Episode 6: Malam pertama

2081 Words
Tak ada yang istimewa dari hari pernikahan yang selama ini selalu ku impikan. Nyatanya hari sakral itu berlalu begitu saja. Tanpa dekorasi yang mewah, tanpa alunan musik klasik, tanpa beragam makanan manis, dan tentu saja tanpa kebahagiaan dari kedua belah pihak yang menikah. Aku hanya merasa sedikit lega karna dirumah yang kami tempati saat ini aku diperkenalkan sebagai nyonya Gustian. Di rumah ini setidaknya aku dikenal sebagai seorang istri. Kudengar dari salah seorang pegawai dirumah Tian, mereka semua sudah diancam untuk tutup mulut dan merahasiakan semuanya jika tidak ingin kehilangan pekerjaan. Aku maklum, keluarga Gustian adalah keluarga kaya raya. Lah aku siapa? Mungkin bagi mereka aku cuma benalu yang sedang memanfaatkan Aleo untuk bisa hidup lebih layak. Bahkan Gustian sudah memintaku menandatangani surat cerai demi mencegah sifat serakah manusia yang mungkin saja bangkit dari dalam diriku. Malam ini seharusnya adalah malam pertama untukku dan Gustian. Tapi jangan harap malam pertamaku sebagai pengantin akan berseri-seri dan penuh kebahagiaan seperti layaknya pasangan pengantin baru. Bukan karna aku tidak mau melakukanya, bukan juga karna aku dengan akal sehatku akan menolak jika dia meminta haknya. Bukan, bukan karna itu. Itu semua karna orang yang disebut sebagai suamiku itu malah tidak pulang sama sekali setelah pergi entah kemana selesai acara pernikahan kami. Meskipun didalam perjanjian pranikah yang sudah kami tanda tangani ada poin ke 6 yang sengaja kutambahkan, tapi dalam hati yang paling dalam aku bersungguh-sungguh akan menjadikan diriku sebagai istrinya. Walaupun mungkin pernikahan ini hanya berlangsung beberapa bulan, setidaknya aku tidak ingin bermain-main dengan pernikahan yang sudah digariskan oleh tuhan. Dalam pernikahan ini aku tidak ingin pura-pura, aku akan bersungguh-sungguh menjadi seorang istri setidaknya sampai Gustian menceraikanku. Pukul 23.35 wib saat kudengar langkah kaki seseorang masuk kedalam kamar yang kutempati bersama Aleo dan tentu saja kamar Gustian juga. Seketika aku bangun dan menyalahkan penerangan untuk memastikan siapa yang datang tengah malam begini. "Baru pulang?" Gustian hanya mengangguk dan langsung berjalan ke kamar mandi. Aku menunggunya dengan perasaan cemas, bukan apa-apa ini adalah pertama kalinya aku berada satu ruangan dengan seorang pria tengah malam begini. "Sudah makan?" Aku kembali bertanya saat Gustian sudah keluar dari kamar mandi dengan mengenakan piyama tidurnya. "Hm" Dia hanya mengangguk dan langsung berbaring disamping Aleo. Aku juga akan segera berbaring saat tian berkata, "Jangan mengharapkan apapun dariku. Aku tak akan pernah bisa memberikan apapun padamu kecuali uang. Jadi jangan bersikap berlebihan dan berhenti berperan sebagai seorang istri sungguhan" "Aku tau, aku tak akan mengulanginya" Kuambil bantal dan selimut tambahan yang masih tersimpan rapi dalam lemari. Mau bagaimana lagi aku sudah ditolak sebagai seorang istri dan sukurlah Gustian langsung menyadarkanku. Sofa panjang menjadi tempatku berlabuh malam ini. Ya malam pertamaku. Kusadari Gustian sempat menoleh ke arahku yang memilih tidur disofa dari pada tidur bersamanya dan Aleo. Tak ada rasa bersalah ataupun kasihan dari tatapan matanya, sama sekali tak ada emosi. *** Dini hari aku langsung bangun seperti biasa dan segera menyimpan bantal dan selimut yang semalam kupakai kedalam lemari. Aku tak ingin Aleo menyadari kalau aku tidak tidur didekatnya tadi malam. Kupandangi Aleo yang masih nyenyak tertidur dalam dekapan ayahnya. Kemarin kami sudah berbicara panjang lebar. Entah aku tak tau apakah Aleo mengerti dengan apa yang kujelaskan. Yang kutangkap hanyalah Aleoku begitu bahagia mempunyai seseorang yang bisa dia panggil dengan sebutan papa. Air mataku mengalir lagi mengingat waktuku bersamanya mungkin tak akan berlangsung lama. Meski masih sedikit asing, Aleoku sudah mulai terbiasa dengan suasana dirumah barunya. Tak ingin larut dalam kesedihan, aku langsung menuju dapur dan membantu beberapa pelayan yang sedang membuatkan sarapan untuk kami semua. "Jangan nya, nanti nyonya besar marah kalau tau nyonya ikut membantu kami" "Kok marah? Kan aku yang mau membantu kalian, lagipula aku sudah terbiasa melakukan apapun sebelum datang kesini" "Tapi nya..." "Sudahlah ayo lanjutkan, nanti keburu semuanya bangun" Tak mau berdebat dengan mereka, aku langsung mengerjakan apa yang kubisa. Memotong sayur, menggoreng ikan, bahkan mencuci piring pun kulakukan meskipun tentu saja dengan tatapan tidak enak dari beberapa pelayan yang sedari tadi memintaku untuk tidak mengerjakanya. Setelah semuanya beres aku langsung beranjak kekamar dan membersihkan diri. Selesai mandi masih terlalu pagi untuk membangunkan Aleo dan mengganggu waktu berharganya bersama Tian. Jadi kuputuskan untuk menyiapkan pakaian kerja Gustian saja. Tapi aku langsung menyimpanya kembali saat ingat apa yang diucapkan Gustian semalam. Benar, dia memintaku untuk tidak menjalankan peranku sebagai seorang istri. Lalu apa yang kulakukan? Apa aku ingin mempermalukan diriku lagi dihadapanya? *** "Mama" Panggilan Aleo menyadarkanku yang sedari tadi asik sendiri bermain game sambil menunggu dia bangun. "Sudah bangun sayang" Aku menghampiri Aleo yang masih berusaha membiasakan matanya yang baru bangun tidur terkena cahaya matahari yang masuk lewat jendela yang sudah kubuka. "Papa belum bangun?" "Belum sayang. Ayo bangun, jangan ganggu papamu. Dia pasti lelah karna semalam bekerja sampai larut" Aku langsung menggendong Aleo dan mengajaknya ke kamar mandi. Rutinitas biasa pipis, gosok gigi, dan tentu saja cuci muka. Saat kami keluar dari kamar mandi ternyata Gustian sudah bangun dan duduk dipinggir ranjang. "Paman Tian" "Huss papa sayang" Aku membenarkan panggilan Aleo pada Gustian yang masih saja sering memanggil Tian dengan sebutan paman. "Uups. Papa" Aleo langsung berlari kepelukan ayahnya orang yang jujur saja baru beberapa minggu ini dia kenal. Mungkin karna mereka mempunyai ikatan darah makanya Aleo mudah menerima Gustian sebagai seorang ayah. Atau bisa jadi karna dia memang sudah lama merindukan sosok ayah yang selama ini tidak dia miliki. Lagi aku hanya berdiri canggung memperhatikan setiap celotehan yang Aleo tujukan untuk ayahnya itu. Aku tau aku tak bisa masuk kedalam kebahagiaan mereka, jadi aku memilih untuk meninggalkan mereka dan mulai menyiapkan makanan untuk Aleo. *** Pukul 07.00 saat semuanya sudah berkumpul di meja makan dan sudah siap dengan rutinitas pagi yang biasa mereka jalani. Pagi ini ada seseorang yang mau tidak mau membuatku gugup dan salah tingkah. Pasalnya sejak tadi ayah gustian orang yang kemarin tidak datang di acara pernikahan kami, terus menatapku dengan penuh selidik. "Kau sudah pastikan kalau anak itu benar-benar anakmu Tian?" Aku langsung meminta salah seorang pelayan untuk mengajak Aleo makan terpisah dari kami saat menyadari kemana arah pembicaraan ayah Gustian. Aku takut Aleo tau kalau anak yang dimaksud oleh orang tua itu adalah dirinya. "Dad kumohon jangan katakan apapun jika Aleo ada didekat kita" "Kenapa? Kau takut dia tau kalau dia adalah anak harammu dengan wanita itu?" "Daddy" Gustian mengeram menahan marah. Raut wajahnya menunjukan perasaan kecewa dan juga sedih. "Maaf pak bukanya saya lancang, tapi saya mohon jangan sudutkan Aleo seperti itu hanya karna kesalahan kami sebagai orang tuanya" "Kau diam saja. Jangan karna statusmu sebagai istri Gustian lalu kau punya hak untuk bicara. Kau bukan siapa-siapa disini dan kuharap kau segera menghilang membawa anak itu" Aku langsung terdian mendengar kata-kata pedas yang dilontarkan ayah Gustian. Beliau benar, statusku saja sebagai seorang istri, selebihnya aku sama saja dengan pelayan yang ada dirumah ini. "Dia tidak akan kemana-mana sampai Aleo betah tinggal disini. Jangan ikut campur untuk urusan itu suamiku. Kita sudah membahasnya beberapa waktu lalu. Kau jangan kawatir, pernikahan mereka benar-benar tertutup. Jadi pernikahan mereka dan Aleo sama sekali tidak akan tercium oleh publik apalagi oleh calon besan yang begitu kau impikan itu" Ayah Gustian hanya bermuka masam dan melanjutkan sarapanya dalam diam. Aku baru bisa bernafas lega saat beliau menyudahi sarapanya dan meninggalkan kami yang sejak tadi tak lagi punya selera untuk makan. "Kapan kau akan menikahi wanita itu?" "Sekarang aku sudah menikah mom" "Bukan dia tapi wanita yang dipilihkan oleh daddymu itu" "Sudah kukatakan aku sama sekali belum punya niat untuk menikahi siapapun saat ini. Mommy tau pasti kalau bukan karna Aleo aku juga tak mungkin menikahi Nola" "Lalu sampai kapan kau akan melajang? Seumur hidup? Kau harapan mommy satu-satunya Tian. Jangan terus-terusan keras kepala dan menentang semua keinginan daddymu" "Sudahlah mom aku tak ingin berdebat" Aku hanya diam, tak berani membuka suara. Kulihat ibu Tian hanya mendesah kecewa dan mengelus d**a dengan keputusan anaknya yang selalu saja cari masalah dengan menentang keinginan ayahnya. "Dan satu lagi kuharap kali ini kau tidak keberatan dengan keputusan mommy. Carikan Nola pekerjaan dibagian apa saja di hotelmu. Jika dia hanya dirumah dan terus berada di dekat Aleo maka kemungkinan untuk membuat Aleo terbiasa tanpa Nola akan semakin kecil" "Aku tau. Aku juga sudah memikirkan semua itu. Nola kau bersiaplah, hari ini akan kucarikan posisi yang cocok untukmu dihotel tempatku bekerja" "Baiklah" Aku langsung menyanggupinya, aku tak akan menolak, lagi pula aku memang butuh pekerjaan. *** Aku mengajarkan cara membuat s**u pada salah seorang pelayan yang memang disiapkan khusus untuk Aleo. Namanya Rani. Dia masih tergolong cukup muda, tapi pembawaanya yang supel dan mudah dekat dengan anak-anak membuatku tidak merasa khawatir meninggalkan Aleo dalam asuhanya. "Hari ini mama harus kerja lagi sayang. Aleo tidak apa-apakan kalau mama tinggal sama tante Rani? Dirumah ini teman Aleo juga banyak. Mainanya juga banyak" "Iya ma, tapi mama cepat pulang ya" Aku tersenyum dan langsung memberikan Aleo yang ada dalam gendonganku kepada Rani. "Iya sayang mama janji akan pulang lebih cepat" Kucium keningnya sebelum akhirnya kutinggalkan dia yang terus melambaikan tanganya padaku. Gustian sudah pergi dari tadi setelah memberi tau kehotel mana aku harus datang. Dengan berbekal ijazah yang selama ini begitu kubanggakan aku melangkah dengan pasti menuju tempat yang mungkin saja nantinya adalah tempat yang akan menjadi masa depanku karirku. Sesampainya di hotel Grand Paradise tempat dimana Gustian menjanjikan pekerjaan padaku juga tempat dimana kami menandatangani surat perjanjian beberapa hari yang lalu, aku langsung disambut oleh bawahan kepercayaanya yang waktu itu mengurus surat menyurat pernikahan kami. Kalau tidak salah namanya Danu. Dia masih cukup muda, mungkin hanya terpaut beberapa tahun saja dengan usiaku. "Nyonya pak Tian sudah menyiapkan pekerjaan untuk anda. Anda bisa membaca terlebih dahulu kontrak kerja sama dengan hotel ini. Setelah itu tanda tangani disini" Danu menunjukan kemana aku harus membubuhkan tanda tanganku. Setelah k****a dengan teliti ternyata Tian menempatkanku di bagian resepsionis. Tanpa pikir panjang aku langsung menandatangani kontrak itu. Memang sih kontrak kerjanya hanya berlangsung selama 1 tahun. Tapi setidaknya selama 1 tahun ini akan kukumpulkan banyak uang. Setelah semuanya beres, Danu mengajaku berkeliling dan menjelaskan apa saja yang harus kukerjakan. Untunglah aku mahir berbahasa inggris dan bahasa jepang. Setidaknya kemampuan berbahasa asingku itu dapat dimanfaatkan disini. Danu juga mengajakku mencoba seragam yang akan kukenakan mulai besok. Namaku juga sudah tercantum dalam sip jaga yang sudah disusun dengan baik oleh pihak hotel. Setelah kuperhatikan lebih teliti, jadwalku satu bulan ini hanya mendapat sip pagi sampai sore saja. Tidak ada sip malam. Mungkin Tian juga memikirkan kalau Aleo belum bisa kutinggalkan dimalam hari. Makanya dia mengatur jadwalku sedemikian rupa agar aku tak perlu berada di sip malam. "Nyonya tuan berpesan agar apapun yang terjadi di hotel ini nyonya tidak boleh membocorkan rahasia antara tuan dan nyonya" "Katakan pada Tian, tenang saja dia juga seperti aib bagiku. Jika masalah diantara kami terbuka untuk umum, dapat kupastikan itu bukanlah karna ulahku" Danu hanya tersenyum dan kembali berkata, "Kalau begitu ini tanda pengenal nyonya dan saya permisi nyonya. Untuk hari ini nyonya tidak perlu langsung bekerja. Nyonya bisa pulang jika tidak ada keperluan lainya" "Itu, Danu, apa kau bisa meminjamiku uang?" Danu menatapku dengan tatapan heran. Mungkin dia sedang berpikir, bagaimana mungkin istri dari pemilik hotel ternama seperti ini bahkan meminjam uang pada bawahanya? "Itu, hm, aku tak punya ongkos taksi untuk pulang kerumah. Aku juga belum tau jalur bus mana yang harus kupilih jika ingin pulang kerumah itu" Danu kemudian tersenyum dan menyerahkan uang 2 ratus ribu rupiah kepadaku. "Aku akan mengembalikanya saat menerima gaji pertamaku" Lagi-lagi Danu hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum pergi. Mau bagaimana lagi, aku terpaksa mempermalukan diriku sendiri didepan Danu. Uangku sudah habis sejak lama, ya sejak aku memutuskan berhenti dari restoran Karin dan fokus untuk menjaga Aleo. Sekarang aku benar-benar miskin. Meskipun tak harus membayar kontrakan lagi, meskipun tak harus membelikan kebutuhan Aleo lagi, meskipun ini meskipun itu nyatanya kalau tidak bekerja dari mana aku bisa mendapatkan uang. Mana mungkinkan aku minta uang pada Tian? Bahkan ATM itupun sudah kukembalikan pada tian sejak kami mulai tinggal dirumahnya. Tidak secara langsung sih, aku hanya meletakan ATM itu didalam laci meja hias yang ada dikamar Tian. Ternyata sama sekali tidak punya uang itu benar-benar hal yang sangat menakutkan. Lagi-lagi aku kembali bersyukur, sejak ada Aleo bersamaku entah bagaimana ada saja rezeki yang datang pada kami. Disaat s**u Aleo habis, disaat itupula ada yang minta anaknya dibimbing dalam belajar dan membayar uangnya dimuka. Disaat beras mulai menipis, disaat itu pula ada teman kuliah yang minta dibuatkan skripsi dengan memberikan uang yang cukup banyak nominalnya. Sungguh allah maha memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. to be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD