucapan buruknya dengan sebuah tindakan baik. Ia mengenggam tangan Gerald."Kalau begitu ayo kita bermain bersama sekarang. Menikmati setiap hal yang belum pernah kita nikmati."
Perkataan Marina tampak sangat sederhana, tapi itu seperti mata air di gurun Sahara untuk Gerald. Sebuah pernyataan yang membuat harga dirinya yang tinggi tidak hancur karena rasa kasihan. Senyum simpul tipis terlihat di wajah Gerald yang tampak keras.
Gerald menurut kemana tangan kecil Marina membawanya. Ke wahana paling ekstrem, hingga wahana yang sebenarnya hanya dimainkan oleh anak kecil.
Ini menyenangkan, batin Gerald. Ia yang hampir berkepala empat tidak menyangka bahwa hal seperti ini masih menyenangkan untuknya. Dan orang yang ada di sisinya.
"Kita benar-benar datang di waktu yang tepat," kata Marina tampak antusias. Gerald hanya memberikan es krim yang ia beli untuknya dan Marina, tanpa mengatakan kata apapun. Sementara Marina masih melanjutkan ceritanya seputar betapa indahnya bianglala saat sunset meski ia tidak pernah mengalaminya sendiri.
Gerald naik ke bianglala bersama Marina, dimana saat pintu di tutup suasana mulai terasa begitu canggung. Marina baru sadar, seharusnya ia tidak berdua di bianglala bersama lelaki c***l. Karena yang terjadi di film-film saat berada di bianglala mereka melakukan hal tidak senonoh. Marina mulai menelan ludahnya mengibas-kibas lehernya yang sama sekali tidak terasa gerah.
Sementara senyum Gerald mengambang di tengah kesunyian dan tingkah Marina yang tampak sangat berbeda. Ia mampu dengan tepat menangkap kekhawatiran calon istrinya. Bukan memberikannya rasa aman, pemikiran jahil justru muncul begitu saja di otak lelaki yang mendapat julukan perayu seribu wanita pada topik utama gosip perusahaan. Ia yang tadinya berhadapan dengan Marina berdiri untuk duduk di sisi Marina. Gerald mencoba mendekat lebih dekat hingga ia mampu merasakan parfum beraroma lemon pada tubuh kecil Marina. Aroma yang unik dan menyegarkan, jarang ditemukan pada tubuh wanita-wanita yang selalu berada dalam pelukannya. Kebanyakan dari mereka selalu memakai parfum mahal dengan ekstrak bunga yang sejujurnya membuat Gerald mual. Dia tidak suka aroma bunga. Karena itu ia selalu menyuruh wanitanya untuk tidak memakai parfum setiap mereka kencan. Gerald memberi dalih bahwa wangi tubuh asli mereka lebih memikatnya, meski nyatanya tidak sama sekali. Bahkan tipuan itu cukup menguntungkannya, karena beberapa wanita takluk lebih cepat karena rayuan itu.
"Aku suka parfummu. Wangi lemon." Gerald membuka pembicaraan.
Marina menatap wajah Gerald, wajahnya benar-benar sangat dekat untuknya. Marina harus segera cepat pergi dari situasi ini. Ia secara tiba-tiba kembali ke pemandangan bianglala. Menghindar dari tatapan atasan c***l, yang jika tidak ia hindari mungkin akan menimbulkan hal mengerikan di otak Marina. "Jangan mengedusku."
"Memang aku anjing." Gerald tidak terima atas ucapan Marina. Kebanyakan wanita akan balas memujinya, dengan mengatakan parfumnya wangi atau dia keren. Tapi perempuan ini justru mengatakan seolah Gerald lelaki c***l yang aneh.
Marina menatap Gerald, sorot matanya kini berubah sinis. "Jangan berharap aku memberikan apapun di bianglala ini. Aku tidak akan melakukannya Gerald. Dan sudah kubilang aku tidak ingin jadi istrimu."