Reynard Martin

1147 Words
“Mike, pagi ini aku ingin ikut denganmu ke restoran Gracia.” “Untuk apa, Rey?” “Aku ingin melihat bagaimana bentuk restoran itu yang sebenarnya. Aku juga perlu tahu bagaimana kebersihannya.” “Hei, Reynard Martin. Kamu masih meragukan kualitas restoran itu? C’mon, Man. Ini zaman modern, kamu bisa lihat di internet. Bahkan kamu juga bisa membaca komentar dari para pengunjungnya.” “Tapi aku ingin mengunjungi tempat itu.” “Dasar keras kepala. Bagaimana kalau mereka mengenalimu?” “Aku akan menyamar. Kemampuanku menyamar sehebat bunglon, tidakkah kamu tahu hal itu?” “Hahaha … kamu sangat lucu. Baiklah, ayo kita ke sana. Tapi kita hanya akan membeli makanan dan membawanya pulang. Aku khawatir kalau ada yang mengenalimu, bisa repot aku.” Reynard Martin segera masuk ke kamarnya. Ia mengambil sebuah kumis buatan dan menempelkannya di atas bibirnya. Tak lupa, ia juga menempelkan bintik hitam di pipi kanannya, menyerupai tahi lalat yang berukuran agak besar. Pria yang berprofesi sebagai aktor tersebut harus menyamar untuk menutupi identitasnya. Ia tak mau kehadirannya membuat kekacauan di tempat umum. Reynard, yang sering disapa ‘Rey’, mengamati penampilannya di cermin. Sebagai sentuhan terakhir, ia memakai sebuah kacamata berukuran agak besar dan berbingkai hitam. “Aku bahkan tak bisa mengenali diriku sendiri,” ucap Reynard pada dirinya sendiri. Ia kemudian keluar dari kamarnya dan menghampiri Mike yang ada di ruang tamu. Mike adalah manajer sekaligus sahabat Reynard. “Bagaimana penampilanku?” tanya Reynard sambil mengangkat kedua tangan sampai setinggi dadanya. “Keren, kamu sangat hebat dalam menyamar. Yang terpenting, saat ini aku terlihat jauh lebih tampan darimu, hahaha,” ucap Mike diikuti suara tawanya dan Reynard. Kedua pria itu masuk ke mobil berwarna hitam. Mike mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang. Jarak antara rumah Reynard dengan restoran Gracia tak terlalu jauh, hanya berjarak sekitar 2 kilometer. Sesampainya di depan restoran, kedua pria itu turun dan melangkah masuk. Mike beranjak ke kasir dan membuat pesanannya, sementara Reynard duduk di salah satu kursi yang masih kosong. Suasana di restoran itu sangat ramai di pagi hari, banyak pengunjung yang datang untuk sarapan. “Bagaimana pendapatmu tentang restoran ini?” tanya Mike yang baru saja duduk di hadapan Reynard. “Ya, aku menyukai tempat ini. Aku tidak perlu khawatir lagi tentang kebersihannya,” jawab Reynard sambil membetulkan letak kacamatanya. Tak lama menunggu, makanan yang sudah dipesan tiba. Mita, dengan senyuman manisnya, memberikan dua buah paper bag kepada Mike. “Terima kasih banyak, Cantik,” goda Mike sambil mengerlingkan sebelah matanya kepada Mita. “Ehh, iya … sama-sama, Om,” jawab Mita terbata-bata. Mukanya memerah karena tersipu malu. “Lohh … kenapa panggil Om? Aku ini masih muda, baru 27 tahun. Masih single pula. Panggil aku Mike,” ucap Mike. “Siapa namamu? Sepertinya aku akan menjadi pengunjung tetap di restoran ini. Tidak salah ‘kan kalau aku mengenalmu?” tanya Mike. “Ehh … ohh … namaku Mita,” jawab Mita masih dengan terbata-bata. Jantungnya berdegup kencang. “Senang berkenalan denganmu.” Mike menjabat tangan Mita yang sudah basah karena keringat. Mike tertawa pelan melihat kegugupan gadis itu. “Ehemm ….” Reynard yang sedari tadi mengamati Mike dan Mita sengaja berdehem agak keras. Mike melepaskan jabatan tangannya dan mengalihkan pandangan kepada Reynard. “Terima kasih, kami pamit dulu. Ini sedikit tip untukmu. Oh ya, temanmu yang satu lagi di mana?” tanya Mike kepada Mita. “Itu.” Mita menunjuk ke arah Miranda yang sedang membawa baki berisi minuman. Mike dan Reynard sontak melihat Miranda yang agak jauh dari mereka. Rambut ikal panjang yang dikuncir ekor kuda ikut bergerak mengikuti langkahnya. “Ini … terimalah tip dari kami. Jangan lupa berbagi kepada temanmu itu juga,” ucap Mike yang dibalas dengan anggukan oleh Mita. “Terima kasih banyak, Om.” “Mike,” jawab Mike pendek. “Eh, iya. Terima kasih, Mike,” ucap Mita pada pria berambut cepak berbadan kekar bak tentara itu. Ia menerima dua lembar uang pecahan lima puluh ribu sebagai tip untuk dirinya dan Miranda. Mita mengantar kedua pria itu sampai ke pintu dan melambaikan tangannya ketika mobil yang dikendarai Mike meninggalkan parkiran. Gadis itu lalu kembali masuk dan menghampiri Miranda yang hendak beranjak ke dapur. “Hei, tunggu, Mir,” panggil Mita. “Ada apa, Mita?” tanya Miranda sambil mendekap baki kosong di dadanya. “Ini, ada sedikit rezeki. Buat kamu aja semuanya.” Mita memberikan dua lembar uang berwarna biru kepada Miranda. “Mita …. ini ‘kan buat kamu, kenapa malah dikasih ke aku?” tolak Miranda halus. “Mir, kamu lebih membutuhkannya saat ini. Ambil saja, ya? Lagi pula, tadi Mike kasih ini buat kita berdua, bukan buat aku saja. Ngga salah ‘kan kalau aku kasih bagianku buat kamu?” Mita memaksa Miranda untuk menerima semua tip itu. Ia memasukkan uang tersebut ke saku baju yang dipakai Miranda. Miranda pun sudah tak dapat menolak. “Terima kasih banyak, ya, Mita.” “Mir, kita ini ‘kan sahabat. Aku hanya ingin mencoba sedikit membantu meringankan bebanmu.” Mita menepuk bahu Miranda. “Emm … tadi kamu bilang tip ini dari Mike. Mike yang mana yang kamu maksud?” tanya Miranda. Kedua gadis itu berjalan ke dapur. “Yang kemarin aku bilang itu loh, Mir. Cowok yang badannya tinggi, kekar, berambut cepak seperti tentara,” jawab Mita antusias. “Ohh … yang itu. Wahhhh … kamu bisa kenalan sama dia? Hmmm … pasti nanti malam ngga bisa tidur nih,” goda Miranda. “Ganteng banget, Mir. Oh, ya, dia tadi tanyain kamu juga, sih,” ucap Mita dengan semangat. “Masa sih? Ya udah, kita beresin pesanan dulu. Nanti kita lanjut ngobrol tentang ini lagi,” sahut Miranda. Perkataan Miranda dibalas dengan anggukan oleh Mita. Kedua gadis muda nan cantik itu kemudian sibuk mempersiapkan makanan dan minuman yang sudah dipesan oleh para pengunjung restoran Gracia. Mike mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Sesekali ia melirik ke sebelah kirinya. Reynard sedang membuka penyamarannya. Kumis dan tahi lalatnya sudah dilepas. Tak lupa, ia juga membuka kacamatanya. “Jadi, kamu kenal sama cewek tadi? Emm … siapa namanya?” tanya Reynard. “Namanya Mita. Udah pernah ketemu sih, tapi baru tadi bisa kenalan. Mita itu lucu dan cantik,” puji Mike. “T’rus temannya yang tadi? Kamu sudah kenalan belum?” tanya Reynard. “Belum.” Mike menjawab pendek sambil menatap lurus ke depan. “Kenapa? Cantik ya?” goda Mike. Reynard mengangguk pelan. “Iya, aku suka dengan rambutnya,” jawab Reynard pelan. Bayangan Miranda masuk ke dalam ingatannya. “Emmm … sudah mulai bisa move on nih dari Nayla?” goda Mike. “Entahlah, Mike. Semua usaha sudah kulakukan, tapi hasilnya nihil. Nayla seperti lenyap ditelan bumi. Entah ke mana dia pergi,” sahut Reynard pelan. Wajahnya tiba-tiba murung. Ia memijat dahinya pelan. Mike menyesal sudah menyinggung tentang Nayla. Ia tak menyangka sahabatnya itu masih menyimpan luka mendalam akibat ditinggal pergi oleh kekasih yang begitu dicintainya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD