Bab 12. Kecantikan Elena

1038 Words
Di dalam ruang tamu Alan, Alan dan Neo sedang duduk saling berhadapan. Neo berusaha mengumpulkan kesadarannya sejenak. Sedangkan Elena, masih di dapur dengan bi Siti menyiapkan minum. "Apa yang sebenarnya terjadi denganmu, Lan?!" tanya Neo pada Alan yang sedang duduk tenang di sofa. "Jadi ... dia sedang hamil anakmu?!" "Ya! Seperti yang aku jelaskan padamu." "Kau ... bahkan sudah menikah?" "Tentu saja. Bukankah aku harus bertanggung jawab." "Kau ...!" Neo bahkan sampai terhenti berkata-kata. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan sikap Alan tersebut. "Kau kenapa bisa setenang ini?" "Lalu aku harus bagaimana? Lagi pula, semuanya sudah terjadi?" "Jadi, kau sudah putus dengan Belinda?" Alan terdiam begitu mendengar pertanyaan Neo tersebut. Saat itulah, Alan mulai muram dan setengah menundukkan kepalanya. Neo jadi mengkerutkan dahi heran melihatnya. "Lan? Kenapa kau jadi diam? Kau sudah putus dengan Belinda?" ulang Neo lagi. "Belum." "Apa?! Apa maksudmu belum?!" "Sebenarnya, karena masalahku dengan Belinda itulah yang menyebabkan aku jadi seperti ini." "Apa maksudmu?!" Alan pun menceritakan latar belakang masalah yang ia hadapi ini. Neo, mendengarkannya dengan saksama. Neo adalah dokter muda dengan kemampuan cukup handal. Mereka sudah berteman sejak lama. Alan juga sudah hampir menganggap Neo seperti keluarga sendiri. "Jadi begitu awalnya," kata Neo mengangguk-anggukkan kepala setelah mendengar selesai cerita Alan. Belum sempat Alan mengatakan apapun pada Neo, tiba-tiba Elena datang dari arah dapur. Otomatis membungkam Neo dan Alan yang membicarakannya. Membuat mereka berdua terdiam. Elena datang ke ruang tamu dengan membawakan dua buah gelas berisi minuman. Awalnya, saat Neo datang tadi, Alan sudah memperkenalkan Elena dan Neo. Setelah itu, Alan menyuruh Elena ke dapur mengambilkan minum untuk Neo, karena Alan ingin menjelaskannya pada Neo. "Silahkan diminum dulu," kata Elena meletakkan gelas berisi air itu di meja ruang tamu. "Terima kasih. Sebenarnya, tidak perlu repot-repot," kata Neo nampak canggung. Elena pun tersenyum kaku membalas Neo. "Elena, duduklah sebentar," pinta Alan pada Elena. Elena masih setengah bingung awalnya. Namun, begitu melihat Alan dan Neo yang menunggu tanggapannya, ia jadi menuruti Alan. Elena duduk di satu sofa lagi dengan jarak agak jauh. Neo memperhatikannya. "Jadi, namamu tadi Elena, ya?" tanya Neo. "Iya, Pak. Ah! Maksud saya ... iya, Dok," jawab Elena. "Jadi, sudah berapa usia dalam kandunganmu itu?" tanya Neo. Elena pun menoleh ke arah Alan dengan tatapan bingungnya. Ia tentu saja tidak dapat menjawab pertanyaan dari Neo. Alan pun melihat Neo dengan memicingkan matanya. "Mana mungkin Elena tahu?! Itulah tujuanku membawamu kemari! Tolong periksa Elena," kata Alan. Neo jadi menoleh ke arah Alan cepat dengan tatapan bingungnya. Ia baru mengerti kenapa Alan menyuruhnya kemari. Jadi, Alan bukan hanya sekedar ingin menceritakan soal masalahnya, tapi juga untuk memeriksa Elena?! "Lan?! Apa kau tidak waras?! Aku ini dokter spesialis saraf! Bukan dokter kandungan!" seru Neo. "Tapi, bukankah dasar semua dokter hampir sama?" "Kau ...!" Neo lagi-lagi terhenti berbicara dan tidak habis pikir. Ia menggelengkan kepalanya beberapa kali dan tidak habis pikir. "Lan! Aku pikir kau pintar segalanya. Tapi ternyata tidak!" Setelah berkata begitu, Neo seolah tersadar akan sesuatu. Neo menoleh ke arah Elena yang dari tadi hanya duduk diam tanpa berbicara apapun. Kemudian, Neo tersenyum canggung ke arah Elena. "Maaf, ya. Kamu jangan kaget. Aku dan Alan memang sudah biasa saling olok," kata Neo. Elena hanya menanggapinya dengan tersenyum. "Jadi, kamu sendiri belum periksa ke dokter?" tanya Neo lagi dengan nada lembut pada Elena. "Kalau sudah, kenapa aku memanggilmu ke sini!" celetuk Alan. "Lan! Seharusnya kau yang memeriksakannya ke dokter kandungan !" Pinta Neo. Tiba-tiba saja, Elena segera berdiri dan menutup mulutnya berlari ke arah kamar mandi. Membuat Neo dan Alan terhenyak sesaat melihatnya. Alan cemas dan segera mengikuti Elena. Neo pun juga menyusulnya. Elena yang sudah di kamar mandi itu, menutup pintu dari dalam. "Lihatlah! Dia masih mual seperti itu dan seharusnya sudah periksa untuk mengetahui kondisi bayinya!" ujar Neo. "Apa itu berbahaya?" tanya Alan. "Untuk perempuan yang hamil trimester pertama, hal ini bisa dibilang wajar. Tapi jika terlalu sering, pasti akan membuat ibu merasa lemas dan tidak bertenaga. Lagi pula, perempuan yang sedang hamil, membutuhkan vitamin khusus!" "Kenapa tidak kau berikan vitaminnya saja!" "Kau tidak bisa dengar?! Aku dokter saraf! Bukan dokter kandungan! Dari mana aku mendapatkan vitamin itu! Bahkan, aku tidak tahu vitamin apa untuk ibu hamil! Aku sendiri masih lajang!" seru Neo. Tiba-tiba, bi Siti datang mendekat ke arah mereka berdua. Bi Siti ikut datang untuk melihat Elena. Semua orang jadi khawatir, karena tadinya Elena sudah jarang muntah. "Bi, tolong berikan Elena air lemon dicampur madu hangat setelah dia muntah, ya," pinta Alan. "Baik, Tuan." Bi Siti pergi kembali ke dapur. Tidak lama, Elena keluar dari kamar mandi. Ia nampak lemas. Alan memperhatikannya dan merasa kasihan. Sedangkan Neo, memperhatikan Alan. "Elena, masuklah ke dalam kamar untuk beristirahat," pinta Alan. Elena hanya menganggukkan kepalanya menuruti Alan. Ia lalu berjalan ke arah kamarnya. Alan melihat Elena sampai masuk ke dalam kamarnya. Sedang Neo, memperhatikan Alan dengan tatapan anehnya. Membuat Alan sadar, jika Neo sedang memperhatikannya. "Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Alan. "Lan? Ada apa denganmu? Aku melihat kau sangat berbeda hari ini?" "Kenapa aku?" "Kau ... lebih perhatian dari sebelumnya. Bahkan, kau kelihatan lebih memperhatikan Elena, dibandingkan Belinda." Alan terhenyak mendengar kalimat Neo tersebut. Bahkan ia sendiri juga baru sadar. Alan yang merasa kikuk sendiri itu pun, berjalan kembali ke arah ruang tamu. Neo mengikutinya. "Aku tidak merasa begitu," sanggah Alan setengah salah tingkah. "Meski kau tidak tahu, orang lain di sekitarnya pasti bisa menilainya! Termasuk bi Siti," kata Neo. Alan tidak menjawabnya. Hanya berdehem untuk mengurangi rasa salah tingkahnya. "Besok, bawalah Elena ke dokter kandungan. Dia kelihatan pucat," ujar Neo. "Jadi, sia-sia saja aku menyuruhmu ke sini dan menceritakan semua masalahku?" kata Alan. "Lan! Aku serius. Kau harus segera membawa Elena ke dokter kandungan untuk memeriksakan kandungannya!" pinta Neo sekali lagi. "Aku tahu!" jawab Alan. Neo kembali menghela nafas melihat Alan tersebut. "Siapa sangka kalau Alan yang berkharisma dan merupakan pemimpin Nataland Corp yang sangat keren itu, ternyata kelemahannya adalah perempuan?" ujar Neo seolah berbicara sendiri. "Diamlah!" "Jadi, mana yang membuatmu terjebak saat itu? Dicampakkan Belinda atau kecantikan Elena?" tanya Neo lagi. Alan tidak menyangka akan pertanyaan Neo padanya. Jujur saja, saat itu ia mengira kesalahannya benar-benar karena ia frustasi memikirkan Belinda, kekasihnya. Namun, gara-gara kalimat Neo baru saja, jadi membuat Alan berpikir sesuatu di luar nalarnya. Benarkah ia terjebak karena kecantikan Elena?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD