Sepuluh tahun yang lalu.
Aretha melangkahkan kakinya dengan riang menelusuri lorong sekolah yang sepi. Suasana sudah sepi karena jam sekolah sudah usai sejak beberapa jam yang lalu. Aretha masih di sekolah karena mengikuti ekstrakulikuler dan maksud lain yaitu menunggu pujaan hatinya, Arjuna yang sedang latihan basket.
"Aretha." Al memanggil nya dari jauh.
Merasa namanya di sebut, Aretha menoleh dan melihat Al sedang berjalan menuju dirinya. Aretha mengerutkan kening. "Ada apa lagi?" Aretha masih ingat dengan jelas pertengkaran mereka yang terakhir. Yang selalu saja menguras emosi Aretha.
"Aku sudah memperingatkanmu kan, kalau Arjuna itu punya maksud tidak baik sama kamu." Ujar Al lagi.
Aretha menghembuskan napas, tidak suka.
"Apa maumu sih Al?" tanya nya jengkel.
"Aku hanya ingin kau menjauh dari dia."
"Tidak mau."
"Kau memang menjengkelkan. Aku sudah memberitahumu kan Arjuna tidak baik."
"Tapi aku tidak percaya denganmu."
"Baiklah, percaya padaku sekali saja. Untuk hal ini."
Aretha memicingkan mata, "Kenapa kau bersikap seperti ini Al? kenapa kau seperti perduli sekali? Aku engga ngerti."
Alvaro terdiam. Aretha menunggu, "Karena aku suka sama kamu Aretha, aku engga ingin kamu jadi korban taruhan Arjuna dan teman-temannya."
Aretha tersentak kaget, "Selama ini hubungan kita selalu tidak baik. Kita selalu terlibat pertengkaran, aku gak percaya kalau kamu sayang aku. Aku engga percaya kalau Arjuna setega itu. Aku ga percaya." Aretha membalikkan badan dan bersiap untuk pergi.
"Aretha! Kau harus percaya."
"Apa buktinya aku bisa percaya padamu?" tanya Aretha sengit.
"Saat ini, aku memang belum mempunyai bukti tapi aku bisa memberikanmu bukti."
"Seharusnya, saat kau sudah mempunyai bukti barulah kau kasih tau aku. Saat ini apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak percaya pada si mulut besar seperti mu, Alvaro! Aku benci kamu jadi jangan ganggu kehidupan ku lagi!" Teriak Aretha, lalu pergi meinggalkan Alvaro sendirian.
***
Ujian sekolah pun berlangsung tenang, pada hari terakhir ini seluruh siswa dan siswi bersuka cita atas selesainya ujian sekolah yang cukup menyita waktu yang banyak. Aretha baru keluar kelas dan bermaksud untuk menemui Arjuna.
Aretha melihat Arjuna sedang berkumpul bersama teman-teman nya di kantin sekolah. Ia tidak menyadari Aretha datang menghampirinya dalam diam.
"Keren banget, tadi gue ngerjain soal nya lancar banget bro biasanya liat soal pertama aja gue udah ngebul." Ujar Hans sambil tertawa.
"Iya gue juga ngerasa begitu, ga salah emang lo manfaatin si Aretha." Ujar Miko, salah satu teman nya yang lain.
"Kan ujian sudah selesai nih, apa yang bakalan lo lakuin sama Aretha?" tanya Hans lagi.
Juna mengangkat kedua bahunya, "Belum tau,"
"Udah buang aja, cari yang lebih cantik dan menarik. Dia itu cupu banget. Terlalu serius." Miko menimpali dan langsung disambut tawa oleh Hans dan Juna.
"Nanti habis malam perpisahan, gue bakalan mutusin dia di depan semua orang. Gue pengen ngeliat dia hancur dan juga si Alvaro itu yang udah hampir merusak rencana gue."
"Untung aja si Aretha dan Alvaro itu terkenal musuh bebuyutan ya jadi Aretha ga langsung percaya ucapan Si Alvaro itu."
"Emang lo licik banget, Jun!" sebuah suara selain suara Hans dan Miko membuat Arjuna menoleh kaget. Di depannya kini ada Aretha yang sedang menatapnya garang, matanya berkilat tajam.
"Aretha? Kamu sudah disini dari tadi?" tanya Juna.
"Iya aku sudah disini dari tadi dan mendengar pembicaraan kalian yang seru." Aretha tertawa mengejek.
"Itu gak seperti yang kamu denger Aretha."
"Ada apa Jun? setelah ketemu aku kenapa kau jadi menciut? Di belakang aku, kamu bisa dengan bebas ngomongin aku?"
Arjuna tampak gelagapan, begitu juga dengan kedua temannya yang menunduk malu.
Aretha mengambil minum di meja kantin dan menyemburkan nya ke Arjuna dan juga kedua teman nya.
"Aretha! Apa-apaan kamu?"
"Itu balasan buat orang yang udah mempermainkan wanita!" ujar Aretha lalu kemudian melangkah pergi.
***
Aretha berjalan menelusuri seluruh penjuru sekolah hanya untuk mencari Al. Suasana sekolah sudah sepi dan hanya ada segelintir siswa dan siswi yang masih ada di sekolah.
"Fira!" panggil Aretha kepada Fira, sahabatnya di kelas.
Yang bernama Fira menolah, "Ada apa Aretha? Lo kemana aja sih ngilang gitu aja."
"Nanti gue ceritain. Sekarang gue mau nanya sama lo, lo ngeliat Alvaro gak?"
"Al? tumben banget nanyain Al. ada apa?"
"Jawab dulu aja Fir, lo ngeliat Al gak?"
"Tadi Al pamitan sama kita semua,"
"Pamitan? Dia mau kemana?"
"Dia mau nerusin kuliah di luar negeri, pesawatnya berangkat hari ini." Ujar Fira.
Apa? Aretha shock. Kakinya mendadak lemas.
"Retha? Lo kenapa sih? Ada apa?"
***
Aretha memasuki kamarnya dengan lunglai, bersama Fira ia menuntun sahabatnya duduk di pinggiran kasur. Setelah ia mengejar Alvaro ke rumahnya, Al sudah pergi ke Bandara tiga puluh menit yang lalu. Aretha masih belum menceritakan kejadian yang sebenarnya. Fira, menunggunya dengan setia.
Fira memberikan sebuah air putih yang diantarkan oleh Bi Jum, Assisten Rumah Tangga. Aretha meneguk air sampai habis.
"Aretha, please jangan buat gue khawatir. Ada apa sebenarnya?"
Aretha mulai menangis dan menceritakan semuanya.
"Satu pertanyaan dari gue, apa lo sayang sama Alvaro?" tanya Fira setelah mendengar cerita Aretha.
Butuh waktu yang cukup lama untuk Aretha menjawab pertanyaan Fira. "Enggak tau,"
***
Masa kini.
Sebuah ketukan menyadarkan Alvaro dari lamunannya, sekertarisnya memberitahu bahwa ada seorang pria yang ingin bertemu dengan nya. Al mengernyitkan keningnya, ia tidak merasa mempunyai janji hari ini pada siapapun.
Seorang pria berperawakan tinggi dan tampan memasuki ruangan Alvaro sambil menyengir lebar. Sontak saja Alvaro bangkit dan menghampiri seorang pria itu yang merupakan teman lama nya semasa meneruskan studi di Australia.
"Kay! Ada apa kau kesini?" tanya Al memeluk sahabatnya singkat.
"Datang menemuimu. Apakah aku menganggu Direktur disini?" Kayana tersenyum jahil kepada Alvaro.
"Tidak, silahkan duduk dulu. Mau minum apa?" tanya Al berjalan ke meja kerja nya menghubungkan kepada office boy di pantry.
"Apa saja, tidak usah repot." Kay mengibaskan tangannya santai.
"Tolong siapkan dua kopi ke ruangan saya." Ujarnya.
"Kau sudah pulang dari perjalanan bisnismu, Kay? Kenapa tidak memberitahu ku?" tanya Al menyusul duduk di sofa bersama Kay.
"Aku baru pulang seminggu yang lalu dan masih mengurus beberapa pekerjaan disini, aku hanya ingin memberikanmu kejutan." Ujar Kay tersenyum sumringah.
Alvaro mengernyitkan keningnya curiga. "Well, aku terkejut."
Kay tergelak, "Aku sedang jatuh cinta," ujarnya.
"Apa yang special? Kau kan gampang jatuh cinta pada perempuan manapun."
"Tapi kali ini berbeda."
"Apa yang membuat berbeda?"
"Tidak tau, sejak pertemuan pertama aku sudah merasa jatuh cinta pada nya. Dia itu tidak cantik."
"Tidak cantik? Apa sekarang seleramu berubah Kay?" Alvaro pura-pura terkejut.
"Hey, dia tidak secantik dengan wanitaku yang terdahulu, tapi dia mempunyai sesautu yang menarik hatiku. Dia punya daya tarik tersendiri."
Alvaro menggeleng-gelengkan kepalanya, "Memang kau bertemu dengan nya dimana?"
"Di sebuah kedai kopi dua hari yang lalu."
"Kau sudah berkenalan?"
"Sudah, nama nya Aretha."
Alvaro terkejut. "Aretha?"
"Ya, nama nya Aretha. Kenapa kau terlihat terkejut? Kau mengenalnya?"
"Aku belum bertemu dengan Aretha yang kau maksud. Lagipula banyak yang bernama Aretha di dunia ini."
"Ya kau benar juga." Ujar Kay.
Beberapa saat kemudian, OB datang sambil membawakan dua cangkir kopi. Alvaro tampak sibuk dengan beberapa berkas yang masih harus ia tanda tangani.
"Tidak usah menghiraukan ku, Al kau urus saja pekerjaan mu," ujar Kay yang merasa tidak enak mengangguk Alvaro di waktu nya bekerja.
"Bukan masalah yang genting, aku hanya harus secepatnya menandatangani beberapa file saja." Ujar nya.
"Bagaimana hubungan mu dengan Kirana?" tanya Kay.
"Sampai saat ini berjalan dengan baik."
"Kapan kau akan melamar nya?"
"Entahlah, aku belum memikirkan sampai sejauh itu."
Kay menggeleng heran, "Kau sudah punya tunangan tapi kau seperti tidak terlalu antusias dengan tunangan mu, apa yang kau tunggu Al?" tanya Kay sedikit gemas dengan sahabatnya itu.
Alvaro terkekeh sebentar, "Tidak ada, hanya saja aku masih memikrikan urusan yang lain." Ujar Alvaro mencari pembenaran.
"Sudah selesai. Yuk aku traktir kau makan."ujar Alvaro bangkit dari bangku nya.
Ketika mereka berjalan di koridor. Disepanjang koridor mereka mendapat perhatian dari beberapa karyawan khususnya karyawan perempuan.
"Kau masih saja popular seperti masa kuliah."
"Pesona ku tak akan pernah pudar Al." ujar Kay menyunggingkan senyum lebar.
Saat mereka berbelok menuju lift yang ternyata sudah penuh dengan antrian beberapa karyawan. Alvaro dan Kayana menunggu didepan lift ikut bersama dengan mereka.
Saat pandangan Kay tertuju pada sosok wanita yang berdiri di sebelah nya, ia tersenyum lebar. "Aretha?"
Alvaro menoleh saat Kay menyebut nama Aretha.
"Kamu?" tanya Aretha.
"Akhirnya kita di pertemukan lagi. Disini." Ujar Kay tersenyum lebar.
***
"Aretha kau mengenal siapa laki-laki ganteng tadi?" tanya Janet ketika mereka sudah duduk di bangku cafeteria.
"Tidak." Ujar Aretha singkat.
"Tapi dia tadi menyebut nama mu," Indira ikut menimbrung.
"Ya bisa dikatakan pertemuan kita sedikit aneh. Tapi aku benar-benar tidak mengenal dia." Ujar Aretha sekali lagi.
"Pertemuan yang aneh?" Indira menyipitkan matanya.
"Ya.." Aretha menghembuskan napas panjang lalu mulai menceritakan kejadian sewaktu di Kafe dan Halte bis beberapa hari yang lalu.
"Hei. Aretha, apa kau tidak menyadari nya? Aku rasa dia tertarik padamu." Janet berkomentar setelah Aretha bercerita.
"Tidak. Itu tidak mungkin."
"Jelas sekali tanda nya, dia memerhatikan mu dan bela-bela menemani mu di halte bis dan bahkan dia yang menyetop taksi untuk mu."
"Dan dia berharap kalian bertemu kembali,"
"Dan kalian memang bertemu kembali hari ini, aku rasa itu yang di nama kan takdir."
Aretha menyimak pembicaraan seru antara Janet dan Indira, mereka asik bercerita hingga melupakan makann siang yang sudah terhidang sejak tadi.
"Hei, aku tidak tertarik dengan apa yang kalian bicarakan," Aretha mengibaskan tangan dan kembali makan.
"Aku punya firasat, kalian akan dekat nanti."
"Stop it, Indira."
Janet dan Indira masih terus asik membicarakan Kay hingga beberapa jam ke depan.
***