8. Behind You

2223 Words
"Jadilah seperti senja yang kehadirannya selalu membuat ketenangan dan kepergiannya selalu membuat kerinduan." ------ Sebuah mobil sport berwarna merah baru saja terparkir di sebuah rumah mewah di kawasan elit dan sangat private. Lokasi yang sudah sejak lama dikenal sebagai Beverly Hills Indonesia ini, memang dihuni oleh banyak orang penting seperti para pengusaha kelas kakap dan para artis terkenal. Seorang pria berperawakan tinggi sekitar 180 centimeter keluar dari dalam mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah. Rambut coklatnya tampak berkilauan terkena pantulan sinar matahari yang begitu menyengat siang ini. Membuka kaca mata hitam yang sedari tadi ia kenakan, pria itu kini berdiri tepat di sebelah sofa ruang keluarga. "Opa Arthur apa kabar?" ucap Marco. Gerak tubuhnya jelas memperlihatkan jika ia sangat menghormati pria tua di hadapannya. Arthur Sanjaya melipat koran yang sedang ia baca lalu tersenyum. "Duduklah, untuk apa kau bersikap formal seperti itu kepadaku?" perintahnya. Marco tersenyum lalu menuruti perintah Arthur. "Bagaimana kabar Opa? Kulihat Opa lebih sehat dan segar sekarang." Arthur mengangguk. "Ya, mungkin karena pola hidup sehat yang ku jalani beberapa bulan terakhir ini membuatku menjadi lebih baik dari pada sebelumnya. Tapi tetap saja, aku belum bisa sepenuhnya mengurus perusahaan." "Bukannya ada om Adrian yang bisa membantu Opa untuk mengurus perusahaan?" tanya Marco. Kali ini Arthur menggelengkan kepalanya. "Adrian tidak bisa diharapkan. Ia sangat berbeda dengan Afrian, ayah Nathania. Adrian lebih menyukai pekerjaan di bidang seni ketimbang mengurus sebuah perusahaan. Itu yang menyebabkan aku pusing selama ini." "Kenapa tidak minta Nathania saja yang melanjutkan semua bisnis yang Opa jalankan selama ini?" Arthur menatap Marco begitu lekat. Menimbang untuk mengungkapkan apa yang ia pikirkan pada pemuda di depannya ini. "Apa kau pernah tahu tujuanku menjodohkanmu dengan Nathania?" "Supaya keluarga besar Sanjaya dan Adiatma bersatu dan merajai di segala bidang bisnis," jawab Marco dengan penuh keyakinan. Arthur menggelengkan kepalanya. "Bukan hanya itu Marco. Kau dan Nathania sudah berteman dari kecil, aku juga sangat mengenal kepribadianmu. Itu sebabnya aku ingin Kau menjadi suami cucuku dan meneruskan semua usahaku. Aku sangat tahu, dari dulu keturunan Adiatma terkenal dengan keahliannya menjalankan bisnis." Raut wajah Marco terlihat begitu tenang. "Apapun itu, aku dengan senang hati membantu Opa. Selama ini keluarga Sanjaya selalu membantu keluarga Adiatma dalam hal apapun itu. Jadi sudah sepantasnya aku membantu apa saja yang opa pinta." ucap Marco dengan sungguh-sungguh. Arthur tersenyum. Selama ini ia sangat yakin jika Marco bisa di andalkan. Di samping memiliki kepribadian yang baik, Marco juga memiliki keahlian yang tidak bisa di pandang sebelah mata. Kemampuannya berbisnis sudah tidak perlu di ragukan lagi. Hanya saja Arthur sedikit menyesal kenapa Nathania menolak mentah-mentah ketika dijodohkan dengan Marco. Wanita muda itu malah memilih pergi dari rumah. Tidak, bukan pergi. Lebih tepatnya kabur dan memilih hidup susah di luaran sana. Padahal harta yang ia miliki tidak akan habis sampai tujuh turunan sekalipun. Arthur tidak habis pikir dengan jalan pikiran cucunya. "Kau tahu sendiri, aku sudah sangat tua. Aku tidak bisa memastikan umurku bertahan sampai kapan. Itu sebabnya aku memaksa kau untuk cepat menikahi Nathania agar ada yang menjaganya dan meneruskan bisnis Sanjaya setelah kepergianku." Marco mengangguk paham. "Aku sudah tahu di mana keberadaan Nathania. Hanya saja, aku tidak bisa memaksanya begitu saja untuk pulang. Opa tahu sendiri Nathania orang yang sangat keras. Tapi aku janji, segera mungkin membawanya ke hadapan Opa." Arthur mendesah pelan. "Baiklah, aku beri kau kesempatan lagi. Bila kali ini kau tidak juga berhasil membawanya pulang kerumah. Aku yang akan membawanya pulang dengan caraku sendiri." Arthur meraih teh yang terletak di meja lalu menyesapnya dengan perlahan. Marco senyum. "Aku janji akan membawa pulang Nathania dan menjadikannya istriku dengan segera." **** Nathania sibuk menata rambut coklat panjangannya hingga berubah menjadi model chignon. Model rambut di gelung, hingga membentuk sanggul ini sukses mengekspos bagian tengkuk hingga leher jenjang miliknya. Memoles make up tidak terlalu tebal, Nathania tampak benar-benar anggun malam ini. Almost perfect Nathania. Sekarang tinggal menunggu sang pangeran datang menjemputmu. Malam ini wanita itu memilih menggunakan off shoulder dress berwarna salem dengan bagian bawah berbentuk coctail. Sempurna, Nathania memang terlihat begitu cantik. Teringat perkataan Marco tempo hari, ia memang lebih cantik menggunakan gaun ini. Ah ya, Marco. Tiba-tiba saja Nathania teringat pria itu. Sahabat masa kecil yang sebenarnya ia sayangi namun sekarang sangat ia benci karena perjodohan sialan yang di rancang oleh Opa Arthur. Sepeninggalan Ayah dan Ibunya beberapa tahun silam, Nathania memang tinggal dan di rawat oleh Opa Arthur. Namun, ketika pria tua itu menjodohkannya dengan Marco tahun lalu, Nathania menolak keras. Bagaimana bisa ia menikahi sahabatnya sendiri. Sedangkan Marco tidak sedikitpun menolak dan malah menyetujui ide gila itu. Semenjak itu ia menganggap Marco musuhnya. Nathania meradang, memilih meninggalkan rumah beserta semua fasilitas mewah yang selama ini ia miliki. Memilih hidup sederhana di luar sana dengan mencoba bekerja dan akhirnya di terima menjadi salah satu karyawan di Blackhorse Corporations. Bunyi nada dering tiba-tiba membuyarkan lamunan Nathania. Di liriknya ponsel di atas nakas, sebuah pesan singkat baru saja masuk. Richard : [cepat keluar!] Buru-buru Nathania meraih tas tangan di atas kasur, lalu berlari kecil keluar rumah. Disana, sudah ada mobil seseorang yang ia kenal tengah terparkir rapi. "Saya pikir Randy yang akan menjemput," ucap Nathania saat dirinya sudah duduk sempurna di dalam mobil. Biasanya untuk acara formal sekelas jamuan makan malam, pesta ulang tahun rekanan bisnis atau pesta perayaan penting, Richard tidak pernah mau repot membawa mobil sendiri seperti malam ini. "Kenapa? Kau tidak suka aku yang menjemput langsung?" balas Richard seraya memacu mobilnya. Nathania tersenyum. "Oh tentu tidak, suatu kehormatan bagi saya bisa di jemput langsung oleh CEO Blackhorse." Yang terkenal dingin sedingin es batu. Yang terkenal tampan tapi sayang tidak peka. Nathania terus bergumam di dalam hati hingga tanpa sadar terkekeh pelan. Sedangkan Richard kembali fokus pada jalanan di depannya hingga mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. Richard melepas seatbelt yang ia kenakan, sedikit bingung karena wanita di sampingnya tak urung membuka pintu untuk turun. "Apa yang kau tunggu? Kau tidak ingin turun?" Nathania menatap Richard. "Apa anda tidak berminat membantu membuka seatbelt atau membukakan saya pintu mobil?" Richard tampak berdecak. "Kalau kau lupa aku ini bosmu. Kau berani menyuruh atasanmu melakukan itu semua?" "Kenapa tidak? Bukannya seorang gentleman bersikap seperti itu, mister?" Richard menggelengkan kepalanya. "Kau terlalu banyak menonton film Nathania. Aku turun, kalau kau tetap ingin di dalam mobil silahkan saja. Aku tidak akan melarangmu." Nathania mendengkus kesal melihat sikap Richard yang benar-benar tidak perduli dengannya. Sikapnya sangat berbeda 180 derajat ketika Nathania sakit kemarin. Apa aku harus berpura-pura sakit dulu hingga tuan es batu itu mau memperhatikanku. Sial! Akan ku balas semua perbuatanmu. Jangan sebut namaku Nathania kalau tidak bisa membuatmu bertekuk lutut padaku. Keluar dari mobil, Nathania langsung menyusuli Richard yang posisinya sudah lumayan jauh di depan. Baru saja memasuki rumah, sudah ada Edward dan Kenzie yang meyambut kedatangan mereka berdua. "Akhirnya kau datang juga Richard Delano," ucap Edward seraya mengulurkan tangannya ke arah Richard. "Jadi wanita ini yang kau ceritakan tempo hari? siapa namanya, Ed?" kini giliran Kenzie yang bertanya. "Nathania namanya Ken. Bagaimana? Cantik, bukan?" tanya Edward tanpa basa-basi. Kenzie mengangguk setuju. "Cantik, seperti---" "Seperti siapa sayang?" belum lagi selesai Kenzie berucap, tiba-tiba dari arah belakang Alya datang dan langsung memotong ucapannya. Wanita itu menatap Kenzie dengan tatapan susah di tebak. Entah ia benar-benar cemburu atau hanya sekedar menggoda. Kenzie tersenyum. "Seperti istriku, tentu saja." Edward, Richard dan Nathania kompak tertawa setelah mendengan jawaban Kenzie. Tampaknya pria itu selain bucin sekarang berubah menjadi suami yang benar-benar takut terhadap istrinya. Alya tersenyum ke arah Nathania. "Perkenalkan namaku Alya. Kau bisa ikut denganku. Biarkan mereka para lelaki berkumpul." Lalu Alya dengan serta merta menarik pergelangan tangan Nathania untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah. Sedangkan Kenzie, Edward dan Richard memilih pergi ke lantai dua. Di atas sana, sudah terlihat Kiano yang sedang sibuk bermain bersama Raphael. "Kai, kau di sini juga rupanya," sapa Richard. Sambil menggendong Raphael, Kiano berusaha menjawab. "Kau pikir nyonya tua itu akan membiarkanku untuk tidak hadir di acara yang ia anggap penting ini?" Richard terkekeh. "Bukannya kata Kenzie kau sedang dekat dengan seorang wanita cantik? Lalu kemana wanita itu? Kau tidak mengajaknya ke Indonesia untuk bertemu kedua orang tuamu?" Kiano mengubah posisnya menjadi duduk di sofa. "Siapa maksudmu? Veronica? Wanita itu hanya sebatas teman kencan. Bukan wanita spesial yang harus dikenalkan dengan keluarga besar Winata," balas Kiano. "Astaga. Jadi wanita seperti apa yang pantas kau bawa ke hadapan keluarga besarmu?" selidik Edward. "Tentu saja wanita yang sesuai dengan kriteriaku. Aku tidak ingin sembarang membawa wanita untuk menemui kedua orang tuaku." "Dasar Playboy! Harusnya Tante Luna menghukummu karena sudah terlalu banyak mempermainkan hati para wanita." Kiano dengan serta merta langsung melempar boneka yang sedang Raphael pegang tepat ke arah wajah Edward. "Tutup mulutmu Ed, apa kau mau VIP Access-mu ku cabut dari semua hotelku?" ancam Kiano. Edward mengangkat kedua tangannya pasrah. Ucapannya berhasil mengusik emosi Kiano. "Baiklah aku diam. Tapi tolong jangan cabut hak istimewaku untuk menginap di hotelmu." Kiano langsung berdecak sebal mendengar tanggapan Edward. "Persetan denganmu, Ed." Mereka semua terkecuali Kiano tertawa secara bersamaan. "Ngomong-ngomong Rich, kau benar tidak memiliki hubungan spesial dengan sekretarismu tadi?" selidik Kenzie. Richard mendesah kasar. Kenapa sahabatnya itu malah menginterogasi hubungannya dengan Nathania. "Ayolah, Ken. Kau sangat tahu aku tidak pernah memiliki keinginan menjalin hubungan dengan teman sekantor. Bukankah itu membuat pekerjaan kita tampak tidak profesional? Lagi pula peraturan di kantor kita tidak mengizinkan sesama karyawan memiliki affair, kan? Kenzie menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Kata siapa? Kalau kau memang menyukainya, aku akan membuat pengecualian untukmu." "Kalau kau tidak maju, aku yang akan maju." Kini giliran Edward yang menyambung ucapan Kenzie. Ia tampak bersemangat untuk menyahut. Sementara itu, Richard langsung menatap tajam ke arah Edward. "Tidak akan ku biarkan sekretarisku menjadi mangsamu, Ed!" Puas menggoda Richard, mereka semua memilih turun ke lantai dasar menghampiri para tamu undangan lainnya yang tengah berkumpul. Acara ulang tahun bersifat private ini pun di mulai. Dari pemotongan kue seperti pada umumnya. Pembacaan doa serta harapan dan terakhir pembagian cendramata kepada para tamu undangan. Setelah para tamu undangan satu persatu mulai pulang. Kini tinggal Richard dan Edward yang masih bertahan di kediaman orang tua Kenzie. "Sepertinya aku juga akan pulang, Ken. Sudah larut malam," ucap Richard. Kenzie mengerutkan keningnya. Merasa tidak biasa sahabatnya itu pulang lebih awal. "Kenapa begitu terburu-buru? Bukannya besok hari minggu?" "Aku datang kemari tidak sendiri, Ken. Aku membawa sekretarisku. Tidak baik membawa pulang wanita hingga larut malam." Edward mencibir. "Kalau kau mau kau bisa pulang duluan, biar aku yang mengantar Nathania pulang," tawar Edward di balas gelengan kepala oleh Richard. Tak lama berselang Nathania keluar bersama Alya. Kedua wanita itu tampak begitu akrab seperti sudah lama saling mengenal. "Hai, Rich. Kau sudah bersiap ingin pulang?" tanya Alya seraya memeluk Richard. Nathania agak tercengang melihat Richard yang begitu nyaman menyambut pelukan Alya. Ia hanya tidak menyangka jika si tuan es batu itu tidak terlihat canggung sama sekali memeluk istri sahabatnya. Bahkan sikapnya begitu hangat. Tidak seperti Richard sebelumnya yang dingin bahkan menyebalkan. "Aku pikir ini sudah terlalu malam, lagi pula aku membawa teman wanita yang harus aku segera antar pulang," jawab Richard. Alya mengurai pelukannya. "Baiklah, ku serahkan Nathania kembali padamu. Cepat kau antar pulang. Tidak baik membawa wanita keluar hingga larut malam." Richard mengangguk. "Baiklah aku pulang dulu, mungkin besok kita bisa pergi bermain golf atau pergi menembak bersama? Bukannya Alya sangat suka dengan dua kegiatan itu?" ajak Richard. "Aku setuju," jawab Kenzie. "Akupun setuju, tapi kumohon bawa Nathania ikut serta denganmu," pinta Alya. Richard memandang Nathania sesaat lalu bersikap seakan sedang menimbang sesuatu. "Tapi, Al---" "Aku bisa, dengan senang hati aku ikut Mrs.Winata." sahut Nathania cepat. Pikir Richard, suatu kesalahan besar mengajak mereka semua untuk pergi menembak besok. Lihatlah sekarang, sepertinya semua sahabatnya sengaja mengerjainya. Richard menarik nafas dalam. "Baiklah, akan ku bawa dia besok. Jangan khawatir. Kalau begitu aku pamit pulang dulu." Nathania dan Richard pun akhirnya pulang. Menyisakan Edward dan Kenzie yang masih terlibat perbincangan serius. "Menurutmu apa Richard akan benar-benar membawa wanita itu besok, Ed?" Edward mengedikkan bahunya. "Kita lihat saja besok." Kenzie terkekeh. "Aku rasa Nathania wanita yang baik. Apa kau setuju bila kita jodohkan Richard dengan wanita itu?" "Aku siap membantumu, Ken." sahut Edward. "Kau tahu, aku memiliki satu rencana yang akan membuat Richard tidak bisa menolak Nathania." Edward menaikkan salah satu alisnya. "Apa?" tanya Edward antusias. "Kau lihat saja apa yang akan aku lakukan dalam waktu dekat." Seringai penuh arti terbit di wajah Kenzie. . *** === CARA MEMBELI KOIN === Cara membeli koin via aplikasi DANA. Kenapa saya pilih DANA? Karena aplikasi DANA jarang sekali mengalami eror/gangguan. (Tidak seperti melakukan pembelian lewat pulsa/ovo/gopay yang sering mengalami eror hingga koin tidak masuk ke dompet pembaca) . 1. Login Aplikasi (WAJIB) 2. Klik tanda TOKO 3. Pilih jumlah koin yang ingin di beli 4. Pilih motede pembayaran. (Karena ingin membeli pakai DANA , pilih 'DANA' - Jangan lupa, pastikan APLIKASI DANA ANDA SUDAH TERISI SALDO SEBELUMNYA (tidak kosong) 5. Tekan bayar 6. Tekan lanjut 7. Masukkan nomor handphone/nomor Dana anda 8. Klik lanjutkan 9. Masukkan kode pin DANA 10. Masukkan kode yang di kirim via SMS 11. Tunggu beberapa detik sampai tulisan layar di handphone berubah 'BERHASIL' 12. Cek dompet yang ada di aplikasi Dreame/Innovel. Jika koin sudah bertambah, bisa langsung di gunakan. . Selamat Mencoba. Semoga informasi yang saya berikan bermanfaat. . INGATTTTT, KALAU PEMBELIAN KOIN GAGAL, BISA LAKUKAN PELAPORAN KE CS MERCHANT (APLIKASI DANA) BUKAN PROTES KE PENULIS YAHH. KARENA YANG JUALAN KOIN ITU PIHAK APLIKASI BUKAN PENULIS. . THANKISS PERHATIANNYA
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD