Bab 10. Getaran Aneh

1068 Words
"Beneran? Perut kamu udah gak sakit?" tanya Bima kedua sisi bibirnya seketika mengembang sempurna, tersenyum dengan begitu lebarnya. "Beneran, Mas. Tadinya perut aku sakit banget, kayak orang yang lagi datang bulan gitu lho, tapi sekarang udah gak sakit, berkat kamu, Mas," seru Kaila seketika memeluk tubuh suaminya erat juga tersenyum lebar merasa senang. "Makasih, Mas. Makasih banget, kayaknya bayi di perut aku ini merasa nyaman dan tenang saat kamu sentuh tadi." Bima menghela napas panjang. Tubuh istrinya benar-benar menempel sempurna, apalagi bagian d**a juga perutnya yang masih dalam keadaan terbuka. Bima memejamkan kedua matanya mencoba untuk menahan gejolak yang tiba-tiba saja terasa mengusik jiwa. Bima mengurai pelukan dengan perasaan gugup. "Sama-sama, Kaila," ucap Bima seraya menurunkan t-shirt istrinya hingga kembali menutupi perutnya. "Jangan di tutup dulu, Mas. Engap tau," pinta Kaila kembali menaikan pakaian. "Tutup aja, nanti kamu masuk angin lho. Lagian, siapa suruh pake baju ketat kayak gini?" tanya Bima kembali menurunkan pakaian Kaila karena merasa takut akan hilang kendali. Dia pun merasa khawatir tidak mampu menekan hasrat di dalam jiwanya yang tiba-tiba saja naik kepermukaan. "Apaan sih, gerah tau," rengek Kaila dengan nada suara manja. Kaila kembali menaikan pakaiannya bahkan lebih tinggi dari sebelumnya hingga memperlihatkan bagian bahwa penutup tebal berwarna putih yang menutupi dadanya. Bima memejamkan kedua matanya sejenak lalu kembali menatap wajah Kaila seraya menghela napas panjang. "Jangan kayak gini, Kai. Saya takut gak bisa menahan diri saya," lemah Bima lagi-lagi menurunkan pakaian istrinya. "Kenapa? Aku 'kan istri kamu, Mas?" tanya Kaila terlihat kecewa. "Apa kamu lupa apa yang pernah saya katakan sama kamu? Kita nggak boleh berhubungan intim sampai kamu melahirkan." Kaila seketika menunduk sedih. Raut wajahnya pun berubah muram, senyuman yang semula mengembang di kedua sisi bibir seorang Kaila seketika menghilang. Bima meraih telapak tangan istrinya lalu mengusap punggung tangannya lembut juga melayangkan senyuman kecil. "Saya harap kamu mau bersabar, Kai. Semua ini demi kebaikan kita berdua, saya tidak ingin a******i saya bercampur dengan janin di dalam perut kamu. Selain itu, berhubungan intim dengan wanita yang hamil di luar nikah itu haram hukumnya, tapi hal ini sama sekali tidak merubah perasaan saya sama kamu, sayang," lirih Bima seraya mengecup punggung tangan istrinya lembut dan penuh kasih sayang. "Dari dulu sampai sekarang rasa cinta saya sama kamu nggak pernah berubah, saya juga akan menganggap bayi ini seperti darah daging saya sendiri." Kaila masih menunduk seraya memainkan kuku jari jempolnya sendiri. Ekspresi wajahnya pun masih terlihat sama. Ya, dia paham betul dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Bima, tapi mengapa rasanya sakit sekali ketika suaminya ini menolak untuk hanya sekedar menatap tubuhnya? Kehamilannya seakan menjadi tembok pembatas tinggi yang menjadi penghalang hubungan suami istri yang sudah mereka jalani selama satu bulan ini. "Apa kamu kecewa sama saya?" tanya Bima meraih dagu Kaila lalu menatap wajahnya lekat. Kaila hanya menggeleng kepalanya seraya menatap sayu wajah suaminya. "Setelah kamu melahirkan dan menyelesaikan masa nifas kamu, saya berjanji akan menjalankan kewajiban saya sebagai seorang suami." Kaila mengangguk-angguk kepalanya samar. "Gimana kalau besok kita ke Dokter kandungan buat memeriksakan kandungan kamu?" Kaila kembali menganggukkan kepalanya masih dengan ekspresi wajah yang sama. "O iya, sebelum kita menikah apa kamu pernah memeriksakan kandungan kamu ke Dokter atau ke Bidan mungkin?" Kaila menggelengkan kepalanya dengan bibir yang dikerucutkan sedemikan rupa. "Astaga! Jadi selama tiga bulan ini kamu gak pernah memeriksakan kandungan kamu?" tanya Bima kedua matanya seketika membulat sempurna. "Mau gimana lagi, Mas? Masa iya sih aku periksakan kandungan aku sendirian? Nanti kalau Dokternya nanya, "Suaminya mana, Mbak?" Aku harus jawab apa?" rengek Kaila dengan nada suara manja. "Benar juga," decak Bima seraya mengusap kedua sisi wajah Kaila lembut dan penuh kasih sayang. "Hmm! Ya udah, besok pagi kita ke Rumah Sakit, kita periksakan kandungan kamu ke Dokter kandungan. Oke?" Kaila menganggukkan kepalanya seraya tersenyum kecil. "Sekarang kamu ganti baju sama yang lebih longgar terus istirahat." Lagi dan lagi, Kaila hanya menganggukkan kepalanya seraya menatap wajah Bima dengan tatapan mata sayu. Jauh di dalam lubuk hati seorang Kaila. Dia merasa bersyukur karena memiliki suami seperti Bima. Cinta suaminya ini benar-benar tulus, terbukti dari sikapnya yang lembut, bagaimana cara Bima memerlukan dia juga bersedia menerimanya apa adanya. Hal yang paling membuat Kaila merasa tersentuh adalah, Abimanyu Wibowo bersedia menerima dan menganggap bayi di dalam kandungan sebagai buah hatinya sendiri, padahal jelas-jelas dia bukanlah ayah biologis dari bayi yang berada di dalam perutnya ini. Apa mungkin ketulusan seorang Bima telah berhasil menumbuhkan benih-benih cinta di hati seorang Kaila? "I love you, Mas Bima," celetuk Kaila secara tiba-tiba membuat Bima seketika merasa terkejut. "Apa? Kamu bilang apa tadi?" tanya Bima terbata-bata hanya ingin memastikan bahwa dia tidak salah dengar. "Aku cinta kamu, Mas. Maaf karena terlambat mengatakan hal ini," lirih Kaila, melayangkan senyuman yang paling menawan yang dia miliki. Bima seketika tersenyum lebar, akhirnya dia dapat mendengar apa yang sudah lama sekali ingin dia dengar dari bibir seorang Kaila. Bima kembali memeluk tubuh istrinya erat, bahkan sangat erat hingga membuat Kaila seketika terasa sesak. "Makasih, Kaila. Makasih, karena kamu udah mau mengatakan apa yang ingin saya dengar selama ini," lirih Bima perasaannya benar-benar merasa bahagia. "Argh! Engap, Mas," rengek Kaila seraya memegangi perutnya sendiri. "Hah? Maaf, sayang. Saya terlalu senang soalnya," jawab Bima seketika mengurai pelukan lalu mengusap perut istrinya lembut. "Apa kamu dengar Ibumu mengatakan apa tadi? Katanya Ibu kamu yang cantik ini, dia cinta sama Ayah, Nak. Ayah seneng banget," lirih Bima berbicara tepat di depan perut istrinya. "Aku lelah, gendong aku ke kamar ya," rengek Kaila manja. "Boleh dong," jawab Bima seketika meraih tubuh Kaila lalu membawanya ke dalam gendongnya dan berjalan menuju kamar mereka. *** Keesokan harinya tepat pukul 09.00, Bima sudah berpakaian rapi. Seperti janjinya semalam, pagi ini dia akan membawa istrinya ke Rumah Sakit untuk memeriksakan kandungannya yang sudah menginjak usia tiga bulan. Bima nampak sedang berdiri tepat di depan cermin di dalam kamarnya. "Sayang, udah belum? Lama banget sih mandinya," teriak Bima menoleh ke arah kamar mandi di mana istrinya tengah berada di dalam sana. "Iya, Mas. Sebentar lagi," jawab Kaila dari dalam kamar mandi. Bima seketika mengalihkan pandangan matanya ke arah ranjang di mana ponselnya tiba-tiba saja berdering singkat. Ia berjalan ke arah ranjang lalu meraih ponsel tersebut dan membuka pesan yang baru saja masuk. "Apa ini?" decak Bima tatkala melihat gambar istrinya tengah b******u dengan seorang pria yang dikirim oleh nomor yang tidak di kenal. "Kamu kenapa, Mas?" tanya Kaila seketika membuka pintu kamar mandi lalu berjalan menghampiri. "Stop! Jangan mendekat, Kai." Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD