"Suatu saat kamu akan tau, siapa yang datang di saat waktu luang dan siapa yang meluangkan waktu untuk datang."
-----
"Bagaimana? Apa kau setuju untuk bergabung?"
Edward tampak menimbang. Pria itu kemudian membawa matanya untuk sekali lagi membaca proposal kerja sama yang ditawarkan Emaar Properties asal Dubai, Uni Emirat Arab dengan para kontraktor ternama. Karena alasan inilah, Vinci Construction yang terkenal sebagai kontraktor Museum Louvre di Perancis. Lalu Mace Construction sebagai kontraktor The Shard London Bridge yang merupakan gedung tertinggi di Uni Eropa, mengajak AlphaBeta untuk joint venture (perjanjian bisnis yang melibatkan banyak perusahaan) dalam sebuah mega proyek.
Seperti yang Edward baca di dalam proposal, Emaar Properties bermaksud untuk membangun sebuah gedung terpanjang di dunia. Untuk mewujudkan ambisi tersebut, Emaar Properties sengaja mengumpulkan perusahaan konstruksi dari berbagai belahan dunia untuk bergabung.
"Tim kita akan semakin solid bila kau turut serta, Ed. Ingat, proyek ini memberikan keuntungan bersih hingga puluhan milyar dollar." Pria bernama Thomas, perwakilan dari Mace Construction kembali berbicara. Ia berusaha untuk terus meyakinkan Edward agar mau bergabung.
Sebagai perusahaan konstruksi yang sudah sejak lama berdiri, AlpaBetha sendiri tidak perlu diragukan lagi kredibilitasnya. Di masa kepemimpinan Alexander, salah satu proyek paling ambisius yang pernah dilakukan oleh AlphaBeta Construction ialah membangun Bosphorus Bridge di Istanbul, Turki. Jembatan ini memiliki panjang sekitar 1,5 Kilometer dan ketinggian 64 meter di atas laut. Bangunan ini bahkan di klaim satu-satunya jembatan yang menghubungkan daratan benua Asia dan Eropa.
Bukan hanya itu, yang lebih menghebohkan, AlphaBeta juga pernah melakukan duet bersama Tunner Construction, perusahaan konstruksi asal Amerika Serikat. Mereka berdua terlibat dalam joint venture pembangunan gedung tertinggi di dunia atau yang dikenal dengan nama Burj Khalifa.
Karena begitu banyaknya prestasi yang ditorehkan, membuat begitu banyak perusahaan melirik bahkan sengaja mengajak AlphaBeta untuk bekerja sama. Perlu diakui juga, di bawah kepemimpinan Edward, AlphaBeta semakin diperhitungkan.
"Tidak perlu banyak berpikir. Proyek gila ini sangat nyata keuntungannya." Sekarang, giliran Matthew perwakilan Mace Constructions turut bersuara. "Aku bahkan yakin, setelah ini pasti AlphaBeta semakin diperhitungkan."
Edward mengangkat wajahnya, senyum tipis terukir jelas di bibirnya. Lantas tak berapa lama pria itu mengangguk yakin.
"Baiklah, aku pastikan AlphaBeta bergabung bersama kalian."
"Thanks God!" Thomas mengembuskan napas lega. Pria berambut dark brown itu tersenyum lebar lalu mengulurkan tangannya mengajak Edward untuk berjabat tangan. "Secepatnya kita harus mengadakan rapat internal untuk membahas proyek ini agar lebih matang, Ed."
"Setuju, Thom." Matthew turut menjawab. "Setelah membuat diagram plan-nya pastikan minggu depan kita berkumpul dengan pengembang dan para arsiteknya."
"Ok..." Edward berjabat tangan kepada Thomas dan Matthew secara bergantian. "Sekretarisku akan segera mengagendakan pertemuan untuk rapat berikutnya. Senang sekali kalian mengajakku untuk turut serta dalam proyek bergengsi ini."
Setelah berjabat tangan, Matthew dan Thomas sama-sama bangkit dari tempat duduknya. Mereka berdua bersiap untuk pamit undur diri.
"Terima kasih banyak atas waktu luang yang kau berikan. Kami berdua sangat menunggu undangan rapat dari pihak kalian." Sebelum benar-benar pergi, Thomas berucap penuh semangat.
"Sure," sahut Edward. "Sampai jumpa di rapat internal berikutnya."
Edward kemudian mengantarkan para tamunya untuk keluar ruangan. Setelah memastikan bayangan Thomas dan Matthew menghilang dari pandangan, pria bertubuh tegap itu kembali duduk di kursi kerjanya.
Tadinya, Edward berniat untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Tapi begitu mendengar pintu ruangannya kembali terbuka di tambah suara ribut orang yang sangat ia kenal, konsentrasinya buyar begitu saja.
Iris berwarna cokelat keemasan itu bergulir ke atas, saat seorang pria bertubuh tegap, dalam balutan jas mahal masuk dan langsung mendudukkan dirinya tepat di hadapan Edward dengan santai.
"Richard Delano, angin apa yang membawamu menemuiku sepagi ini?" kata Edward membuka percakapan di antara mereka. "Lagi pula, kenapa akhir-akhir ini aku sering melihatmu di London? Apa kau sudah bosan tinggal di Indonesia?"
"Tidak, ada. Hanya sedikit merindukanmu." Richard tersenyum tipis. "Aku ada urusan penting yang harus di selesaikan dengan Kenzie. Kantor kalian berdekatan. Jadi tidak ada salahnya aku singgah."
"Omong kosong!" Edward mencibir.
"Astaga, aku berkata yang sejujurnya, Edward Cullen." Richard berusaha meyakinkan sahabatnya. Ia paham benar kenapa pria itu bersikap sangsi, mengingat mereka berdua yang tidak pernah akur satu sama lain.
Edward tertawa sinis. Melirik ke pintu ketika sekretarisnya masuk membawa satu nampan berisi dua cangkir teh chamomile. Menghidangkannya dengan sopan kemudian langsung berpamitan untuk keluar.
"Kau baru saja selesai rapat dengan investor besar?" tanya Richard.
Edward mengangguk.
"Ya, begitulah. Kalau tender ini berhasil, AlphaBeta bisa mendapatkan profit hingga ratusan juta dollar."
"Lalu, bagaimana perkembangan ceritamu dengan wanita yang kau kejar-kejar kemarin?" Richard bertanya sembari mengangkat cangkir teh miliknya. Menyesap isinya dengan perlahan.
"Kau harus tahu sesuatu. Ternyata wanita yang ingin di jodohkan Papa ku adalah Naomi." Edward menyeringai. "Aku bahkan tidak habis pikir, kenapa Tuhan begitu baik kepadaku."
"Jadi kau menganggap kalau ini memang takdir yang sudah direncanakan Tuhan?" Ada nada mencibir terselip di kalimat yang Richard lontarkan.
Edward turut meraih cangkir teh. Menyesapnya terlebih dahulu, baru menjawab. "Apalagi kalau bukan takdir? Aku yakin Naomi itu memang jodohku, Rich. Berkali-kali wanita itu berusaha menghindariku. Tapi berkali-kali juga kami bertemu tanpa sengaja di setiap momen yang pas."
Kali ini, Richard meneguk habis sisa teh di cangkirnya lalu tertawa pelan. "Dasar terlalu percaya diri. Tapi, aku berharap wanita itu tidak mempermainkanmu, Ed."
Binar bahagia yang terukir di wajah Edward, memudar seketika. Tergantikan oleh decakan keras.
"Ck! Kenapa kau senang sekali menghancurkan kebahagiaanku, Rich."
Richard menaruh cangkir teh yang sudah kosong di meja. Menyandarkan bahunya pada kursi barulah ia menanggapi. "Aku tidak bermaksud untuk merusak kebahagiaanmu. Hanya saja, sebelum memutuskan sesuatu, ada baiknya kau berpikir lebih panjang. Ingat! Kau belum begitu mengenal wanita itu."
Kalimat yang keluar dari bibir Richard terdengar penuh khawatir. Tidak biasanya ia bersikap cemas apalagi kepada Edward. Entah kenapa, kali ini Richard merasa perlu memperingatkan sahabatnya itu.
"Jangan berlebihan, Rich. Lagi pula, aku sudah menyuruh Hans untuk menyelidiki segala latar belakang Naomi. Wanita itu tidak memiliki catatan hitam sedikit pun."
Richard mengangguk. "Syukurlah kalau Naomi memang wanita baik-baik."
Ponsel Richard kemudian berbunyi. Sebuah panggilan mengharuskannya untuk segera beranjak pergi dari kantor Edward. Tanpa basa basi, Richard langsung berpamitan pada sahabatnya tersebut.
"Lain waktu kita bertemu lagi. Mungkin minum coffe atau bermain golf bersama," ajak Richard.
Edward turut berdiri dari tempat duduknya.
"Anytime. Aku selalu ada waktu untuk kalian."
Richard mengangguk lagi. "Oke, aku pergi dulu. Ingat, Ed. Berhati-hatilah dengan orang baru. Aku tidak main-main dengan apa yang aku rasakan kali ini."
Edward diam saja. Sebagian otaknya mencoba untuk mencerna maksud dari apa yang diucapkan sahabatnya.
****
Edward memacu mobil Lamborghini Reventon miliknya dengan kecepatan sedang dan penuh kehati-hatian. Membelah jalanan dari kawasan Knightsbridge menuju perumahan elit yang ada di Keningston, London.
Ketika mobil itu tiba di salah satu rumah mewah bergaya Neoclassical, seorang petugas keamanan dengan sopan membantunya untuk membukakan pintu mobil. Menuntunnya untuk segera masuk ke rumah.
Ketika pintu rumah terbuka, seorang pria paruh baya menyunggingkan senyum lebar sembari menyambut kedatangan Edward.
"Akhirnya kau datang juga, Alexander Junior." Dylan Arley begitu antusias. Pria itu langsung menyuruh Edward untuk segera duduk.
"Aku tidak mungkin melupakan janji yang begitu penting ini, Tuan Dylan."
"Ah, kau begitu kaku, Ed," kata Dylan. "Kau bisa memanggilku Uncle, atau Papa sekalian. Itu tidak masalah."
Edward tersenyum penuh arti mendengar tawaran dari Dylan. Sudah dipastikan kalau pria paruh baya itu berharap hubungan yang akan ia jalin dengan Naomi berjalan lancar.
"Jangan berlebihan, Pa."
Dari arah dalam, Naomi berjalan pelan sambil menyahut ucapan Dylan sebelumnya. Wanita itu terlihat cantik dan dengan balutan gaun A line berwarna hitam pekat. Menambah kesan seksi di mata Edward.
"Jangan begitu sayang," sahut Dylan. "Papa rasa Edward cocok untukmu." Pandangan Dylan beralih ke Edward. "Bukan begitu, Ed?"
Edward tersenyum miring.
"It's, Ok. Mungkin Naomi masih malu-malu, Pa."
Dylan membulatkan matanya ketika mendengar Edward untuk pertama kali memanggilnya papa seperti apa yang ia perintahkan sebelumnya. Sementara itu, Naomi terlihat malas, memilih berpamitan pada Dylan lalu berjalan lebih dulu menuju mobil. Meninggalkan Edward begitu saja.
"Aku pamit dulu, Pa. Ku pastikan Naomi tidak akan pulang telat malam ini."
Dylan masih tersenyum.
"Tidak masalah kalian pulang terlambat. Aku sangat mempercayaimu, Ed. Aku tahu Alexander pasti mendidikmu dengan baik."
Edward membungkuk hormat, kemudian menyusul Naomi yang sudah berdiri di teras rumah. Pria itu kemudian membukakan pintu, mempersilahkan Naomi untuk masuk ke dalam mobilnya.
Sekitar dua puluh menit kemudian, Edward tampak memarkirkan mobilnya ke salah satu restoran mahal yang ada di pusat kota London. Mereka berdua lantas masuk. Berjalan bersama mengikuti arahan waitress untuk pergi ke ruangan yang sudah secara khusus direservasi oleh Edward. Sebuah ruangan di areal rooftop dengan pemandangan London Bridge dan sungai Thames.
"Bagaimana, apa kau suka tempat ini?" Edward membuka percakapan setelah sepanjang jalan mereka berdua saling bungkam satu sama lain.
Naomi mengangkat wajahnya. Menatap lekat wajah tampan Edward yang menyunggingkan senyum paling manis yang ia punya.
"Great," jawabnya singkat. "Kau pasti sudah sering membawa berbagai macam wanita kemari.
Senyum di bibir Edward berubah menjadi tawa.
"Astaga, kenapa kau bisa dengan mudah menyimpulkan seperti itu? Percayalah, kau satu-satunya wanita yang pernah aku bawa kemari."
"Hahaha." tawa Naomi berderai. "Benarkah?"
Edward mengangguk penuh yakin. "Bahkan kaulah satu-satunya wanita yang pernah tidur denganku."
Naomi tertawa sinis.
"Jadi, aku harus percaya dengan pengakuanmu? Seorang Edward Cullen yang terkenal Playboy tidak pernah sekali pun membawa wanita naik ke atas tempat tidurnya? Kenapa terdengar begitu Ironis?"
Senyum di wajah Edward menghilang. Namun ia tidak merasa tersinggung sama sekali dengan cibiran yang Naomi layangkan padanya.
"Tidak masalah kalau kau tidak percaya. Tapi ku tekankan, kalau aku berkata yang sejujurnya. Kedua orang tuaku selalu mengajarkan kalau pria itu dipandang karena ucapan dan tanggung jawabnya."
Naomi terdiam.
"Aku memang suka bergonta ganti pasangan. Tapi kau bisa tanya dengan semua wanita yang pernah berkencan denganku. Apakah aku pernah membawa mereka ke tempat tidur? Atau pernahkah aku meninggalkan mereka begitu saja?" lanjut Edward.
Sekilas, Naomi bisa merasakan kalau pria itu berucap dengan sungguh-sungguh. Dari sorot matanya bisa terbaca tidak ada kebohongan di sana. Tapi, entah kenapa Naomi berusaha menampik kenyataan itu.
"Percayalah. Kau adalah wanita pertama yang pernah tidur bersamaku. Itu sebabnya aku bersusah payah untuk bertanggung jawab atas perbuatanku."
"Aku sudah katakan, aku tidak butuh tanggung jawabmu." Setelah bungkam cukup lama, Naomi akhirnya menyela ucapan Edward. "Aku bahkan sudah melupakannya."
Edward mendengkus sekilas. "Bisa-bisanya kau melupakan hal penting seperti itu. Aku bahkan mengagungkan keperawanan. Sementara kau sendiri? Bisa dengan mudahnya melupakan." Edward menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Kau ini wanita tipe macam apa sebenarnya?"
Selesai Edward mengatakan itu, Naomi tampak menarik napas dalam-dalam. Sorot matanya sulit untuk Edward artikan.
"Aku akui, kau memang begitu gigih meyakinkanku. Kita lihat saja, apa kau mampu merubah pendirianku atau bahkan pandanganku selama ini terhadapmu."
Seringai kembali tercetak di bibir Edward.
"I accept your challenge, Baby. Aku terima tantanganmu."
Mereka berdua kemudian memilih untuk menyantap makanan yang sudah dihidangkan oleh para pelayan. Di iringi deru angin malam serta temaram cahaya bintang-bintang membuat suasana makan malam mereka begitu romantis. Edward bahkan tak segan-segan melepas jas miliknya lalu memasangkan ke tubuh Naomi yang terlihat kedinginan terkena angin malam.
****
Dua jam adalah waktu yang cukup bagi Naomi untuk ia habiskan bersama Edward. Maka, setelah acara makan malam usai, wanita itu memilih untuk segera diantar pulang.
Sama seperti halnya saat berangkat, perjalanan pulang kali ini mereka habiskan dengan saling berdiam diri. Lebih menikmati alunan lagu dari Lewis Capaldi yang sengaja Edward putar di dalam mobilnya.
Dua puluh menit berkendara, Edward tampak mengarahkan kendaraannya memasuki kompleks The Boltons di kawasan Keningston. Dengan begitu sengaja, Edward menghentikan laju mobilnya tepat di pelataran rumah Naomi.
Setelah mobil yang ia kendarai benar-benar berhenti, dengan sigap Edward berpaling. Mendekatkan tubuhnya demi membantu Naomi membukakan sabuk pengaman yang melingkari tubuh wanita itu.
Tercium jelas oleh Naomi, aroma parfum vanilla lembut nan eksotis, dipadu harum woody yang maskulin. Membuat wanita itu tanpa sadar terbuai bahkan berkeinginan untuk menghirup lebih dalam aroma tubuh Edward.
Naomi bahkan tidak menyadari ketika wajah Edward semakin mendekat. Meraih dagu Naomi dan mengangkatnya ketika ia untuk pertama kalinya memulai lebih dulu melabuhkan bibir dalam satu ciuman pada wanita itu.
Awalnya, dengan susah payah Naomi mencoba untuk menolak. Tapi, tubuhnya seperti berkhianat. Alih-alih menjauh, ia malah semakin merapatkan diri pada Edward.
Mata Naomi memejam. Pelan-pelan bibirnya membuka. Mempersilahkan Edward untuk menjelajahi. Menikmati bagaimana pria itu menggerakkan bibirnya dalam ciuman yang sekejap mata terasa panas.
Naomi bahkan merasakan bagaimana tangan Edward menarik tubuhnya ke dalam rengkuhan pria itu. Membawanya ke dalam sentuhan kenikmatan yang justru menghadirkan bayangan kenikmatan lainnya.
Namun, cumbuan panas itu seketika terhenti ketika Edward sengaja menarik wajahnya. Melepaskan pagutan bibir mereka berdua. Ada rasa kecewa dalam diri Naomi. Tapi cepat-cepat wanita itu menjaga air mukanya agar tetap terlihat tenang.
"Maaf, aku harus menghentikan ini. Aku takut semakin terbuai," ucap Edward penuh sesal. "Aku bisa memberimu kepuasan lebih dari ini ketika kita resmi menikah nanti."
Naomi tertawa mengejek.
"Kau terlalu percaya diri kalau aku akan menerima perjodohan itu."
Edward turut tertawa. Mata pria itu terlihat liar mengamati Naomi. Penuh keyakinan ia membalas.
"Aku pastikan kau akan menjadi istriku, Naomi Arley. Akan ku buktikan pada dunia kalau aku pantas mendampingimu. Lagi pula, ada banyak cara yang bisa ku tempuh untuk memilikimu."
"In your dream, Mr. Cullen."
Naomi kemudian keluar dari mobil. Meninggalkan Edward yang tertawa puas.
.
.
=== CARA MEMBELI KOIN UNTUK MEMBUKA BAB SELANJUTNYA ===
Cara membeli koin via aplikasi DANA.
Kenapa saya pilih DANA? Karena aplikasi DANA jarang sekali mengalami eror/gangguan. (Tidak seperti melakukan pembelian lewat pulsa/ovo/gopay yang sering mengalami eror hingga koin tidak masuk ke dompet pembaca)
.
1. Login Aplikasi (WAJIB)
2. Klik tanda TOKO
3. Pilih jumlah koin yang ingin di beli
4. Pilih motede p********n. (Karena ingin membeli pakai DANA , pilih 'DANA' - Jangan lupa, pastikan APLIKASI DANA ANDA SUDAH TERISI SALDO SEBELUMNYA (tidak kosong)
5. Tekan bayar
6. Tekan lanjut
7. Masukkan nomor handphone/nomor Dana anda
8. Klik lanjutkan
9. Masukkan kode pin DANA
10. Masukkan kode yang di kirim via SMS
11. Tunggu beberapa detik sampai tulisan layar di handphone berubah 'BERHASIL'
12. Cek dompet yang ada di aplikasi Dreame/Innovel. Jika koin sudah bertambah, bisa langsung di gunakan.
.
Selamat Mencoba.
Semoga informasi yang saya berikan bermanfaat.
.
INGATTTTT, KALAU PEMBELIAN KOIN GAGAL, BISA LAKUKAN PELAPORAN KE CS MERCHANT (APLIKASI DANA) BUKAN PROTES KE PENULIS YAHH. KARENA YANG JUALAN KOIN ITU PIHAK APLIKASI BUKAN PENULIS.
.
THANKISS PERHATIANNYA