Aku terus memejamkan mataku dan menunggu apapun yang akan terjadi. Dia suamiku, secara agama dan secara hukum dia berhak atas diriku. "Jangan terlalu pasrah Nola. Aku benci melihat kepasrahanmu. Apa kau juga memperlihatkan wajah yang begitu pasrah ini pada laki-laki tadi?" Spontan aku langsung mendorong Tian dengan muka yang merah padam, antara malu dan marah dalam waktu yang bersamaan. Tak ingin ribut dengan Tian, aku lebih memilih mengabaikan ucapannya yang sebenarnya sudah sangat keterlaluan. "Kau sudah melihat gajimu?" Tian bertanya seolah tidak tau kalau gaji itu bahkan sudah kuambil dan kubelanjakan. "Kau bahkan tau kalau aku sudah membelanjakanya" "Apa tidak ada yang ingin kau berikan padaku?" Aku menepuk keningku sendiri karna baru ingat sesuatu. Segera kuambil dompetku dan