Episode 8: Gustian dan Wanita cantik

2193 Words
Sebulan berlalu. Aleoku sudah sangat dekat dengan nenek dan ayahnya. Hanya saja kakeknya yang cuma sesekali mampir kerumah yang saat ini kami tempati, tidak begitu peduli dengan kehadiran Aleo. Meskipun begitu, kerap kali kulihat beliau tersenyum simpul mendengarkan celotehan Aleo yang sedang bercerita dengan neneknya. Aleo juga sudah bisa kutinggal jika kebetulan aku mendapat sip malam meskipun tentu saja dengan rengekan manja darinya saat aku akan pergi. Anehnya meskipun bertemu setiap hari, entah mengapa aku selalu merindukan Aleo. Perlahan-lahan aku mulai menyadari waktu ku dirumah ini sudah tidak akan lama lagi. Hanya tinggal satu percobaan dan jika percobaan itu segera berhasil maka sudah dipastikan aku dan Tian akan segera bercerai. "Kapan kau akan pura-pura dinas diluar kota?" Aku diam saja, tidak berani menyuarakan sesuatu. Aku takut jika nanti kukatakan kalau ini belum waktu yang tepat mereka akan berfikir aku sedang mengulur-ulur waktu agar tetap bisa tinggal dirumah mereka. "Apa tidak terlalu cepat mom? Kalau kita terlalu gegabah bisa-bisa Aleo sakit atau menangis seharian mencari ibunya" Untunglah Gustian mengerti dengan kediamanku. Aku sangat bersukur untuk itu. Satu hal yang kutau pasti, Gustian selalu memperhatikan apapun yang terbaik untuk Aleo. "Setidaknya mulai malam ini biarkan Aleo tidur terpisah dari Nola. Kalau terus-terusan satu kamar dengan kalian, kapan Aleo akan terbiasa tidak tidur dengan ibunya?" "Kalau untuk itu, nanti akan kucoba bu. Aku akan membujuk Aleo agar mau tidur dikamarnya sendiri bersama Rani" "Baguslah dengan begitu akan lebih cepat baginya untuk melupakanmu" Diam-diam batinku menangis mendengar perkataan ibu Gustian. Apa begitu tidak sukanya dia padaku yang dia tau adalah orang tua kandung Aleo? Apa hal-hal seperti ini jugalah yang ditakutkan kak Hilda sebelum kepergianya? Dan kenapa dia begitu tega memaksa seorang anak yang tidak tau apa-apa berpisah dari ibunya hanya karna keegoisan beliau yang menginginkan cucunya? *** "Apa yang kau lamunkan?" Novi menyadarkanku yang entah sudah berapa lama melamun mengingat kembali perkataan ibu Gustian pagi tadi. "Tidak ada Nov aku hanya terlalu senang karna hari ini kita akan menerima gaji" "Kupikir kau sedang melamunkan pacarmu" "Pacar? Kau tau kan aku 100% jomblo sejati. Kau sih enak bisa kerja sambil pacaran sama Rasid" "Makanya cari pacar. Tuh lihat bahkan pak Gustian yang legendaris itu saja sudah punya pacar" Aku mengikuti arah telunjuk tangan Novi yang sedang mengarah pada Gustian dan seorang wanita yang baru saja masuk melalui pintu utama. "Pacar? Darimana kau tau kalau wanita itu pacarnya?" "Mereka sudah lama pacaran Nola. Dari gosip yang beredar, pak Tian sudah puluhan kali menolak dinikahkan oleh ayahnya karna wanita itu." "Oh. Lalu kenapa mereka tidak menikah saja?" "Entahlah aku tidak begitu tau seperti apa hubungan mereka yang sebenarnya" "Lalu..." "Diamlah mereka sedang menuju kemari" Gustian terlihat sedang menjelaskan bagian demi bagian lantai utama hotel pada wanita yang kata orang kekasihnya itu. Apa wanita itu akan bekerja disini? Waw setelah melihatnya dari jarak dekat ternyata dia cantik sekali. Bahkan aku yang seorang wanita sekalipun jatuh cinta dengan kecantikanya. Kata orang aku juga cantik sih, apalagi kalau dandan, tapi wanita ini benar-benar sempurna. "Nola tolong siapkan kamar terbaik di hotel kita untuk nona Kirana. Satu bulan ini dia akan tinggal disini untuk mempersiapkan pesta perayaan hari jadi hotel kita" "Baik pak" Aku segera menyerahkan kunci kamar yang diminta Gustian setelah yakin bahwa kamar yang kami sediakan sudah siap. Setelah Gustian dan Kirana tidak terlihat lagi, Novi langsung menghampiriku. "Nola dari mana pak Tian tau namamu?" "Tentu saja dari tanda pengenalku Novi dari mana lagi?" "Aku tidak melihat pak tian membaca atau menoleh sama sekali ke tanda pengenalmu Nola, aku memperhatikanya dari tadi" "Apa yang aneh? Tentu saja atasan harus mengenal bawahanya untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis" "Pak Tian bukan orang seperti itu Nola, dia itu sedingin es" "Benarkah? Oh mungkin saja karna aku dekat dengan Danu" "Wahhh kau dan Danu sedang PDKT ya?" Aku hanya tertawa menanggapi ucapan Novi. Entahlah wanita satu ini kenapa begitu ingin melihatku punya pacar. Danu dia terpaksa menjadi alasanku. Setidaknya dengan menyebut nama Danu Novi tidak akan mempertanyakan lagi mengapa Tian tau namaku. Sejauh ini hatiku baik-baik saja. Bahkan aku sama sekali tidak cemburu melihat orang yang sudah 1 bulan ini tidur satu ranjang denganku bersama wanita lain. Aku bersyukur aku belum jatuh cinta padanya dan aku berharap sampai sandiwara ini selesai aku tidak akan pernah jatuh cinta pada Gustian. *** Aku masih mematung dengan mata berkaca-kaca didepan mesin ATM. Ini pertama kalinya selama aku bekerja aku mendapatkan gaji yang lumayan jumlahnya. Segera kuambil sebagian dari gajiku dan kembali ke hotel untuk menemui Danu. Sayangnya aku tidak tau Danu itu letak kantornya dimana? Aku langsung menelpon nomor Tian. Tapi sayangnya orang itu juga sama sekali tidak mengangkat telponku. Kutanyakan pada salah seorang OB kemana aku harus mencari Danu. Dia pun menjelaskan ke lantai berapa aku harus naik. Aku langsung menuju lift dan menunggu disana. Saat pintu lift terbuka aku sangat terkejut melihat pemandangan yang ada didepan mataku. Gustian dan Kirana sedang berpelukan mesra layaknya pasangan kekasih yang sudah lama tidak berjumpa. Gustian pun tidak kalah terkejutnya denganku. Dia langsung menjauhkan diri dari Kirana dan mengajak Kirana keluar dari lift. Entahlah dia terkejut karna apa, tidak mungkinkan dia terkejut karna merasa seperti suami yang sedang kepergok selingkuh oleh istrinya? Sudahlah dari pada memikirkan Gustian lebih baik aku segera bertemu Danu dan mengembalikan uang yang kupinjam darinya. "Hai" Aku menyapa Danu yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. Tidak sulit menemukan ruangan Danu setelah mengikuti petujuk dari OB yang kutemui tadi. "Nyonya? Ada apa kemari?" "Panggil aku Nola saja Danu, kau kan tau aku ini istri yang seperti apa" "Itu tidak sopan nyonya" "Lagipula jika kau terus memanggilku dengan sebutan nyonya bisa jadi aku akan kehilangan kesempatanku untuk dekat dengan pria manapun karna dikira benar-benar sudah bersuami" "Tapi nyonyakan memang sudah bersuami?" "Sudahlah panggil saja aku Nola jika kau tidak ingin melihatku jadi perawan tua" Danu langsung tertawa mendengar leluconku "Ini uang yang kupinjam waktu itu dan sebagai ucapan terima kasih kau tidak keberatankan kalau kuajak makan siang diluar besok?" "Uang itu? Pak Tian sudah membayarnya nyonya oh maaf maksudku Nola" "Sejak kapan?" "Sejak aku melaporkanya. Maaf aku terpaksa melaporkan semua kegiatanmu karna itu perintah langsung dari pak Tian." "Oh, berarti nanti aku langsung bayar ke dia saja" Danu hanya mengangkat bahu dan segera mengajakku turun. "Gaji pertamamu mau dipakai untuk apa?" "Untuk membayar hutang dan juga untuk membelikan beberapa oleh-oleh untuk teman2 baruku yang mungkin akan segera kutinggalkan" "Memangnya kau mau pergi kemana?" Danu sedikit bingung dan terlihat sangat penasaran dengan ucapanku barusan "Aku harus pergi setelah memastikan Aleo sudah terbiasa tanpa kehadiranku Danu. Mereka hanya menginginkan Aleo. Aku yang bukan siapa-siapa ini mana mungkin bisa diterima dikeluarga mereka yang luar biasa itu" "Apa kau tidak sedih berpisah dengan anakmu Nola?" Danu pastilah tidak mengetahui kalau Aleo bukanlah anak kandungku dan aku yakin Gustian pun pastilah merahasiakan hal ini dari Danu. "Tentu saja sedih. Tapi ibu mana yang tidak ingin melihat hidup anaknya terjamin jika tinggal dengan ayah kandungnya dari pada tinggal dengan ibu yang bahkan tidak bisa membelikan mainan untuknya" "Maaf Nola mungkin aku sudah menabur garam pada lukamu" "Sudahlah jangan berlebihan Danu. Mau bagaimana lagi hidup itu susah dan aku tidak punya pilihan lain selain memberikan Aleo pada mereka daripada membiarkan Aleo menderita bersamaku" Lama kami terdiam sampai akhirnya Danu kembali bertanya padaku. "Jadi sebenarnya apa yang terjadi padamu dan pak Tian sampai-sampai kalian punya anak seperti itu?" "Sekalian saja tanya bagaimana proses membuatnya" Aku dan Danu langsung menoleh kebelakang dan sama-sama terkejut saat melihat Gustian sudah ada dibelakang kami. Entah sejak kapan. Apa dia mendengar semua pembicaraan kami? Bagian mana saja yang sempat dia dengar? "Pak Tian" Aku dan Danu langsung membungkuk memberi hormat saat melihat Gustian. "Jangan lupa poin ke 3 perjanjian kita" Setelah mengatakan itu Gustian langsung pergi mendahului kami. "Nola kau tau apa maksud dari ucapan pak Tian?" "Tentu saja. Sudahlah jangan dipikirkan lebih baik kita cepat pulang kalau tidak mau terjebak macet lebih lama lagi" Aku dan Danu pun berpisah setelah sampai dipintu utama. Hari ini aku tidak langsung pulang, aku harus belanja terlebih dahulu untuk membeli hadiah sekaligus tanda perpisahan dengan pelayan dirumah Gustian yang sudah sebulan lebih menjadi teman-teman dekatku. Siapa tau dilain hari aku tak sempat berpamitan secara pantas dengan mereka saat Gustian menandatangani surat perceraian kami. *** "Ini untuk Rani, ini untuk bik Mira, ini untuk bik Suri, dan ini untuk pak Agus" Kuberikan sebuah gaun pada Rani, mobil-mobilan remote pada bik Mira yang punya seorang anak lelaki seumuran Aleo, krim perawatan wajah yang selalu diidam-idamkan oleh bik Suri, dan sepasang sepatu baru untuk pak Agus. "Wah terima kasih nyonya, memangnya ada hal baik apa nya?" Rani bertanya dengan wajah yang begitu bahagia. "Hari ini aku gajian" Dengan wajah berbinar kuceritakan pada mereka kalau gajiku ini adalah gaji terbesar selama aku bekerja. Mereka pun memelukku erat dan terus-terusan mengucapkan terima kasih. Aku tau mereka sedang mengasihaniku. Semua terlihat jelas dari mata mereka yang berkaca-kaca saat memelukku. Setelah berpamitan pada mereka, akupun langsung menemui Aleo yang sejak aku pulang tadi sama sekali tidak menghiraukan kedatanganku karna sangat asik bermain playstation bersama ayahnya. "Aleo tidak kangen mama?" "Dia sedang bermain, jangan ganggu dia Nola" Mendengar ucapan ibu Gustian aku langsung menjauhkan diri dari Aleo. Kutatap wajahnya yang sedang fokus bermain game tanpa menoleh sedikitpun padaku. Aku menjadi sedih sendiri melihat Aleo yang sudah semakin jauh dariku. "Kalau begitu aku langsung ke atas bu. Ini hadiah dari gaji pertamaku untuk ibu dan bapak" Beliau hanya mengangguk tanpa menoleh sama sekali pada hadiah yang kuberikan. Setelah sampai dikamar air mataku langsung jatuh begitu saja. Rasanya sakit sekali. Tak ingin ada yang tau kalau aku sedang menangis, aku langsung bergegas kekamar mandi. Apapun yang terjadi aku tidak boleh terlihat lemah, tidak didepan Tian dan keluarganya, tidak juga didepan Aleoku. Selesai mandi aku kembali turun kebawah untuk menunggu Aleo dan mengajaknya segera tidur. Sudah hampir pukul 8 malam, biasanya sebentar lagi Aleo akan mengantuk. Benar saja, Aleo langsung berlari memeluku dan minta ditemani tidur saat aku baru tiba diruang tengah. Aku langsung mengajaknya tidur dikamar yang memang sejak awal sudah disiapkan untuk kamar Aleo. sebenarnya ini kali kedua Aleo tidur dikamar ini dimalam hari. Pertama kali dia tidur disini adalah saat aku jatuh sakit dan harus dirawat. Aleo sama sekali tidak protes ataupun bertanya padaku, mungkin karna dia yang sudah terlalu mengantuk atau karna sudah ada yang menjelaskan padanya bahwa dia harus tidur dikamarnya sendiri. Entahlah, besok akan kucari tau. Aku segera meminta Rani menemani Aleo setelah yakin kalau Aleo sudah tertidur pulas. Aleoku pasti akan segera terbiasa tidur bersama Rani mengingat Rani sudah semakin dekat dengannya dan juga pola tidur Aleo yang lelap dan hampir tidak pernah terbangun ditengah malam. Hanya malam itu aku tidak tau mengapa dia tiba-tiba terbangun dan mencariku. Aku kembali ke kamar dan bersiap untuk tidur. Ini malam kedua aku tidur dikamar ini tanpa adanya Aleo sebagai pembatas antara aku dan Gustian. Anehnya aku sama sekali tidak merasa gugup dan canggung seperti saat malam pertama kami berada dalam satu kamar sebulan yang lalu. Gustian sudah berbaring dan bersiap untuk tidur saat aku datang. "Kalau kau merasa tidak nyaman aku bisa tidur dikamar lain" "Tidak perlu toh ini bukan pertama kalinya kita berdua tidur diranjang itu. Lagipula aku tau kau tidak akan menyentuhku" Gustian tak merespon ucapanku. Akupun dengan cueknya langsung berbaring disisi Gustian dan memunggunginya. "Nola menurutmu berapa lama lagi Aleo bisa terbiasa hidup tanpamu?" Aku terkejut dengan pertanyaan Gustian. Apa yang sedang dia pikirkan? Apa mungkin dia sudah tidak sabar berpisah denganku dan menikahi wanita yang kata orang adalah pacarnya itu? "Entahlah. Yang kulihat Aleo semakin jauh dariku" "Menurutmu apa dia sudah bisa berpisah darimu lebih dari satu hari?" "Apa kau memintaku untuk segera mencobanya pada Aleo?" Aku membalik tubuhku menghadap kearah Gustian. Sepertinya percakapan kami akan berlangsung sedikit lebih lama "Aku sedang meminta pendapatmu Nola. Kau orang yang paling dekat denganya dan kau pasti tau mana saat yang paling tepat untuk melakukanya" "Menurutku kita lihat dulu bagaimana reaksi Aleo setelah dia tidak tidur didekatku lagi. Kalau dia sudah mulai terbiasa maka tak ada salahnya jika kita mencobanya. Tapi sepertinya Aleo baik-baik saja, dia bahkan tidak menangis saat kutinggalkan kerja dimalam hari" "Apa kau tidak apa-apa? Anak itu sudah bersamamu selama 4 tahun ini. Apa kau akan baik-baik saja jika dia sudah resmi tinggal disini dan berpisah denganmu?" Ada sedikit kegetiran dan perasaan iba yang bisa k****a dari raut wajah Tian yang terus menatap kelangit-langit kamar. "Mau bagaimana lagi? Dia darah dagingmu, didalam darahnya mengalir darahmu. Lalu aku siapa? Aku bukan siapa-siapa Tian. Sungguh aku sangat bersyukur Aleo bisa hidup dengan keluarga kandungnya" "Tian aku tidak ingin Aleo hidup sepertiku, tidak tau siapa ayah dan ibunya. Akan lebih baik jika dia hidup bersama keluarga kandungnya sendiri. Lagipula jika bersamaku aku tidak yakin bisa memberikan Aleo masa depan yang lebih layak" Gustian hanya diam. Aku tak tau apa yang sedang dipikirkanya. apa mungkin Gustian ingin Aleo segera terbiasa tanpaku? "Nola mulai besok malam aku tidak akan tidur dikamar ini lagi. Dimalam hari saat Aleo sudah tertidur aku akan kembali kerumah utama" Aku hanya mengagguk tak ingin menanyakan apa alasanya. Aku tau aku tak berhak ikut campur masalah pribadi Gustian apalagi jika itu menyangkut masalah rumah utama. Rumah yang sama sekali tidak boleh kusentuh. to be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD